Jaminan Kualitas Layanan Gambaran Dimensi Fungsi sistem kesehatan

84 • PKMK FK UGM kan. Publik menjadi sangat terbatasi untuk mengontrol program-program yang dilak sanakan di daerah, sehingga akuntabilitas kebijakan-kebijakan tersebut sangat lemah dan tidak memiliki daya tanggap yang tinggi terhadap kebutuhan publik. Ini berbeda dengan kegiatan di sektor lain yang didanai oleh APBD yang bisa diketahui pencapaiannya, walaupun memang tidak selalu mudah. Dengan demikian, dimensi akuntabilitas dan daya tanggap tidak terintegrasi. Tabel 7. Tingkat Integrasi berdasarkan Dimensi Fungsi Sistem Kesehatan Fungsi sistem kesehatan Dimensi p pDp mD

1. manajemen dan regulasi

1. Regulasi +++ +++ +++ 2. Formulasi Kebijakan +++ +++ +++ 3. Akuntabilitas dan Daya Tanggap + + +

2. pembiayaan 4. Pengelolaan Sumber Pembiayaan

+ + NA 5. Penganggaran, Proporsi, Distribusi dan pengeluaran + + + 6. Mekanisme pembayaran layanan + + +

3. sDm 7. Kebijakan dan sistem manajemen

+ + NA 8. Pembiayaan + ++ NA 9. Kompetensi + +++ NA

4. penyediaan obat dan

perlengkapan medik 10. Regulasi penyediaan, penyimpanan, diagnostik dan terapi + +++ NA 11. Sumber daya + +++ NA

1. sistem informasi

12. Sinkronisasi sistem informasi + + + 13. Diseminasi dan pemafaatan + + +

2. partisipasi masyarakat

14. Partisipasi Masyarakat + + + 15. Akses dan Pemanfaatan layanan ++ ++ ++

3. penyediaan layanan

16. Ketersediaan layanan +++ +++ +++ 17. Koordinasi dan rujukan +++ +++ + 18. Jaminan kualitas layanan ++ ++ + Keterangan: +++ = terintegrasi penuh; ++ = terintegrasi sebagian; + = tidak terintegrasi P = Pencegahan; PDP = Pengobatan, Dukungan dan Perawatan; MD = Mitigasi Dampak INTEGRASI UPAYA PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS KE DALAM SISTEM KESEHATAN • 85 Semua dimensi dalam subsistem pembiayaan tidak terintegrasi. Di dimensi pengelolaan sumber pembiayaan, tidak ditemukan adanya mekanisme koordinasi atas berbagai sumber pembiayaan yang ada. Tidak ada koordinasi sumber pendanaan dari pusat dan MPI, di mana dana dari pusat bisa secara langsung dialokasikan kepada pihak LSM, KPAD ataupun Dinkes. BappedaBappeko juga tidak melakukan prakiraan kebutuhan pendanaan program HIV dan AIDS lalu kemudian mengumpulkan berbagai sumber pendanaan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, sehingga besaran pengang garan sangat fluktuatif tergantung ketersediaannya. Sementara sinkronisasi pengalokasian dana berdasarkan kebutuhan juga tidak berjalan. Pada dimensi pemba yaran layanan kesehatan, mekanisme pembayaran layanan HIV dan AIDS masih berbeda dengan mekanisme pembayaran layanan kesehatan umum. JKN tidak menanggung pengobatan ARV karena masih ditanggung oleh program. JKN juga tidak menanggung serangkaian tes yang perlu dilalui sebelum inisiasi ARV pra- ARV dan perawatan bagi pecandu narkoba. Pengelolaan SDM tidak terintegrasi karena ada sistem pengelolaan SDM HIV dan AIDS yang berjalan paralel dengan pengelolaan SDM kesehatan. Di semua lokasi penelitian, belum ada kebijakan yang mengatur tentang pengelolaan SDM HIV dan AIDS di luar SDM kesehatan, seperti tenaga penjangkau, tenaga lapangan, manajer kasus, pendamping ODHA buddies yang kebanyakan dari LSM. Terkait pembiayaan SDM, tenaga kesehatan di layanan kesehatan pemerintah yang melakukan tugas- tugas pengobatan dibiayai melalui anggaran daerah untuk sektor kesehatan. Namun, di daerah yang masih didanai oleh MPI, tenaga kesehatan ini mendapat insentif tambahan apabila melakukan tugas terkait HIV dan AIDS. Ini mengakibatkan HIV dan AIDS dipandang sebagai tugas tambahan oleh tenaga kesehatan, sehingga tidak bisa dikatakan terintegrasi penuh. Pengaturan standar kompetensi teknis hanya terintegrasi untuk tenaga kesehatan yang melakukan layanan pengobatan. Tetapi, untuk layanan PP dan MD yang dilakukan oleh lebih banyak tenaga di luar tenaga kesehatan formal, tidak ada standar kompetensi yang ditetapkan. Fungsi penyediaan farmasi dan alat kesehatan dalam intervensi PDP telah terintegrasi dengan fungsi yang sama dalam sistem kesehatan. Kebijakan penyediaan, distribusi, dan penyimpanan alat kesehatan dan farmasi sudah sesuai dengan yang berlaku secara umum di sektor kesehatan. Namun, untuk alat pencegahan seperti kondom dan alat suntik steril tidak terintegrasi karena dari pengadaan sampai distribusi dan penyimpanannya tidak dilakukan oleh sektor kesehatan. Pembiayaan pun menunjukkan hal serupa di mana pembiayaan alat pencegahan ditanggung oleh MPI sementara obat ARV dan obat IO disediakan oleh APBN atau APBD.