Larangan Iklan Pangan Berkaitan dengan Klaim Gizi, Manfaat

16

2.7.5 Larangan Iklan Pangan Berkaitan Pencantuman Logo, Tulisan, atau

Referensi Kategori pelanggaran E yaitu sekelompok peraturan berkaitan dengan pencantuman logo, tulisan, dan referensi. Peraturan pertama yang menjadi dasar subkategori 1 kategori pelanggaran tersebut yaitu Petunjuk Teknis Khusus poin ke-7 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman yang menyebutkan bahwa kata “halal” tidak boleh diiklankan. Dalam Bab VI Surat Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.52.1831 Tentang Pedoman Periklanan Pangan juga dijelaskan bahwa pada prinsipnya kehalalan produk pangan tidak untuk diiklankan, baik berupa tulisan maupun ucapan pada media massa. Penggunaan tulisan halal atau logo halal dalam iklan produk pangan hanya boleh untuk pangan yang sudah memperoleh sertifikat resmi dari Majelis Ulama Indonesa MUI atau lembaga yang berwenang dan telah mendapat persetujuan pencantuman danatau logo halal pada label dari Badan PM RI. Oleh karena itu, subkategori 1 kategori pelanggaran E mengatur larangan pencantuman kata “halal” atau logo halal pada iklan pangan. Selanjutnya, sub kategori 2 yang diatur dalam Bab II Ketentuan Umum Surat Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.52.1831 Tentang Pedoman Periklanan Pangan berisi larangan mengenai iklan pangan yang mencantumkan logo yang menyinggung perasaan etnis atau kelompok sosial tertentu. Pada Bab IX peraturan tersebut juga mengatur larangan iklan pangan yang memuat pernyataan danatau menampilkan nama, logo, atau identitas lembaga yang melakukan analisis dan mengeluarkan sertifikat terhadap pangan. Peraturan tersebut menjadi dasar subkategori 3 kategori pelanggaran E. Subkategori terakhir untuk kategori pelanggaran tersebut yaitu melarang iklan pangan yang memuat referensi, nasehat, peringatan, atau pernyataan dari tenaga kesehatan antara lain dokter, ahli farmasi, perawat, bidan, tenaga profesi lain antara lain psikolog, ahli gizi, tenaga analisis laboratorium, organisasi profesi, atau orang dengan profesi keagamaan, seperti yang diatur dalam Bab IX Surat Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.52.1831 Tentang Pedoman Periklanan Pangan. Iklan dapat melanggar satu atau lebih ketentuan untuk subkategori pelanggaran tersebut. Iklan yang MK untuk semua subkategori pada kategori pelanggaran E berarti memiliki compliance 100 terhadap peraturan mengenai pencantuman logo, tulisan, dan referensi.

2.7.6 Larangan Iklan Pangan Berkaitan dengan Klaim Gizi, Manfaat

Kesehatan, dan Keamanan Pangan Kategori pelanggaran F yaitu sekelompok peraturan berkaitan dengan klaim gizi, manfaat kesehatan, dan keamanan pangan. Peraturan pertama yang menjadi dasar subkategori 1 kategori pelanggaran tersebut yaitu Pasal 56 PP No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan yang menyebutkan bahwa iklan yang memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan telah diperkaya dengan vitamin, mineral, atau zat penambah gizi lainnya tidak dilarang, sepanjang hal tersebut benar dilakukan pada saat pangelolaan pangan tersebut. Dijelaskan lebih lanjut pada Petunjuk Teknis Umum poin ke-6 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman bahwa iklan makanan boleh mencantumkan pernyataan “diperkaya” atau 17 “kaya” sumber vitamin dan mineral bila pada sejumlah makanan yang biasa dikonsumsi satu hari terdapat paling sedikit ½ dari jumlah yang dianjurkan RDAAKG. Selanjutnya, subkategori 2 berdasar pada Petunjuk Teknis Umum poin ke-6 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman yang menyebutkan bahwa pernyataan makanan berkalori dapat diiklankan bila makanan tersebut dapat memberikan minimun 300 Kcal per hari. Subkategori 3 bersumber pada Petunjuk Teknis Umum poin ke-14 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman yang menyebutkan bahwa iklan makanan tidak boleh memuat pernyataan nilai khusus pada makanan apabila nilai tersebut tidak seluruhnya berasal dari makanan tersebut, tetapi sebagian diberikan oleh makanan lain yang dapat dikonsumsi bersama-sama seperti nilai kalori pada makanan serealia untuk sarapan yang biasanya dimakan dengan susu dan gula. Subkategori selanjutnya untuk kategori pelanggaran F didasarkan oleh Petunjuk Teknis Umum poin ke-15 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman yang menyebutkan bahwa iklan makanan tidak boleh menyatakan bahwa makanan seolah-olah merupakan sumber protein, kecuali 20 kandungan kalorinya berasal dari protein dan atau kecuali jumlah yang wajar dikonsumsi per hari mengandung tidak kurang dari 10 gram protein. Kemudian, subkategori 5 diatur dalam Pasal 9 ayat 1 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.03.1.23.11.11.09909 tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Pangan Olahan yang menyebutkan bahwa klaim kandungan zat gizi yang diizinkan tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam peraturan tersebut. Dalam peraturan tersebut dijelaskan klaim kandungan zat gizi adalah klaim yang menggambarkan kandungan zat gizi dalam pangan. Pasal 9 ayat 2 dan 3 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.03.1.23.11.11.09909 tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Pangan Olahan mengatur bahwa klaim “rendah ... nama komponen pangan” atau “bebas ... nama komponen pangan” hanya boleh digunakan pada pangan olahan yang telah mengalami proses tertentu sehingga kandungan zat gizi atau komponen pangan tersebut menjadi rendah atau bebas dan harus sesuai dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan ini. Pangan olahan yang secara alami rendah atau bebas mengandung komponen tertentu, dilarang memuat klaim kandungan zat gizi rendah atau bebas yang terkait dengan komponen tersebut. Pencantuman klaim tersebut ditulis “rendah ... nama komponen pangan” atau “bebas ... nama komponen pangan”. Peraturan tersebut menjadi dasar subkategori pelanggaran 6. Subkategori selanjutnya bersumber pada Pasal 10 Ayat 2 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.03.1.23.11.11.09909 tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Pangan Olahan yang menyebutkan bahwa klaim perbandingan zat gizi hanya dapat digunakan untuk pangan olahan yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: a pangan olahan yang dibandingkan adalah pangan sejenis tetapi dengan varian yang berbeda dari produsen yang sama, b perbedaan kandungan dinyatakan dalam persentase, pecahan atau dalam angka mutlak terhadap pangan sejenis, c perbedaan relatif kandungan zat gizi yang dibandingkan sekurang- kurangnya 10 ALG lebih tinggi atau lebih rendah untuk zat gizi mikro sedangkan untuk energi dan zat gizi lain sekurang-kurangnya 25 lebih tinggi atau lebih rendah, dan d perbedaan mutlak sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan “rendah” atau “sumber” sebagaimana ditetapkan dalam klaim kandungan zat gizi. Klaim perbandingan zat gizi adalah klaim yang membandingkan 18 kandungan zat gizi danatau kandungan energi antara dua atau lebih pangan. Nilai ALG yang berlaku tercantum pada Lampiran. Selanjutnya, untuk subkategori 8 diatur dalam Pasal 11 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.03.1.23.11.11.09909 tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Pangan Olahan yang menyebutkan bahwa klaim fungsi zat gizi yang diizinkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam peraturan ini. Pangan olahan yang mencantumkan klaim fungsi zat gizi sekurang-kurangnya harus memenuhi persyaratan “sumber”. Pengertian klaim fungsi zat gizi menurut peraturan tersebut yaitu klaim gizi yang menggambarkan peran fisiologis zat gizi untuk pertumbuhan, perkembangan dan fungsi normal tubuh. Kemudian, pada subkategori 9 disebutkan larangan mencantumkan klaim untuk pangan olahan yang diperuntukkan bagi bayi, kecuali diatur dalam peraturan lain. Peraturan selanjutnya mengenai klaim gizi, manfaat kesehatan, dan keamanan pangan yaitu Pasal 12, 13 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.03.1.23.11.11.09909 tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Pangan Olahan. Pasal 12 menyebutkan bahwa klaim fungsi lain yang diizinkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam peraturan ini, sedangkan pada pasal 13 disebutkan bahwa klaim penurunan risiko penyakit yang diizinkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam peraturan ini. yang dimaksud dengan klaim fungsi lain adalah klaim yang berkaitan dengan efek khusus yang menguntungkan dari pangan atau komponen pangan dalam diet total terhadap fungsi atau aktifitas biologis normal dalam tubuh, klaim tersebut berkaitan dengan efek positif untuk memperbaiki fungsi tubuh atau memelihara kesehatan, sedangkan klaim penurunan risiko penyakit adalah klaim yang menghubungkan konsumsi pangan atau komponen pangan dalam diet total dengan penurunan risiko terjadinya suatu penyakit atau kondisi kesehatan tertentu. Penurunan risiko penyakit adalah berkurangnya faktor risiko utama suatu penyakit yang penyebabnya multifaktor; tetapi berkurangnya satu faktor risiko tersebut belum tentu bermanfaat untuk kesehatan. Dijelaskan lebih lanjut pada Pasal 29 ayat 2 peraturan yang sama bahwa dilarang mencantumkan klaim fungsi lain dan klaim penurunan risiko penyakit untuk Pangan Olahan yang diperuntukkan bagi anak berusia 1-3 tahun, kecuali diatur dalam peraturan lain. Peraturan-peraturan tersebut yang menjadi dasar subkategori 10. Subkategori 11 kategori pelanggaran F diatur dalam Pasal 29 Ayat 3 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.03.1.23.11.11.09909 tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Pangan Olahan yang menyebutkan larangan pencantuman klaim yang memuat pernyataan bahwa konsumsi pangan tersebut dapat memenuhi kebutuhan semua zat gizi esensial. Peraturan tersebut juga memuat larangan pencantuman klaim yang memanfaatkan ketakutan konsumen subkategori 12, yang menyebabkan konsumen mengkonsumsi suatu jenis pangan olahan secara tidak benar subkategori 13, dan yang menggambarkan bahwa suatu zat gizi atau komponen dapat mencegah, mengobati atau menyembuhkan penyakit subkategori 14. Kemudian, dari Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor HK.00.06.1.52.6635 tahun 2007 tentang Larangan Pencantuman Informasi Bebas Bahan Tambahan Pangan pada Label dan Iklan diketahui bahwa dilarang mencantumkan informasi bebas bahan tambahan pangan berupa pernyataan dan atau tulisan dengan menggunakan kata “bebas”, “tanpa”, “tidak mengandung” atau kata semakna lainnya pada iklan pangan. Bahan tambahan pangan yang dimaksud meliputi: antioksidan, antikempal, pengatur keasaman, pemanis buatan, pemutih, pengemulsi, pemantap dan pengental, pengawet, pengeras, pewarna, penyedap rasa dan perisa, penguat rasa, dan sekuestran. Peraturan tersebut menjadi dasar subkategori 15. 19 Subkategori selanjutnya diatur dalam Petunjuk Teknis Khusus poin ke-4 e Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman yang menyebutkan bahwa iklan makanan boleh mencantumkan adanya vitamin dan mineral apabila pada sejumlah makanan yang biasa dikonsumsi satu hari terdapat vitamin atau mineral tidak kurang dari 16 dari jumlah yang dianjurkan AKG. Pada poin selanjutnya dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa iklan makanan boleh mencantumkan mengandung lebih dari satu vitamin atau mineral apabila setiap vitamin atau mineral tersebut terdapat dalam proporsi yang sesuai AKG. Subkategori terakhir untuk kategori pelanggaran F yaitu bersumber pada Petunjuk Teknis Khusus poin ke-6 i Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman yang menyebutkan bahwa iklan pangan boleh mencantumkan pernyataan “dapat membantu melangsingkan” jika nilai kalorinya 25 lebih rendah dibandingkan dengan makanan sejenisnya. Iklan dapat melanggar satu atau lebih ketentuan untuk subkategori pelanggaran tersebut. Iklan yang MK untuk semua subkategori pada kategori pelanggaran F berarti memiliki compliance 100 terhadap peraturan mengenai klaim gizi, manfaat kesehatan, dan keamanan pangan.

2.7.7 Larangan Iklan Pangan Berkaitan dengan Proses, Asal, dan Sifat Bahan