Permasalahan kesehatan konteks kebijakan dan Program Penanggulangan HiV dan AiDs pada Tingkat Pusat dan Daerah

INTEGRASI UPAYA PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS KE DALAM SISTEM KESEHATAN • 25 Kasus-kasus HIV dan AIDS di Papua dan Papua Barat lebih banyak ditemukan pada populasi umum generalisata. Sedangkan di daerah lain, kasus HIV dan AIDS lebih terkonsentrasi pada populasi kunci seperti WPS, waria, LSL, penasun, dan pelanggan WPS. Diagram 2. Faktor Risiko penularan HIV dan AIDS Sumber: STBP 2011 dan STBP 2013 Faktor perilaku berisiko penularan HIV dan AIDS juga bervariasi seperti tergambar pada Diagram 2, dengan rincian sebagai berikut: • Faktor perilaku berisiko kelompok penasun paling tinggi berada di Surabaya 48,6, kemudian Medan 39,2, dan yang paling rendah Sidoarjo 6. Data ini menunjukkan bahwa perkembangan perilaku berisiko secara signifikan terjadi di daerah yang menjadi pusat perkembangan ekonomi dan modernisasi. • Faktor perilaku berisiko pada kelompok WPSTL tertinggi di Denpasar 8,8 , kemudian Jayapura dan Medan 3,2 , dan terendah Makassar dan Surabaya 2 . Perkembangan perilaku berisiko WPSTL terjadi pada daerah perkotaan yang menjadi pusat berkembangnya tempat-tempat hiburan seperti bar, karaoke, panti pijat dan spa, serta diskotek Tim Peneliti Undana, 2014. 26 • PKMK FK UGM • Faktor perilaku berisiko pada WPSL tertinggi berada di Denpasar dan Jayapura 16, diikuti Makassar 13, Surabaya 10,4 , Sidoarjo 10 , dan Deli Serdang 3,6. Secara umum, faktor perilaku berisiko tinggi pada WPSL terjadi pada hampir semua daerah yang memiliki kawasan hotspot pusat transaksi seks antara WPS dan pelanggannya yang melakukan seks takaman. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa situasi epidemi dan faktor perilaku berisiko di masing-masing daerah penelitian memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga perlu direspons secara proporsional, baik dari segi model intervensi maupun target populasinya.

C. Respons Daerah terhadap HiV dan AiDs

Walaupun situasi epidemi berbeda di masing-masing daerah, ada kecenderungan kesamaan pola dalam respons pencegahan HIV dan AIDS di daerah penelitian, khususnya terkait dengan model intervensi dan target standar penjangkauan dan pendam pingan. Misalnya, di Papua dan Papua Barat, fokus pencegahan masih menya- sar pada populasi kunci dengan besaran target yang sama, sementara model penjang- kauanya juga sama dengan daerah lain. Belum ditemukan adanya model pendidikan masyarakat yang secara khusus mengantisipasi pola penularan pada populasi umum di Papua. Satu hal yang membedakan intervensi di Tanah Papua dari daerah lain ialah semakin kuatnya Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak PPIA di berbagai KabupatenKota Provinsi Papua dan Papua Barat. Jenis-jenis respons pencegahan yang ada di daerah antara lain tes dan konseling HIV, PPIA, PMTS dengan pendistribusian kondom, program LASS, dan terapi metadon untuk kelompok penasun, serta berbagai program komunikasi, informasi dan edukasi KIE yang menyasar kepada popolasi umum khususnya remaja, ibu-ibu rumah tangga, dan laki-laki berisiko rendah. Secara umum, LSM menjadi salah satu pemain penting dalam program-program pencegahan ini. Kegiatan yang dilakukan oleh LSM di daerah-daerah penelitian berdasarkan laporan Tim Universitas menca- kup penjangkauan pada kelompok populasi kunci, pendampingan ODHA, pendi- dikan masyarakat berupa penyuluhan HIV dan AIDS pada individu, kelom pok dan masyarakat, dukungan sosial dan psikologis, serta advokasi kebijakan dan program. Sementara untuk program PDP, karena titik beratnya pada aspek medis dan kuratif, semua daerah penelitian menggunakan pola dan model serta target serupa. Contohnya terapi ARV, semua daerah memiliki mekanisme yang sama karena penga- daan, penyediaan, dan distribusi ARV ditentukan secara vertikal dari pemerin tah pusat dengan pendanaan APBN. Variasinya tampak pada kesiapan dari tenaga dan fasilitas kesehatan dalam memenuhi standar pelayanan ARV sesuai ketentuan