INTEGRASI UPAYA PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS KE DALAM SISTEM KESEHATAN
• 89
Pembiayaan untuk pencegahan yang dianggarkan melalui banyak sektor di luar kesehatan menyebabkan pembiayaan tidak terintegrasi ke dalam sistem kesehatan.
Sumber pendanaan yang berasal dari MPI sulit untuk dikoordinasikan. Alokasi pembiayaannya untuk program-program pencegahan yang dibuat berdasarkan peren-
canaan serta prioritas dari MPI, bukan perencanaaan dan prioritas sektor kesehatan. Program-program pencegahan yang dibiayai oleh MPI juga tidak ditanggung oleh
JKN. Pengelolaan SDM-nya juga tidak terintegrasi karena untuk program-program pencegahan ada banyak penyedia layanan di luar tenaga kesehatan pemerintah yang
terlibat, seperti LSM, KDS, dan kader masyarakat. Sektor kesehatan tidak melakukan koordinasi bagi SDM non-kesehatan ini, baik dari aspek regulasi, pembiayaan
maupun standar kompetensi.
Hal yang sama untuk fungsi penyediaan, penyimpanan, diagnostik dan terapi baik dari dimensi regulasi dan sumber daya. Belum adanya regulasi untuk penga-
turan logistik pencegahan dan skema pembiayaannya menjadikan dimensi logistik pencegahan tidak menjadi bagian dari sistem kesehatan. Pembiayaan untuk penga-
daan logistik terkait pencegahan seperti metadon, kondom, pelicin dan alat suntik masih mengandalkan MPI.
2. Tingkat integrasi untuk Program PDP
Dibanding program pencegahan, PDP cenderung lebih terintegrasi ke dalam sistem kesehatan karena telah memanfaatkan infrastruktur dan sumber daya kese-
hatan umum. Selain itu, peran tradisional sektor kesehatan memang pada aspek kuratif sehingga intervensi yang mengarah pada kontrol medis cenderung lebih
mudah untuk diintegrasikan. Dari 18 dimensi, ada 7 yang terintegrasi penuh, 3 terintegrasi sebagian, dan sisanya 8 dimensi tidak terintegrasi.
Sama seperti program pencegahan, dimensi regulasi dan formulasi kebijakan pada PDP terintegrasi penuh karena aspek regulasi dan formulasi kebijakan tentang
PDP sudah menjadi bagian dari sistem penanggulangan penyakit menular lainnya. Di luar fungsi manajemen dan regulasi ini, semua dimensi yang terintegrasi ialah
dimensi-dimensi yang berhubungan erat dengan kompetensi utama sektor kesehatan saat ini, yaitu dalam pengobatan. Pertama, fungsi penyediaan layanan PDP terinte-
grasi penuh karena disediakan di fasilitas kesehatan sekunder dengan prosedur pem- berian layanan yang diperlakukan sebagaimana penyakit lainnya. Kedua, layanan
pengobatan tersebut disediakan oleh SDM kesehatan yang standar kompetensinya diatur oleh sistem kesehatan. Ketiga, regulasi dan sumber daya yang digunakan untuk
pengadaan, distribusi, dan penyimpanan obat serta alat kesehatan untuk layanan PDP telah menggunakan mekanisme dalam sistem kesehatan.
90 •
PKMK FK UGM
Tiga dimensi dari PDP yang terintegrasi sebagian yaitu jaminan kualitas layanan, pembiayaan SDM, dan akses pemanfaatan layanan. Jaminan kualitas layan-
an untuk PDP relatif lebih terintegrasi daripada intervensi pencegahan karena melibatkan tenaga kesehatan saja sehingga lebih mudah dikoordinasikan dalam
sistem kesehatan. Pembiayaan SDM untuk intervensi PDP juga terintegrasi sebagian, karena walaupun layanan sudah diberikan oleh SDM kesehatan tetapi di sebagian
besar daerah mereka masih mendapatkan insentif tambahan untuk layanan PDP yang mereka lakukan. Akibatnya, timbul persepsi bahwa layanan HIV dan AIDS adalah
“tugas tambahan”. Sedangkan untuk dimensi akses pemanfaatan layanan tidak terintegrasi penuh karena meskipun pengobatan ARV dapat diakses secara gratis
dan JKN dapat digunakan untuk membiayai IO, tetapi ada komponen-komponen yang tidak ditanggung seperti serangkaian tes sebelum inisiasi ARV pra-ARV. Ini
turut memengaruhi pemanfaatan layanan oleh ODHA dan populasi kunci. 3. Tingkat integrasi untuk Program mitigasi Dampak
Untuk program mitigasi dampak hanya sangat sedikit dimensi yang terintegrasi penuh, yakni dimensi regulasi dan formulasi kebijakan serta dimensi ketersediaan
layanan. Dari segi regulasi, program mitigasi dampak sudah diatur sehingga terinte- grasi, demikian pula dengan mekanisme formulasi kebijakan yang mengikuti meka-
nisme penyusunan kebijakan yang berlaku di pemda. Dimensi ketersediaan layanan juga terintegrasi sebab telah tersedia layanan-layanan mitigasi dampak meliputi
kegiatan-kegiatan pengembangan ketrampilan bagi ODHA dan populasi kunci, pemberian bantuan makanan tambahan, dukungan pengembangan usaha ekonomi
produktif, serta bentuk-bentuk jaminan sosial.
Sebagaimana dibahas sebelumnya, program-program ini disediakan oleh instansi di luar Dinkes. Umumnya Dinas Sosial yang melakukan program-program mitigasi
dampak. Beberapa di antaranya dilakukan oleh lembaga seperti BNN, ada pula program-program yang diselenggarakan oleh masyarakat langsung seperti kelompok-
kelompok gereja di Papua. Dinkes sendiri belum mengutamakan program-program di luar pengobatan dan perawatan, sehingga masih kurang melakukan kegiatan-
kegiatan yang terkait dengan mitigasi dampak. Akibatnya, program mitigasi dampak berkembang di luar fungsi-fungsi sistem kesehatan.
Hal inilah yang menjelaskan mengapa banyak dimensi fungsi sistem kesehatan yang tidak terintegrasi. Dimensi penganggaran dan mekanisme pembayaran layanan,
misalnya, tidak terintegrasi karena umumnya program-program di atas dikelola dan ditanggung pembiayaannya oleh Dinas Sosial. Demikian pula dengan dimensi
jaminan kualitas layanan, tidak terintegrasi karena tidak ada pengawasan kualitas
INTEGRASI UPAYA PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS KE DALAM SISTEM KESEHATAN
• 91
layanan yang dilakukan oleh sistem kesehatan terhadap program-program mitigasi dampak. Sama halnya dengan sistem informasi, di mana program-program tersebut
tidak dilaporkan di dalam mekanisme pelaporan yang digunakan di dalam sistem kesehatan.
E. Tingkat integrasi Berdasarkan Wilayah Penelitian
Tingkat integrasi juga bisa dilihat berdasarkan wilayah penelitian. Tabel 9 merinci gambaran tingkat integrasi untuk setiap daerah penelitian.
Tabel 9. Tingkat Integrasi Menurut Daerah Penelitian
kabupatenkota p
pDp mD
Deli Serdang +
++ +
Medan +
+ +
Surabaya +
++ +
Sidoarjo +
++ +
Denpasar +
++ +
Badung +
++ +
Makassar +
++ +
Pare-pare +
++ +
Manokwari ++
++ +
Jayapura ++
++ +
Merauke ++
++ +
Catatan: ++ = Terintegrasi Sebagian + = Tidak terintegrasi
Tabel 9 menunjukkan pola integrasi berdasarkan wilayah. Ada 3 wilayah yang cenderung lebih terintegrasi dibanding 8 daerah lainnya, yakni Jayapura, Merauke,
dan Manokwari. Ketiga wilayah ini terintegrasi sebagian untuk intervensi pence- gahan maupun PDP, dengan jumlah dimensi yang terintegrasi berkisar antara 6–10
dimensi untuk kedua jenis intervensi tersebut. Dibanding daerah-daerah lainnya, ketiga daerah ini memiliki lebih banyak dimensi yang terintegrasi karena semenjak
mundurnya Global Fund sebagai salah satu MPI yang paling dominan pada tahun 2013, pemda sudah lebih banyak melakukan perannya dalam penanggulangan HIV
dan AIDS.
92 •
PKMK FK UGM
Delapan wilayah di luar Papua yang cenderung kurang terintegrasi meliputi Medan, Deli Serdang, Surabaya, Sidoarjo, Denpasar, Badung, Makassar, dan
Parepare. Di daerah-daerah ini, program pencegahan tidak terintegrasi karena selama ini masih menggantungkan pada dukungan Global Fund, seperti program LASS
serta penyediaan kondom dan pelicin untuk kelompok penasun. Sedangkan untuk program PDP relatif lebih terintegrasi karena di semua wilayah telah memanfaatkan
sumber-sumber pendanaan dari APBN untuk pengadaan obat ARV. Selain itu, mekanisme implementasi program PDP telah menggunakan infrastruktur sektor
kesehatan yang ada termasuk menggunakan sumber daya kesehatan yang memiliki standar kompetensi kesehatan yang berlaku.
Sementara di seluruh wilayah penelitian, intervensi mitigasi dampak tidak terin te grasi karena dilaporkan bahwa program mitigasi dampak di sebagian besar
daerah penelitian lebih banyak dilakukan oleh Dinas Sosial. Program-program yang dila kukan termasuk pelatihan ketrampilan, pemberian bantuan makanan tambahan,
dan dukungan pengembangan usaha dan jaminan sosial yang pada dasarnya dinilai bukan bagian dari kerjanya sektor kesehatan. Meskipun demikian, ada juga pemda
Provinsi Papua dan Papua Barat melalui dana Otsus yang telah menganggarkan pembiayaan untuk rujukan khususnya biaya transportasi dan biaya menunggu bagi
masyarakat yang tinggal di daerah terpencil untuk mengakses layanan obat ARV di Rumah SakitPuskesmas Rujukan.
Gambaran tingkat integrasi di tingkat daerah ini semakin meyakinkan bahwa PDP cenderung lebih memungkinkan untuk diintegrasikan ke dalam sistem kesehatan
di daerah daripada dua intervensi lainnya. Gambaran ini juga mempertegas bahwa PP dalam penanggulangan HIV dan AIDS kemungkinan dianggap sebagai ‘tambahan
kerja’ dari peran-peran tradisional sektor kesehatan dalam upaya kuratif. Dalam skala sistem kesehatan, upaya PP sebenarnya masih menjadi isu tersendiri sehingga
dalam RPJMN 2015–2019 ditekankan bahwa sektor kesehatan perlu memrioritaskan upaya-upaya tersebut di tingkat pelayanan kesehatan dasar.
F. Faktor-faktor yang memengaruhi integrasi di Daerah
Penelitian ini menemukan bahwa program penanggulangan HIV dan AIDS kurang terintegrasi ke dalam sistem kesehatan daerah. Tingkat integrasi program ke
dalam sistem kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut analisis Atun et al. 2010 faktor yang memengaruhi termasuk konteks politik, ekonomi, sosial dan
budaya serta karakteristik dari sistem kesehatan itu sendiri. Interaksi antar faktor- faktor tersebut bisa menciptakan kesempatan atau hambatan, dan akan terlihat pada
bagaimana para pemangku kepentingan strategis di daerah saling berelasi satu sama
INTEGRASI UPAYA PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS KE DALAM SISTEM KESEHATAN
• 93
lain. Para pemangku kepentingan ini termasuk penguasa politik daerah, aktor dalam sistem kesehatan, dan aktor dalam penanggulangan HIV dan AIDS. Mengikuti
kerangka tersebut, faktor-faktor yang berpotensi memengaruhi integrasi program penanggulangan HIV dan AIDS ke dalam sistem kesehatan bisa diidentifikasikan
sebagai berikut: 1. Kuat atau lemahnya sistem kesehatan di tingkat daerah akan memengaruhi inte-
grasi upaya penanggulangan HIV dan AIDS ke dalam sistem kesehatan. Dalam analisis tingkat integrasi tersebut, diidentifikasi bahwa sejumlah fungsi sistem
kesehatan di tingkat daerah belum berjalan secara optimal, misalnya dalam fungsi pembiayaan kesehatan, SDM, dan pengelolaan informasi strategis. Ini misalnya
sejalan dengan hasil tinjauan sektor kesehatan yang dilakukan pada tahun 2014 AIPHSS, 2014. Ketika fungsi-fungsi sistem kesehatan dalam penanggulangan
HIV dan AIDS diintegrasikan ke dalam sistem kesehatan yang belum kuat, justru kemungkinan hasil yang dicapai selama ini malah semakin memburuk.
Oleh sebab itu, pilihan untuk melakukan integrasi atau tidak akan bergantung pada kesiapan dari sistem kesehatan itu sendiri. Jika fungsi kesehatan daerah
tidak baik maka akan menjadi faktor penentu tingkat integrasi program HIV dan AIDS ke dalam sistem kesehatan yang ada. Secara umum sistem kesehatan di
Indonesia belum berfungsi secara baik seperti hasil tinjauan AIPHSS 2014.
2. Diterimanya upaya penanggulangan HIV dan AIDS sebagai program daerah juga bergantung pada komitmen pemda. Pada bagian sebelumnya dijelaskan bahwa
sebagian besar pemda cenderung membangun komitmen politik yang bersi fat normatif dalam bentuk peraturan atau kebijakan. Tetapi, seperti halnya gejala
umum di negara-negara berkembang, persoalan pembangunan bukan terle tak pada kapasitas menyusun kebijakan, melainkan pada kapasitas untuk meng-
im ple mentasikannya Pritchett, 2014. Oleh karena itu, hambatan-hambat- an operasionalisasi kebijakan yang telah ditetapkan di tingkat daerah menjadi
isu yang selalu berulang disampaikan oleh informan dalam penelitian ini dari berbagai daerah. Tentunya dengan situasi seperti ini menjadi sulit untuk meng-
harapkan adanya komitmen operasional yang tinggi guna mengintegrasikan upaya penanggulangan HIV dan AIDS ke dalam sistem kesehatan di tingkat
daerah. Situasi ini ditandai dengan rendahnya kapasitas KPAD untuk melakukan advokasi terhadap pelaksanaan komitmen politik tersebut karena kedudukannya
bukan sebagai SKPD dan bersifat ad hoc. Tidak mengherankan jika pemain utama dalam perencanaan dan anggaran Bappeda dan DPRD tidak memberikan
perhatian yang lebih besar kepada penanggulangan HIV dan AIDS di daerahnya.