4904
2.7 Penetapan Kadar Baku Monosodium Glutamat Dengan Cara Titrasi Bebas Air Sebagai Basa
Ditimbang dengan seksama 233,9 mg Monosodium Glutamat baku dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer 250 ml, dilarutkan dalam 36,5 ml asam asetat glacial, ditambahkan 3 tetes indikator kristal violet, dititrasi dengan
asam perklorat 0,1 N sampai warna ungu berubah menjadi hijau biru.Lakukan penetapan blanko.
2.8 Penetapan Kadar Monosodium Glutamat Pada Sampel Bumbu Mie instan
Ditimbang dengan seksama masing-masing bumbu mie instan sebanyak ± 250 mg. Larutkan dalam 36,5 ml asam asetat glacial, di tambahkan 3 tetes indicator Kristal violet, dititrasi dengan asam perklorat 0,1 N sampai
warna ungu berubah menjadi hijau biru. Lakukan penetapan blanko Kodeks Makanan Indonesia, 2001.
3 Hasil Dan Pembahasan 3.1 Uji Kualitatif Monosodium Glutamat Pada Bumbu Mie Instan
Filtrat hasil ekstraksi sebanyak 5 mL dipanaskan, lalu ditambahkan 1 mL ninhidrin adalah positif warna ungu. Fungsi dari ninhidrin tersebut adalah untuk membuktikan adanya asam amino bebas protein dalam sampel
bumbu Mie Sedap Sampel A dan Indomie Sampel B. Hasil yang diperoleh positif adanya MSG dalam sampel A dan sampel B.
Hasil filtrat yang diperoleh di pijar dengan kawat Nikel-krom yaitu terbentuk nyala kuning. Nyala kuning berasal dari natrium yang terdapat pada MSG. Hasil yang diperoleh positif, sehingga kandungan MSG positif
terhadap kedua sampel.
3.2 Data Pambakuan Asam Perklorat 0,1 N
Larutan pentiter distandardarisasi terlebih dahulu sebelum dipergunakan untuk penentuan kadar MSG. Hal ini harus dilakukan karena banyak faktor yang dapat mempengaruhi pembuatan larutan konsentrasi asam
perklorat. Table 3.1 Data Hasil Pembakuan Asam Perklorat
No. Kalium Biftalat mg
Volume HClO
4
mL 1.
409,4 23,2
2. 408,5
23,6 3.
409,0 23,6
Volume Blanko= 0,2 mL
3.3 Penetapan Kadar Monosodium Glutamat MSG Murni Secara Titrasi Bebas Air Sebagai Basa
Tabel 3.2 Data Hasil Penetapan Kadar Baku Monosodium Glutamat Murni
No. Berat MSG
Volume HClO
4
1. 234,5 mg
29 mL 2.
234,7 mg 29,2 mL
3. 234,9 mg
29,3 mL
Volume Blanko= 0,2 mL
4905
Perhitungan :
Kadar rata-rata yang diperoleh dari bahan baku Monosodium Glutamat adalah 99,4209 . Menurut Kodeks Makanan Indonesia 1979, syarat Monosodium Glutamat baku tidak kurang dari 98,5 dan tidak
lebih dari 101,5 . Dari hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar Monosodium Glutamat memenuhi batas persyaratan yang ditetapkan.
3.4 Penetapan Kadar Monosodium Glutamat MSG Pada Sampel
Penetapan kadar Monosodium Glutamat pada bumbu Mie Instan dilakukan secara uji kuantitatif. Analisis kadar Monosodium Glutamat dengan Titrasi Bebas Air Sebagai Basa. Kandungan
MSG yang
diperoleh dari hasil penelitian pada sampel A dan B dapat dilihat masing-masing pada tabel 3. 3 dan 3.4. Tabel 3.3 Kadar Monosodium Glutamat Pada Sampel A
Kode Sampel Kadar MSG
Berat MSG dalam 1 bungkus mg
A.1 15,9674
675,9 A.2
10,5022 657,5
A.3 15,3163
739,5 A.4
15,8771 1322,4
A.5 14,6970
646,5 A.6
Bumbu: 12,1154 Bumbu: 545,5
Pelengkap: 0,3215 Pelengkap: 13,5
A.7 Bumbu: 14,4901
Bumbu: 623,4 Pelengkap: 0,3214
Pelengkap: 111,4
Tabel 3.4 Kadar Monosodium Glutamat Pada Sampel B
Kode Sampel Kadar MSG
Berat MSG dalam 1 bungkus mg
B.1 15,9861
851,4 B.2
15,3321 493,6
B.3 12,9820
640,6 B.4
12,0066 521,8
B.5 11,7982
606,2 B.6
8,9013 480,8
B.7 10,7363
412,9 B.8
15,3404 835,4
B.9 10,9497
500,2 B.10
10,5118 400,1
Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa MSG lebih banyak terdapat pada bumbu sampel A. Berdasarkan MSG pada bumbu mie instan diatas maka konsumsi rata-rata adalah sebanyak 1
bungkus perhari bila tidak memiliki riwayat penyakit apa pun, karena ambang batas Mosodium Glutamat adalah 0,3-1 g perhari.
4 . Kesimpulan
4906
Kadar Monosodium Glutamat yang tertinggi terdapat pada bumbu mie instan dengan kode sampel A.1 dengan kadar 15,9674 dan yang terendah terdapat pada bumbu mie instan dengan kode sampel B.6 yaitu
8,9013 . Monosodium Glutamat pada bumbu Mie Instan diatas masih boleh dikonsumi sebanyak 1 bungkus sehari, karena ambang batas konsumsi Mosodium Glutamat adalah 0,3-1 g perhari.
Daftar Pustaka
Arisman, MB, 2009.
Keracunan Makanan
. EGC. Jakarta, Hal. 61-64. BPOM, 2003.
Bahan Tambahan Pangan
. Direktorat SPKP, Deputi III, Jakarta. Day, R.A, and Underwood, A, 1980.
Analisa Kimia Kuantitatif
. Edisi Keempat. Erlangga, Jakarta, Hal.159- 162.
Ditjen POM, 1979.
Farmakope Indonesia
. Edisi Ketiga. Departemen Kesehatan RI, Jakarta, Hal.310 dan 744. Depkes RI, 2001.
Kodeks Makanan Indonesia Tentang Bahan Tambahan Makanan
. Depkes RI, Jakarta. Hal. 63-64.
Horwitz, W. 1995.
Official Methods of analysis of the Association of Official Analytical
. Chemists, 12
th
ed. Washington, DC : Association of Official Analytical Chemists. P. Hal. 382.
Ismullah, Sarah, 2011.
Mie Instan, Sakit Instan
. Pustaka Rama, Yogyakarta. Hal.53-60. Khopkar, S. M, 2008
. Konsep Dasar Kimia Analitik
. UI-Press, Jakarta. Hal. 6-7, 40-41, 229. Rohman, A, 2007.
Kimia Farmasi Analisis
, Cetakan I. Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Hal. 120-123, 141-142, 252-254.
Winarno, F. G, 1980.
Kimia Pangan Dan Gizi
. PT. Gramedia, Jakarta. Hal.208-210.
4907
MODEL PBM DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA
Cut Latifah Zahari
15
Irpan Apandi Batubara
16
ABSTRAK
Meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematika siswa dengan penerapan model Pembelajaran Berbasis Masalah PBM di kelas VIII SMP Negeri 1 dan SMP Negeri 2 Patumbak sangat
penting dilakukan hal ini disebabkan oleh rendahnya kemampuan siswa dalam memahami konsep dan komunikasi matematika. Tujuan penelitian ini adalah diperolehnya informasi tentang peningkatan
kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematika siswa dengan menerapkan model PBM. Penelitian ini dikategorikan ke dalam penelitian eksperimen semu, dengan rancangan eksperimen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Pretes Posttest Control Group Design.Hasil dari penelitian ini adalah secara keseluruhan adalah model PBM secara signifikan dapat meningkatkan kemampuan pemahaman
konsep dan komunikasi matematika siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Demikian pula dengan kadar aktivitas siswa yang bernilai positif selama mengikuti pembelajaran matematika melalui model
PBM.
Kata Kunci : Model PBM, Pemahaman Konsep, dan Komunikasi Matematika Pendahuluan
Pembelajaran matematika memiliki fungsi sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, logis, kreatif, dan bekerja sama yang diperlukan siswa dalam kehidupan modern. Seperti tercantum dalam
salah satu tujuan pembelajaran matematika dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP bahwa melalui pembelajaran matematika siswa dapat mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan
penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.
Kenyataan yang dihadapi pada saat ini adalah pembelajaran matematika beserta sistem evaluasi selama ini kurang memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengemukakan idegagasan karena pembelajarannya terpusat
pada guru
teacher-centred
dimana guru memilki peran aktif sementara siswa menjadi pasif.Pembelajaran seperti itu merupakan pola belajar konvensional karena suasana kelas masih didominasi oleh guru dan titik berat
pembelajaran ada pada keterampilan tingkat rendah. Pembelajaran matematika yang konvensional lebih menuntut
15
Dosen Yayasan Prodi Pendidikan Matematika, FKIP, UMN Al Washliyah Medan cut_mathyahoo.com
16
Dosen Yayasan Prodi Pendidikan Bahasa Inggris, FKIP, UMN Al Washliyah Medan irpan.batubarayahoo.co.id
4908
kepada hasil dimana siswa hanya tinggal menerapkan atau menggunakan rumus atau algoritma ketimbang menuntut pada proses. Demikian pula dalam kemampuan pemahaman konsep matematika siswa, yang juga
menjadi sebuah permasalahan serius yang harus segera ditangani, sehingga kemampuan siswa terhadap kompetensi dasar yang diinginkan tercapai dalam kurikulum pembelajaran matematika kemampuan pemahaman terhadap
konsep-konsep dasar matematika merupakan syarat mutlak harus dipenuhi.
Pentingnya kemampuan pemahaman matematik merupakan suatu kekuatan yang harus diperhatikan dan diperlakukan secara fungsional dalam proses dan tujuan pembelajaran matematika, terlebih lagi sense memperoleh
pemahaman matematik pada saat pembelajaran, hal tersebut hanya bisa dilakukan melalui pembelajaran dengan pemahaman. Demikian pula dengan kemampuan komunikasi yang menuntut siswa agar dilibatkan secara aktif
dalam mengerjakan matematika, ketika diminta untuk memikirkan ide-ide mereka, berbicara menyampaikan idenya, mendengarkan siswa lain ketika menyampaikan idegagasan, berbagi ide, menyusun strategi dan solusi.
Berdasarkan permasalahan yang ditemukan, sudah menjadi keharusan bagi setiap guru untuk menitikberatkan pengajaran matematika pada masalah keseharian siswa agar mampu melakukan translasi dan
membentuk pengetahuan awal atau konsep baru dalam struktur kognitif siswa, konsep-konsep tersebut dibahas dan sedapat mungkin melatih siswa untuk membangun sendiri konsep dari masalah yang ada. Dari masalah yang
diberikan siswa terlatih untuk memanipulasi simbol-simbol, melontarkan pertanyaan dan mencari jawabannya baik mandiri atau kelompok, mengkonsilasikan apa yang ditemukan dan membandingkannya dengan temuan siswa yang
lain dan berkomunikasi secara matematik. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut adalah dengan
menerapkan model pembelajaran berbasis masalah PBM, Model PBM selain menyajikan kepada siswa masalah yang autentik, bermakna, memberikan kemudahan untuk melakukan penyelidikan, belajar tentang cara berpikir
kritis dan keterampilan pemecahan masalah, juga dapat menggunakan masalah tersebut ke dalam bentuk pengganti dari suatu situasi masalah model matematika atau aspek dari suatu situasi masalah yang digunakan untuk
menemukan solusi. Selain itu, model PBM siswa dapat merepresentasikan masalah tersebut dalam obyek, gambar, kata-kata, atau simbol matematika.Model pembelajaran ini sesuai dengan perspektif konstruktivisme yang memiliki
prinsip bahwa pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri baik secara personal maupun sosial. Model ini memiliki ciri khas sebagai berikut yaitu :
a. Pengajuan Masalah atau Pertanyaan. Pembelajaran berbasis masalah mengorganisasikan pembelajaran disekitar pertanyaan dan masalah sosial
yang penting bagi siswa dan masyarakat.Pertanyaan atau masalah itu bersifat autentik nyata bagi siswa dan tidak mempunyai jawaban sederhana. Pertanyaan atau masalah itu menurut Arends dalam Trianto, 2009 harus
memenuhi kriteria sebagai berikut: Autentik, yaitu masalahnya harus dikaitkan dengan pengalaman riil siswa dan bukan dengan prinsip-prinsip
disiplin akademis tertentu. Misteri, yaitu masalah yang diajukan bersifat misterius atau teka-teki.
Bermakna, yaitu masalah yang diberikan bermakna bagi siswa dan sesuai dengan tingkat perkembangan
intelektual siswa. Luas, yaitu masalah tersebut sesuai dengan waktu, ruang, dan sumber yang tersedia.
4909
Bermanfaat, yaitu masalah yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan memungkinkan siswa merasakan kebergunaan matematika, serta membangkitkan motivasi belajar siswa.
b. Berfokus pada keterkaitan antardisiplin. Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah mungkin berpusat pada
mata pelajaran tertentu IPA, matematika dan ilmu-ilmu sosial. c.
Penyelidikan autentik. Mereka harus menganalisis dan mendefenisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpul dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen jika diperlukan
d. Menghasilkan produk dan memamerkannya.Diharapkan siswa mampu menghasilkan bentuk karya nyata atau
artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. e.
Kolaborasi. Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama atau dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil.
Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah
TAHAP-TAHAP TINGKAH LAKU GURU
TAHAP1
Orientasi siswa pada masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan
logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah,
memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.
TAHAP 2
Mengorganisasikan siswa untuk belajar Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah.
TAHAP 3
Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang
sesuai, melaksanakan
eksperimen, untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
TAHAP 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video,
dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya
TAHAP 5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-
proses yang mereka gunakan.
Sumber : Ibrahim dalam Trianto 2010
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ―apakah peningkatan pemahaman konsep dan komunikasi matematika siswa dengan penerapan model PBM lebih baik pembelajaran konvensional ?‖ dan bagaimanakah
kadar aktivitas siswa dalam penerapan model PBM dapat memenuhi kriteria pencapaian efektivitas pembelajaran matematika ?.
Metode Peneliltian
Lokasi pada penelitian ini adalah SMP Negeri 1 Patumbak dan SMP Negeri 2 Patumbak.Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian ini adalah karena tingkat akreditasi sekolah C cukup dan dengan pertimbangan tingkat
perkembangan kognitif siswa SMP masih pada tahap peralihan dari operasi konkrit ke operasi formal sehingga sesuai untuk diterapkannya pembelajaran berbasis masalah.Penelitian ini dilakukan dengan metode quasi
experiment sebab kelas yang digunakan telah terbentuk sebelumnya.Penelitian yang diawali dengan pengembangan perangkat pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP, Lembar Aktivitas Siswa LAS, Tes
pemahaman konsep dan komunikasi matematika.
4910
Penelitian ini dikategorikan ke dalam penelitian eksperimen semu. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tiga tahapan, yaitu: 1 Tahap pengembangan perangkat pembelajaran dan instrumen
penelitian, 2 Tahap uji coba perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian, 3 Tahap pelaksanaan eksperimen. Setiap tahapan dirancang sedemikian sehingga diperoleh data yang valid sesuai dengan karekteristik varabel sesuai
dengan tujuan penelitian Berkaitan dengan pertanyaan penelitian, aktivitas siswa dianalisis dengan analisis statistik deskriptif.Data
tentang hasil belajar dianalisis dengan ststistik inferensial.Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap seperangkat data data hasil pretes, tes kemampuan penalaran matematik, tes kemampuan komunikasi matematik, dan angket
tentang sikap yang telah dikumpulkan selama pelaksanaan penelitian berlangsung. Pengolahan data dalam pengujian hipotesis antara lain dengan uji normalitas dan homogenitas, selanjutnya dilakukan uji
t.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal kemampuan pemahaman konsep pada masing-masing pembelajaran, Berarti dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemahaman
konsep yang diajarkan dengan model PBM lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Kemampuan pemahaman konsep dalam penelitian ini ditunjukkan dengan kondisi siswa yang telah
mamahami bahwa keberadaan konsep tidak lagi terkait dengan benda-benda kongkrit tertentu tetapi bersifat umum.mengetahui asal muasal dari konsep yang telah dihasilkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata
kemampuan pemahaman konseppada siswa dengan mengikuti model PBM jauh lebih baik daripada kelas yang
dikenai pembelajaran konvensional.
Model PBM secara signifikan telah berhasil meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Hal ini dimungkinkan karena dalam penerapan model
PBM, siswa dibantu untuk menemukan konsep berdasarkan masalah dan seluruh permasalahan dikaitkan dengan dunia nyata siswa lingkungan sekitar. Hasil penelitian yang digambarkan diatas sesuai dengan tinjauan pustaka,
bahwa model PBM itu harus bermakna artinya dalam proses pembelajaran guru harus mengaitkan informasi yang diberikan terhadap pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Guru harus melibatkan siswa secara aktif dalam
menemukan konsep, prinsip, dan aturan dalam memecahkan masalah matematika, sehingga siswa lebih memahami konsep dan dapat menggunakan konsep untuk memecahkan masalah sebab merekalah yang menemukan konsep
pengetahuan matematika tersebut. Hal ini tidak hanya membuat pembelajaran lebih efektif tetapi siswa memperoleh standar yang tinggi dalam pembelajaran, mampu berpikir kritis, logis, sistematis, kreatif dan bertanggung jawab
Johnson, 2007. Demikian pula dengan kemampuan komunikasi matematika siswa bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan dalam hal kemampuan komunikasi matematika pada masing-masing pembelajaran, Berarti dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematika yang diajarkan dengan model PBM lebih baik
dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Kemampuan komunikasi matematika dalam penelitian ini ditunjukkan dengan kondisi siswa yang mampu
untuk 1 merefleksikan benda-benda nyata, gambar, atau ide-ide matematika, 2 membuat model situasi atau
4911
persoalan menggunakan metode oral, tertulis, konkrit, grafik, dan aljabar, 3 menggunakan keahlian membaca, menulis, dan menelaah, untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide, simbol, istilah, serta informasi
matematika, 4 merespon suatu pernyataanpersoalan dalam bentuk argumen yang meyakinkan. Bila dikaitkan proses yang terjadi dalam model PBM dengan teori Bruner, yang menyatakan bahwa
belajar adalah proses kognitif dan melibatkan tiga proses yang berlangsung secara bersamaan. Ketiga proses tersebut adalah memperoleh informasi baru, transformasi informasi, dan menguji relevansi dan ketepatan
pengetahuan. Proses model PBM lebih mengutamakan kemandirian dan keaktifan siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan, dimana siswa berusaha mengali konsep matematika, membuat rumusan atau model dari informasi
yang ditemukan, menyajikan informasi tersebut kedalam tabel dan grafik, membuat dugaan penyelesaian dan menyelesaikan masalah menggunakan rumusan yang telah diperoleh serta menarik kesimpulan. Pada model PBM
adanya pembagian kelompok belajar siswa dengan komposisi heterogen, yaitu terdiri dari siswa yang pandai, sedang dan kurang. Kehadiran siswa pandai dapat menjadi tutor sebaya bagirekan-rekannya untuk saling berbagi.
Melalui komunikasi yang terjadi dikelompok-kelompok kecil, pemikiran matematis siswa dapat diorganisasikan dan dikonsolidasikan. Pengkomunikasian matematika yang dilakukan siswa pada setiap kali pelajaran matematika,
secara bertahap tentu akan dapat meningkatkan kualitas komunikasi, dalam arti bahwa pengkomunikasian pemikiran matematika siswa tersebut makin cermat, tepat, sistematis dan efisien.
Bila ditinjau dari aktivitas siswa, terdapat peningkatan kadar aktivitas aktif siswa dimana pada pertemuan pertama terdapat 5 kategori pengamatan aktivitas aktif siswa yang belum berada pada batas toleransi yang
ditentukan, selanjutnya pada pertemuan berikutnya semua kategori pengamatan aktivitas aktif siswa sudah berada pada batas toleransi yang ditentukan. Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi
antara guru dengan siswa atau sesama siswa, mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif setiap siswa melibatkan kemampuannya secara maksimal.
Pembahasan
Pada bagian ini akan diuraikan gambaran dan penafsiran terhadap data hasil penelitian. Gambaran dan penafsiran ini dilakukan terhadap kemampuan pemahaman konsep matematika, komunikasi matematika dan
aktivitas aktif siswa serta kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran berbasis masalah. Hasil penelitian di atas sangat beralasan, bila diperhatikan terhadap karekteristik-karakteristik yang ada pada model pembelajaran
berbasis masalah, secara teoritis model pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa kelebihan dan bila kelebihan itu diterapkan dengan maksimalkan di kelas, sangat memungkinkan proses dan hasil pembelajaran akan
lebih baik. Bila dikaitkan proses yang terjadi dalam model pembelajaran berbasis masalah, siswa mengerjakan
permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri, ketrampilan tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan kepercayaan diri siswa. Hal ini sejalan dengan
teori model PBM bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran anak akibat dari interaksi secara aktif dengan lingkungannya melalui proses
assimilasi
penyerapan setiap informasi baru ke dalampikirannya dan proses
akomodasi
kemampuan menyusun kembali struktur pikirannya karena ada informasi yang baru diterimanya. Dalam model pembelajaran berbasis masalah, jika dilihat dari hubungan antara proses
assimilasi
dengan model ini, siswa pertama-tama dihadapkan kepada suatu masalah yang merupakan informasi baru yang masuk dalam
4912
pikirannya, kegiatan siswa lebih di fokuskan untuk berpikir menemukan solusi pemecahan masalah tersebut, hal ini mengakibatkan aktivitas fisik dan mental mereka telibat langsung dalam proses untuk memahami konsep,
menemukan informasi, prosedur matematika dalam masalah, sehingga telah memicu terjadinya konflik kognitif dalam diri siswa
Demikian pula dengan peningkatan kemampuan komunikasi matematika siswa, dimana proses pembelajaran berbasis masalah lebih mengutamakan kemandirian dan keaktifan siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan,
dimana siswa berusaha mengali konsep matematika, membuat rumusan atau model dari informasi yang ditemukan, menyajikan informasi tersebut kedalam tabel dan grafik, membuat dugaan penyelesaian dan menyelesaikan
masalah menggunakan rumusan yang telah diperoleh serta menarik kesimpulan. Pada model pembelajaran berbasis masalah adanya pembagian kelompok belajar siswa dengan komposisi heterogen, yaitu terdiri dari siswa
yang pandai, sedang dan kurang. Kehadiran siswa pandai dapat menjadi tutor sebaya bagi rekan-rekannya untuk saling berbagi. Hal ini membantu siswa agar tidak ada rasa enggan, rendah diri, malu dan sebagainya untuk
bertany a maupun minta bantuan pada teman sebaya‖. Melalui komunikasi yang terjadi dikelompok-kelompok
kecil, pemikiran matematis siswa dapat diorganisasikan dan dikonsolidasikan. Pengkomunikasian matematika yang dilakukan siswa pada setiap kali pelajaran matematika, secara bertahap tentu akan dapat meningkatkan kualitas
komunikasi, dalam arti bahwa pengkomunikasian pemikiran matematika siswa tersebut makin cermat, tepat, sistematis dan efisien.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1.
Pembelajaran berbasis masalah dapat membantu siswa meningkatkan kemampuan pemahaman matematika siswa. Siswa terbantu dengan baik dalam memahami konsep ide matematika, prosedur, dan fakta.
2. Pembelajaran berbasis masalah dapat membantu siswa meningkatkan kemampuan komunikasi matematika
siswa. Siswa terbantu dengan baik dalam mengungkapkan idegagasan, menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide matematik melalui tulisan
written texts, drawing, and mathematical expression
. 3.
Kadar aktivitas siswa selama mengikuti model PBM meningkat dan efektif, sehingga kegiatan pembelajaran matematika menjadi lebih menyenangkan.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti menyarankan: 1.
Pembelajaran berbasis masalah dapat dijadikan salah satu alternatif pembelajaran matematika yang efektif dalam meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematika siswa.
2. Penelitian ini mengindikasikan bahwa selain meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi
matematika siswa, pembelajaran matematika dengan pembelajaran berbasis masalah dapat memacu antusiasme siswa dalam belajar matematika. Oleh karena itu pembelajaran seperti ini dapat dikembangkan pada materi-
materi matematika dan jenjang pendidikan yang berbeda.
Daftar Pustaka
Ansari, B. I. 2009.
Komunikasi Matematika Konsep dan Aplikasi
. Banda Aceh: Yayasan PeNA.
4913
Suherman. 2006. ―
Pembelajaran Berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa SMP
‖ Jurnal cakrawala februari 2007. Tahun XXVI. No 1 halaman 41 – 62. Tim
PLPG.2008. ―Metodologi Pembelajaran Matematika” Modul Pelatihan Pendidikan Guru. Medan: Jurusan Pendidikan Matematika, Unimed.tidak dipublikasi.
Trianto.2010.
Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif
.Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
KANDUNGAN SENYAWA METABOLIT SEKUNDER PADA EKSTRAK GETAH MANGROVE
Excoecaria agallocha
PADA PELARUT N-HEXANE Dian Puspitasari
17
ABSTRAK
Bahan dari alam memiliki berbagai kandungan yang telah dimanfaatkan secara turun temurun oleh masyarakat umum, salah satunya dalam bidang pengobatan. Kandungan senyawa aktifnya antara lain alkaloid, flavonoid dan
terpenoid. Salah satu bahan yang berasal dari alam adalah mangrove, contohnya E. agallocha. Getah mangrove E.agallocha telah dimanfaatkan secara turun temurun, baik sebagai obat tradisional maupun untuk hal yang lain
seperti sebagai racun ikan maupun mengobati perut kembung. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa mengenai kandungan senyawa aktif dari getah kulit batang mangrove E. agallocha pada pelarut n-hexane. Metode
yang digunakan adalah experimental laboratories. Tahapan yang dilakukan antara lain ekstraksi, KLT, KKT, dan identifikasi golongan senyawa yang dimiliki oleh ekstrak getah E. agallocha uji fitokimia. Hasil uji fitokimia
menunjukkan bahwa ekstrak ini mengandung golongan senyawa terpenoid.
Kata Kunci: Getah E. agallocha, n-Hexane, Uji fitokimia Pendahuluan
Pengembangan bahan alam merupakan usaha potensial untuk mendapatkan bahan kimia baru yang sulit disintesis di laboratorium Achmad,1995. Informasi pemanfaatan mangrove jenis
E. agallocha
sebagai sumber bahan obat sudah dikenal yakni pemanfaatan akarnya yang digunakan sebagai obat sakit gigi, bengkak pada tangan
dan kaki, daunnya memiliki potensi sebagai antibakteri maupun antijamur Agoromoorthy
et al,
2007 dan getah
E. agallocha
dapat dimanfaatkan obat perut kembung Konishi
et al,
2003, sebagai racun ikan Kokpol, 1987; Rusila
et al.,
1999 dan sebagai obat antitumor Konoshima
et al.,
2001. Informasi tulisan pemanfaatn getah mangrove masih jarang ditemukan padahal tumbuhan mangrove jenis
E. agallocha
mengandung banyak getah.
17
Program Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Asahan
4914
Getah merupakan salah satu bentuk metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tumbuhan diantaranya mangrove jenis
E. agallocha.
Metabolit sekunder merupakan salah satu mekanisme pertahanan diri dari organisme misalnya tumbuhan. Senyawa metabolit sekunder sangat bervariasi jumlah dan jenisnya dari setiap tumbuh-
tumbuhan dan senyawa ini penting untuk kelangsungan hidup serta berpotensi sebagai antikanker, antivirus, antibakteri, antioksidan maupun antijamur Sudiro, 1998. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa mengenai
kandungan senyawa aktif dari getah kulit batang mangrove
E.agallocha
pada pelarut n-hexane.
Bahan dan Metode
Sampel getah
E.agallocha
diambil dari vegetasi mangrove yang berada di pantai Teluk Awur-Jepara. Ekstraksi Sampel
Ekstaksi dilakukan menggunakan
seperatory funnel.
Sampel dimasukkan kedalam
separatory funnel
, kemudian ditambahkan pelarut n-heksana.
Separatory funnel
digojog sampai pelarut bercampur dengan sampel, kemudian didiamkan sehingga sampel dan pelarut terpisah menjadi 2 lapisan dan dibiarkan selama 24 jam. Kedua
lapisan dipisahkan dengan cara membuka kran
seperarory funnel
sehingga lapisan bawah mengalir dan ditampung. Lapisan atas dialirkan dengan cara yang sama pada saat mengalirkan lapisan bawah dan ditampung. Sisa-
sisa getah yang masih bercampur dengan lapisan atas disaring menggunakan kertas saring. Ekstraksi diulangi sebanyak 2 kali dengan waktu perendaman 2 jam, sebelum akhirnya dipisahkan. Hasil ekstraksi pada digabung,
kemudian dievaporasi dengan
rotavapour
pada suhu 38 C. Ekstrak yang diperoleh ditampung dalam vial dan
ditimbang. Kromatografi Kolom Terbuka KKT dan Kromatografi Lapis Tipis
Analisis KLT dilakukan dengan fase diam silika gel G dan fase gerak adalah campuran n-heksana dan etil asetat dengan berbagai perbandingan. Ekstrak dari pelarut n-heksana yang diperoleh difraksinasi dengan KKT
menggunakan fase diam silika gel 60 dan fase gerak adalah campuran n-heksana dan etil asetat. Analisis Fitokima
Analisis fitokimia dilakukan terhadap fraksi dengan pelarut n-heksana. Uji yang dilakukan antara lain uji alkaloid, flavonoid, saponin, tannin, kuinon dan terpenoid.
Hasil dan Pembahasan
Ekstraksi getah kulit batang
E. agallocha
dilakukan menggunakan
seperatory funnel
karena sampel berbentuk cair dan dikhawatirkan rusak jika dipanaskan. Ekstraksi cair-cair secara umum digunakan dalam proses
separasi atau pemurnian senyawa dari alam maupun senyawa produk dari suatu reaksi kimia Pavia
et al.,
1995. Ekstrak dengan pelarut n-heksana difraksisinasi dengan kromatografi kolom terbuka KKT. Proses analisis
dilakukan dengan kramotgrafi lapis tipis KLT karena KLT merupakan teknik yang efektif untuk melakukan pemisahan secara cepat dan analisis kuantitatif dari sejumlah kecil material sampel Pavia
et al.,
1995. Keunggulan KLT adalah menggunakan peralatan sederhana, waktu yang singkat 15-60 menit, menggunakan jumlah cuplikan
yang sangat sedikit 0,1 gram serta kebutuhan ruang minimum dan penaganannya sederhana Sthal, 1985. Metode visualisasi pada plat KTL adalah metode yang digunakan untuk melihat senyawa tak berwarna pada
lempeng. Metode yang digunakan adalah menyemprot dengan pereaksi yang menghasilkan warna dan atau
4915
berfluoresensi. Visualisasi pada plat KLT dilakukan menggunakan vanillin-asam sulfat karena diduga menyerap pada cahaya uv Sudjadi, 1988.
Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa. Hasil uji fitokimia ditunjukkan pada Tabel 1. Table 1. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Getah dengan Pelarut n-Heksana
Jenis Uji Fitokimia Warna
WarnaPerubahan yang Seharusnya Terjadi
Hasil Alkaloid
Putih Kekuning-kuningan dan terbentuk
endapan -
Flavonoid Putih Kekuningan
Merah atau jingga -
Saponin Putih Kekuningan, tidak ada
buih Terbentuk busa
- Tannin
Putih Keruh Hitam atau hijau kehitaman
- Kuinon
Putih Merah
- Terpenoid
Merah-cokelat Hijau, merah, cokelat, kuning atau
biru +
Ekstrak dengan pelarut n-heksana difraksinasi dengan kromatografi kolom terbuka KKT. Proses analisis dilakukan dengan kromatografi lapis tipis KLT karena KLT merupakan teknik yang efektif untuk melakukan
pemisahan secara cepat dan analisis kuantitatif dari sejumlah kecil material sampel Pavia
et al.,
1995. Keunggulan KLT adalah menggunakan peralatan sederhana, waktu yang singkat 15-60 menit, menggunakan jumlah cuplikan
yang sangat sedikit 0,1 gram serta kebutuhan ruang minimum dan penaganannya sederhana Sthal, 1985. Metode visualisasi pada plat KLT adalah metode yang digunakan untuk melihat senyawa tak berwarna
pada lempeng. Metode yang digunakan adalah menyemprot dengan pereaksi yang menghasilkan warna dan atau berfluoresensi. Visualisasi pada plat KLT dilakukan menggunakan vanillin-asam sulfat karena diduga menyerap
pada pada cahaya uv Sudjadi, 1988. Perubahan warna yang ditunjukkan adalah adanya warna kuning dan jingga, hal ini mengindikasikan adanya ikatan OH dan C=O. proses kromatografi kolom terbuka KKT menggunakan fase
diam berupa silika gel. Menurut Pavia
et al.,
1995, silika gel bersifat relative ringan terhadap sebagian besar senyawa dan secara luas digunakan untuk berbagai jenis kelompok fungsional hidrokarbon, alcohol, keton, ester,
asam dan senyawa amine yang terdapat dalam tumbuhan. Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa yang terdapat ekstrak getah mangrove. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ekstrak dengan pelarut n-heksana termasuk golongan terpenoid yang ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah kecoklatan. Menurut Harborne 1987, reagen H
2
SO
4
50 biasanya digunakan untuk mendeteksi adanya senyawa terpenoid yang ditunjukkan dengan warna berupa bercak hijau, coklat, kuning,
merah atau biru. Ekstrak getah tidak mengandung alkaloid karena tidak terbentuk endapan kekuning-kuningan, tidak
mengandung flavonoid karena tidak terbentuk warna merah atau jingga dan tidak mengandung kuinon karena tidak terbentuk warna merah. Ekstrak getah tidak mengandung saponin karena tidak terbentuk busadan tidak
mengandung tannin karena tidak terbentuk warna hitam atau hijau kehitaman Nursal dan Siregar, 2005; Indrayani
et al.,
2006.
Kesimpulan dan Saran
4916
Kesimpulan dan penelitian ini adalah bahwa terpenoid merupakan hasil dari analisis fitokimia. Hasil analisis fitokimia belum merupkan senyawa murni ileh karena itu perlu dilakukan penulusuran lebih lanjut untuk
mendapatkan senyawa aktif murni.
Daftar Pustaka
Agoromoorthy, G., M. Chandrasekaran, V. Venkatesalu and M.J. Hsu. 2007. Antibacterial and Antifungal Activities of Fatty Acid Methyl Esters of the Blind-your-eye Mangrove from India. Brazilian Journal of
Microbiology 2007 38:739-742. Harborne, J.W. 1987, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, ITB Press,
Bandung, hlm 6-147. Indrayani, L, H, Soetjipto dan L, Sihasale, 2006. Skrining Fitokimia dan Uji Toksisitas Ekstrak Daun Pecut
Kuda
Stachytarpheta jamaicensis
L. Vahl terhadap Larva Udang
Artemia salina
Leach. Berk. Penel. Hayati: 12 57-61, 2006.
Konishi, T., K. Yamazoe, M. Kanzato, T. Konoshima and Y. Fujiwara, 2003. Three Diterpenoids Excoecarin V1-V3 and a Flavanone Glycoside from the Fresh Stem of
Excoecaria agallocha.
Chem. Pharm. Bull. 51 10 1142-1146 2003
Konoshima, T., T, Konishi, M. Takasaki, K. Yamazoe and H. Tokudo. 2001 Antitumor-Promoting Activity of the Diterpene from
Excoecaria agallocha.
Biol. Pharm. Bull. 24 12 1440-1442 2001. Kokpol, U. 1987. UNESCO Regional Seminar on the Chemistry of Mangrove Plants. Chulangkorn University,
Bangkok, Thailand, 348 p. Nursal dan E.S. Siregar. 2005. Kandungan Senyawa Kimia Ekstrak Daun Lengkuas
Lactuca indica
L, Toksisitas dan Pengaruh Subletalnya Terhadap Mortalitas Larva Nyamuk
Aedes aegypti
LLap. Pen. 2005. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan, hlm, 1-
14. Pavia, D.L., G.M. Lampman, G.S. Kriz and R.G. Engel. 1995. Introductions to Organic Laboratory
Techniquws: A Contemporary Approach. W.B. Saunders College Publishing. Philadelphia, hlm. 723- 768.
Sudjadi. 1988. Metode Pemisahan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta, hlm. 141-174. Sudiro, I. 1998. Produk Alam Hayati Laut dan Prospek Pemanfaatannya di Bidang Kesehatan dan Kosmetika.
Dalam
: Soemadihardjo. Prosiding Seminar Bioteknologi Kelautan Indonesia I. LIPI, Jakarta. Stahl, E. 1985. Analisis Obat secara Kromatografi dan Mikroskopi. ITB. Bandung. Hlm. 3-9.
4917
FAKTOR-FAKTOR PERANAN BERHUBUNGAN DENGAN LAMANYA PENYEMBUHAN LUKA PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS DI RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN TAHUN 2014
Megawati
18
ABSTRAK
Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia didapatkan prevalensi diabetes mellitus sebesar 1.5-2,3 pada penduduk usia lebih dari 15 tahun, bahkan pada suatu penelitian epidemiologis di Manado
didapatkan prevalensi diabetes mellitus 6,1 dan yang mengalami infeksi seperti lukagangren sebanyak 1,8 penelitian yang dilakukan di Jakarta membuktikan adanya kenaikan prevalensi. Prevalensi diabetes
mellitus pada daerah urban di Jakarta meningkat dari 1,7 pada tahun1982 menjadi 5,7 pada tahun 1993. Demikian pula prevalensi diabetes mellitus di ujung pandang daerah urban meningkat dari 1,5 pada
tahun 1981 menjadi 2,9 pada tahun 1998. Di Tasikmalaya didapatkan prevalensi diabetes mellitus sebesar 1,1 dan yang mengalami infeksi luka serta nekrosis sebesar 0,4, sedang di Kecamatan Sesean suatu
daerah terpencil ditanah Toraja didapatkan prevalensi diabetes mellitus hanya 0,8 11 penderta diantara 1310 penduduk umur 30 tahun. Di Surabaya pada penelitian epidemiologis yang dikerjakan oleh Puskesmas
perkotaan pada tahun 1991 yang mencakup 13460 penduduk, didapatkan prevalensi sebesar 1,43 sedang di daerah Rurai pada suatu penelitian yang mencakup 1640 penduduk 1989 juga didapatkan prevalensi yang
hampir sama yaitu 1,47 Aru W. Sudoyo, 2007:1853.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui secara umum lamanya penyembuhan luka penderita diabetes memitus. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh
pasien yang dirawat di ruang rawat inap dengan indikasi diabetes memitus dengan luka ganggren sedangkan
18
Dosen Politeknik Kesehatan Medan Megawati187yahoo.co.id
4918
sampel diambil dengan tehnik total sampling yaitu 20 orang. Lokasi penelitian dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi Medan sejak tanggal 11 September 2014-11 November 2014. Adapun hasil penelitian ini adalah dari
segi diet dari 20 responden dapat dilihat bahwa responden tahu bagaimana tentang diet yang baik sebanyak 70, olahraga latihan jasmani dari 20 responden dapat dilihat bahwa responden tahu tentang manfaat dan
guna olahraga latihan jasmani sebanyak 70, dan pemberian pengobatan insulin secara teratur dan sesuai dengan dosis dari 20 responden dapat dilihat bahwa responden tahu tentang pemberian pengobatan insulin
sebanyak 70, penyuluhan dan edukasi dari 20 responden dapat dilihat bahwa responden melakukan tentang penyuluhan dan edukasi sebanyak 80 dan perawatan luka gangren dari 20 responden dapat dilihat bahwa
responden tahu melakukan perawatan luka gangren sebanyak 70.
Kata Kunci : Penyembuhan luka.
Pendahuluan
Pembangunan kesehatan Indonesia diarahkan guna mencapai pemecahan masalah kesehatan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Sejak awal pembangunan kesehatan
telah diupayalam untuk memecahkan masalah kesehatan lingkungan, program imunisasi, dan penemuan obat- obatan efektif untuk membantu masyarakat dalam menanggulangi penyakit dan kesakitannya Warpadji, 2007.
Beban serupa tampak lebih nyata lagi kalau dilihat angka Mc Carthy dan Zimmert 1993 yang memperkirakan jumlah pasien diabetes mellitus di dunia akan mencapai 306 juga jiwa pada tahun 2020.
Lamanya penyembuhan luka pada penderita Diabetes mellitus pada umumnya tidak dapat diperkirakan, hal ini disebabkan oleh karena penyembuhan luka amat berhubungan dengan glukosa darah. Moya J. Morison
menyimpulkan adanya korelasi yang bermakna antara prevalensi infeksi dan tingginya kadar glukosa darah. Menurut hasil laporan perawatan Diabetes mellitus di RSUD Dr.Pirngadi Medan lamanya penyembuhan
lukagangrene pada pasien diabetes mellitus umumnya kurang lebih 1 bulan yang diikuti dengan pengaturan intakediet pasien keadaan luka pasien pascah penyembuhan biasanya meninggalkan suatu jaringan parut yang
berkelok dan penyembuhan tidak sempurna serta tampak permukaan kulit agak kehitaman dan bukan merupakan nekrotik. Latihan jasmani dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama ½ jam yang sifatnya sesuai
CRIPE Continious, Rhytimical, Interval, Progressive, Endurance training. Latihan dilakukan terus-menerus tanpa berhenti.
Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan kegiatan jasmani yang teratur tetapi kadar gula darahnya masih belumbaik, dipertimbangkan pemakaian obat berkhasiat hipoglikemik oralsuntikan. Suzanne C.
Smeltzer, 2004:1226.
Perumusan Masalah
Dengan memperhatikan uraian pada latar belakang, maka peneliti mencoba untuk merumuskan masalah yang akan diteliti yaitu :
―Tingginya angka kejadian gangrene pada penderita Diabetes Mellitus di Dr. Pirngadi Medan dengan lamanya penyembuhan luka‖.
Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan lamanya penyembuhan luka pada penderita diabetes mellitus.
2. Tujuan Khusus
4919
a. Mengetahui hubungan lamanya penyembuhan luka pada penderita Diabetes mellitus yang berhubungan
dengan diet. b.
Mengetahui lamanya penyembuhan luka pada penderita Diabetes mellitus yang berhubungan dengan olahraga dan latihan jasmani.
c. Mengetahui lamanya penyembuhan luka pada penderita Diabetes mellitus yang berhubungan dengan
pemberian pengobatan insulin secara teratur sesuai dengan dosis pemberian. d.
Mengetahui lamanya penyembuhan luka pada penderita Diabetes mellitus yang berhubungan dengan penyembuhan dan edukasi.
Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti, berguna untuk memberikan peningkatan pengembangan ilmu pengetahuan untuk terus
mencari solusi yang lebih baik lagi dalam meminimalkan perawatan penyembuhan luka pada penderita diabetes mellitus.
2. Bagi institusi RSUD Dr.Pirngadi Medan penelitian ini dapat memberikan informasi tentang lamanya
penyembuhan luka pada penderita diabetes mellitus. 3.
Bagi pasien yang diteliti, berguna untuk memberikan masukan dan motivasi serta pengetahuan.
Metode Penelitian Jenis dan Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif sederhana atau
desain cross sectional
yang dibahas hanya satu keadaan tertentu secara terpisah tanpa menghubungkannya dengan keadaan lain.
Analisa Data
Pengolahan data yang sudah terkumpul diolah dengan cara manual Analisa data dilakukan dengan cara deskriptif melalui tabel distribusi frekuensi dan perhitungan jumlah
relatif persentase. Pengukuran dan pengamatan variabel penelitian dengan menggunakan kuesioner yang diberikan kepada
responden maka peneliti membuat kategori perawatan menjadi 2 yaitu : Baik
: Apabila responden sembuh kurang dari 1 bulan Kurang baik
: apabila responden sembuh lebih dari 1 bulan.
Hasil Penelitian
Hasil Penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan lamanya penyembuhan luka pada penderita diabetes mellitus di Dr.Pirngadi Medan Tahun 2014.
Penelitian dilaksanakan dari tanggal 11 September-11 Nopember 2014 dan diperoleh sebanyak 20 orang responden yang saat ini bagi menjalani perawatan.
Distribusi frekuensi responden berdasarkan diet, olahragalatihan jasmani, pemberian pengobatan insulin, penyulin dan edukasi perawatan luka gangren, lamanya penyembuhan luka di Dr.Pirngadi Medan.
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Diet di Dr.Pirngadi Medan Tahun 2014
No. Diet
Jumlah Persentase
1 Baik
14 70
2 Kurang
6 30
4920
Total 20
100 Sumber : Hasil Penelitian di Dr.Pirngadi Medan Tahun 2014
Tabel diatas menunjukkan bahwa diet responden mayoritas baik yaitu sebanyak 14 orang 70 dan minoritas diet kurang baik sebanyak 6 orang 20.
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Olahraga Latihan Jasmani di Dr.Pirngadi Medan Tahun 2014
No. Olahraga
Latihan Jasmani Jumlah
Persentase 1
Baik 14
70 2
Kurang 6
30 Total
20 100
Sumber : Hasil Penelitian di Dr.Pirngadi Medan Tahun 2014
Tabel diatas menunjukkan bahwa olahraga latihan jasmani responden mayoritas baik yaitu sebanyak 14 orang 70 dan minoritas olahraga kurang yaitu sebanyak 6 30.
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemberian Pengobatan Insulin di Dr.Pirngadi Medan
No. Pemberian
Pengobatan Insulin Jumlah
Persentase 1
Baik 14
70 2
Kurang 6
30 Total
20 100
Sumber : Hasil penelitian dri RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2014.
Tabel diatas menunjukkan bahwa pemberian pengobatan insulin responden mayoritas baik yaitu sebanyak 14 orang 70 dan minoritas kurang baik sebanyak 6 orang 30.
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Penyuluhan dan Edukasi di Dr.Pirngadi Medan Tahun 2014
No. Penyuluhan dan Edukasi Jumlah
Persentase 1
Baik 16
80 2
Kurang 4
20 Total
20 100
Sumber : Hasil Penelitian RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2014.
Tabel diatas menunjukkan bahwa penyuluhan dan edukasi responden mayoritas baik yaitu sebanyak 16 orang 80 dan minoritas kurang 4 orang 20.
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perawatan Luka Gangren di RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2014
No. Perawatan Luka
Gangren Jumlah
Persentase 1
Baik 14
70 2
Kurang 6
30 Total
20 100
Sumber : Hasil Penelitian RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2014.
Tabel diatas menunjukkan bahwa perawatan luka gangren mayoritas baik yaitu sebanyak 14 orang 70 dan minoritas kurang baik sebanyak 6 orang 30.
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lamanya Penyembuhan Luka di RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2014
No. Nama Pasien Inisial
Jumlah Persentase
4921
Responden 1
1 bulan 4
20 2
1 bulan 16
80 Total
20 100
Sumber : Hasil Penelitian RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2014.
Berdasarkan tabel diatas responden 20 orang diketahui bahwa responden mayoritas lama penyembuhan luka 1 bulan yaitu sebanyak 16 orang 80 dan minoritas lama penyembuhan luka kurang 1 bulan sebanyak 4
orang 20. Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Responden yang dirawat inap dengan lamanya penyembuhan luka berdasarkan diet
di RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2014
No Diet
Lamanya penyembuhan Luka Frekuensi
Persentase 1 bulan
1 bulan Jlh
Jlh 1.
Baik 4
20 10
50 14
70 2.
Kurang -
- 6
30 6
30 Total
4 20
16 80
20 100
Sumber : Hasil Penelitian RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2014.
Tabel diatas menunjukkan responden melakukan diet baik mayoritas sebanyak 14 orang 70 dan minoritas 6 orang 30 dengan lamanya penyembuhan luka yakni 1 bulan 4 orang 20 dan 1 bulan 16 orang 80.
Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Responden yang dirawat inap dengan lamanya penyembuhan luka berdasarkan OlahragaLatihan Jasmani di RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2014
No Olahraga
Lamanya penyembuhan Luka
Frekuensi Persentase
1 bulan 1 bulan
Jlh Jlh
1. Baik
4 20
10 50
14 70
2. Kurang
- -
6 30
6 30
Total 4
20 16
80 20
100 Sumber : Hasil Penelitian RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2014.
Tabel diatas menunjukkan bahwa olahraga latihan jasmani responden mayoritas baik yaitu sebanyak 14 orang 70 dan minoritas olahraga kurang yaitu sebanyak 4 orang 20 dengan lamanya penyembuhan luka yakni 1
bulan 4 orang 20 dan 1 bulan 16 orang 80. Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Responden yang dirawat inap dengan lamanya penyembuhan luka berdasarkan
OlahragaLatihan Jasmani di RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2014
No Pemberian Obat Insulin
Lamanya penyembuhan Luka Frekuensi
Persentase 1 bulan
1 bulan Jlh
Jlh 1.
Baik 4
20 10
50 14
70 2.
Kurang -
- 6
30 6
30 Total
4 20
16 80
20 100
Sumber : Hasil Penelitian RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2014
Tabel diatas menunjukkan bahwa pemberian pengobatan insulin responden mayoritas baik yaitu sebanyak 14 orang 70 dan minoritas kurang baik sebanyak 6 orang 30 dengan lamanya penyembuhan luka yakni 1 bulan 4
orang 20 dan 1 bulan 16 orang 100
4922
Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Responden yang dirawat inap dengan lamanya penyembuhan luka berdasarkan Penyuluhan dan Edukasi di RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2014
No Pemberian Obat Insulin
Lamanya penyembuhan Luka Frekuensi
Persentase 1 bulan
1 bulan Jlh
Jlh 1.
Baik 4
20 10
50 14
70 2.
Kurang -
- 6
30 6
30 Total
4 20
16 80
20 100
Sumber : Hasil Penelitian RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2014
Tabel diatas menunjukkan bahwa penyuluhan dan edukasi responden mayoritas baik yaitu sebanyak 16 orang 80 dan minoritas kurang 6 orang 30 dengan lamanya penyembuhan luka yakni 1 bulan 4 orang 20 dan
1 bulan 16 80. Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Responden yang dirawat inap dengan lamanya penyembuhan luka berdasarkan
Penyuluhan dan Edukasi di RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2014
No Pemberian Obat Insulin
Lamanya penyembuhan Luka Frekuensi
Persentase 1 bulan
1 bulan Jlh
Jlh 1.
Baik 4
20 10
50 16
70 2.
Kurang -
- 6
30 4
30 Total
4 20
15 80
20 100
Sumber : Hasil Penelitian RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2014
Tabel diatas menunjukkan bahwa perawatan luka gangren mayoritas baik yaitu sebanyak 16 orang 70 dengan lamanya penyembuhan luka yakni 1 bulan 4 orang 20 dan 1 bulan 80.
Pembahasan
Pada penelitian ini responden diberikan kuesioner yang akan diisi oleh responden tanpa ada usaha orang lain yang akan mempengaruhi jawaban responden. Hal ini dilakukan pada seluruh responden yang telah dihunjuk
dan responden bersedia secara sukarela untuk dilakukan penelitian. Penelitian ini berguna untuk mengetahui tentang faktor faktor yang berhubungan dengan lamanya penyembuhan luka pada penderita diabetes mellitus di
RSUD. Dr.Pirngadi Medan Tahun 2014. Pada diabetes mellitus infeksi merupakan faktor yang penting dalam fatogenesis ganggren ateroselerotik.
Ganggren didapatkan lebih sering pada pasien diabetes mellitus pria dibandingkan dengan perempuan. Dengan kontrol normal pada peradangan adalah meningkatnya vaskularisasi sedang pada aterosklerotik respon yang terjadi
adalah trombosis dan nekrosis. Lamanya penyembuhan luka pada penderita diabetes mellitus pada umumnya tidak dapat diperkirakan hal ini disebabkan oleh karena penyembuhan luka amat berhubungan dengan glukosa darah.
Rayfield dkk menyimpulkan adanya korelasi yang bermakna antara prevalensi infeksi dan tingginya kadar glukosa darah. Menurut hasil laporan perawatan diabetes mellitus di RSU Dr.Pirngadi Medan Tahun 2014. Lamanya
penyembuhan luka ganggren pada pasien diabetes mellitus umumnya + 1 bulan yang diikuti dengan pengaturan intake diet pasien laporan tahunan RSUD. Dr.Pirngadi Medan bulan September 2014
– November 2014. Keadaan luka pasien pasca penyembuhan biasanya meninggalkan suatu jaringan paru yang berkelok dan
penyembuhan yang tidak sempurna dan tampak permukaan kulit agak kehitaman dan bukan merupakan nekrotik. . Bila dilihat berdasarkan tabel 4.1 terdapat bahwa responden melakukan Diet yang baik 70
tentang diet. Hal ini dikarenakan responden merupakan pasien berulang yang berobat ke RSUD. Dr.Pirngadi
4923
Medan untuk penderita supaya memperhatikan lebih baik lagi tentang asumsi masukan makanan sesuai dengan aturan dan jumlah kebutuhan tubuh.
Dilihat dari tabel 4.2 diketahui bahwa responden telah menganggap bahwa olahraga dan latihan jasmani merupakan suatu keharusan yang dilakukan bagi penderita diabetes mellitus, untuk memberikan kemudahan bagi
kelancaran pembuluh darah dalam melakukan proses metabolisme dalam tubuh dan tidak terjadi penumpukan akibat darah yang mengental.
Dari tabel 4.3 diatas tentang pemberian pengobatan insulin responden melakukan dengan baik 70. Bahwa responden mempunyai pengetahuan tentang pemberian insulin. Hal ini supaya penderita lebih
banyak bertanya kepada petugas kesehatan untuk pemberian obat insulin dengan cara yang tepat dan dosis yang sesuai dianjurkan oleh tim medis ataupun Dokter. Yang menjadi permasalahan dalam hal ini hanyalah responden
tidak tahu mengenai cara penyuntikan obat insulin ke tubuhnya sendiri jadi harus tetap dilakukan oleh petugas kesehatan.
Dari tabel 4.4. Ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman pasien telah mengalami suatu peningkatan dengan pemberian penyuluhan dan edukasi kepada pasien selama pasien dirawat di rumah sakit. Dan diharapkan
kepada pasien supaya lebih banyak mendengar ataupun mengetahui tentang informasi penyakit diabetes mellitus. Dan penyuluhan dapat diperoleh dari berbagai informasi baik seperti media missa, radio, ataupun televise.
Dari tabel 4.5 diatas menunjukkan bahwa responden sudah tahu tentang perawatan luka pada penderita diabetes mellitus. Hal ini dibuktikan dengan sebanyak 14 orang 70 responden mempunyai pengetahuan tentang
perawatan luka. Kepada pasien diharapkan mau bertanya bagaimana caranya perawatan luka yang steril dan untuk mempercepat proses penyembuhan dengan perawatan luka.
Dari tabel 4.6 dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada 20 orang responden ditemukan bahwa rata- rata lamanya penyembuhan luka pada pasien dengan diabetes mellitus yang dirawat inap di RSUD Dr.Pirngadi
Medan Tahun 2014 lebih dari 1 bulan untuk sembuh dari luka yang dialaminya.
Kesimpulan Dan Saran
a. Dari hasil penelitian pada diet didapatkan bahwa dari 20 orang responden ditemukan responden yang mempunyai Diet baik sebanyak 14
orang 70, sedangkan Diet kurang baik sebanyak 6 orang 30 berdasarkan diet.
b. Dari hasil penelitian pada olahraga latihan jasmani didapatkan bahwa responden yang mempunyai pengetahuan baik 14
orang 70 sedangkan pengetahuan kurang sebanyak 6 orang 30 berdasarkan olahraga dan latihan jasmani.
c. Dari hasil penelitian pemberian pengobatan insulin didapatkan pasien mempunyai pengetahuan baik sebanyak 14 orang 70 sedangkan minoritas kurang baik sebnayak 6 orang 30 berdasarkan pemberian pengobatan
insulin.
4924
d. Dari hasil penelitian pada penyuluhan dan edukasi didapatkan responden yang mempunyai pengetahuan baik sebanyak 16 orang 80 sedangkan yang berpengetahuan kurang baik sebanyak 4 orang 20
berdasarkan penyuluhan dan edukasi. e. Dari hasil penelitian pada perawatan luka ganggren didapatkan responden yang mempunyai pengetahuan
baik sebanyak 14 orang 70 dan minoritas kurang baik sebanyak 6 orang 30 berdasarkan perawatan
luka. f. Dalam penelitian ini responden 20 orang mayoritas lama penyembuhan lukanya 1 bulan sebanyak 16
orang 80 dan minoritas 1 bulan sebanyak 4 orang 20 berdasarkan lamanya penyembuhan luka.
Saran
Supaya memberikan masukan ataupun motivasi kepada pasien dengan diabetes mellitus dengan adanya luka pada penderita yang dirawat di Rumah Sakit.
Diharapkan kepada responden untuk mau tau tentang diet setelah pulang dari Rumah sakit untuk mencegah terjadinya kekambuhan kembali.
Diharapkan kepada responden untuk mulai mau melakukan olahraga atau latihan jasmani dengan cara jalan - jalan disekitar rumah dan mengenakan alas kaki yang empuk dan tidak mengikat
Diharapkan kepada penderita diabetes mellitus untuk tidak secara sembarangan memberikan suntikan insulin pada diri sendiri tetapi harus tetap di kontrol oleh petugas kesehatan agar terhindar dari kesalahan.
Diharapkan kepada responden dan keluarga untuk mau secara terus mengikuti berbagai penyuluhan tentang diabetes mellitus dan tidak merasa malu untuk bertanya terhadap apa yang diketahui tentang diabetes mellitus.
Diharapkan kepada responden dan keluarga agar mau belajar tentang cara perawatan luka ganggren di rumah dengan tehnik steril dan bersih.
Daftar Pustaka Doengus Marilynn E, dkk, 2005.
Rencana Asuhan Keperawatan,
Edisi ketiga, EGG, Jakarta. Hidayat, A. Aziz Alimul, 2007,
Riset Keperawatan dan Tehnik Penulisannya,
Edisi kedua, Salemba Medika, Jakarta.
Irmanthea, 2008.blogspot http:com Lenny, 2008, google http:www.go.id Laksman Hendra T, 2004,
Kamus Kedokteran,
Edisi 2000, Djambatan, Jakarta. Mansjoer Arif, dkk, 2004,
Kapita Selekta Kedokteran,
Jilid I, Edisi Ketiga, FKUI, Jakarta. Morison Moya S, 2004,
Manajemen Luka,
EGC, Jakarta.
Nursalam, 2003, Konsep
Penerapan Metodologi Penelitian llmu Keperawatan,
Salemba Medika, Jakarta.
Oswari E, 2005,
Bedah dan Perawatannya,
FKUI, Jakarta. Price Sylvia A, dkk, 2006,
Patofisiologi,
Edisi keenam, EGC, Jakarta. Politeknik Kesehatan, 2006,
Panduan Penyusunan Karya Tulis llmiah,
4925
Edisi 1, Tim Penyusunan Politeknik Kesehatan, Medan. Smeltzer Suzanne C, dkk, 2004,
Keperawatan Medikal Bedah,
volume 2, edisi delapan, EGC, Jakarta. Sudoyo Aru W, dkk, 2007,
Buku Ajar llmu penyakit Dalam
, Jilid III, Edisi keempat FKUI, Jakarta.
HUBUNGAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DAN EFIKASI DIRI DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI BELAJAR SISWA KELAS IX SMP ISLAM AL-ULUM TERPADU MEDAN
Sri Siswati
19
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1. Hubungan kompetensi pedagogik guru dengan motivasi berprestasi belajar, 2. Hubungan efikasi diri dengan motivasi berprestasi belajar siswa.3.
Hubungan antara motivasi berprestasi belajar dan efikasi diri dengan motivasi berprestasi belajar siswa.
19
Staf Poltekkes Kemenkes Jurusan Keperawatan
4926
Subjek penelitian adalah 100 siswa SMP Al-Ulum terpadu Medan, pengambilan sampel dilakukan dengan proportionate random sampling, metode penelitian ini bersifat deskriftif yang bertujuan untuk memperoleh
informasi tentang gejala hubungan dalam penelitian. Sebelum penelitian dilakukan instrument penelitian terlebih dahulu diujicobakan kepada 30 orang diluar sampel dan dilanjutkan dengan uji validitas dan
reabilitas. Instrumen angket kompetensi pedagogik guru yang valid diperoleh 24 butir dari 25 butir angket yang diujicobakan dan mempunyai reliabilitas sebesar diperoleh koefisien reliabilitasnya sebesar 0,773,.
Instrument angket efikasi diri yang valid diperoleh 19 butir dari 20 butir angket yang diujicobakan dan koefisien reliabilitasnya sebesar 0,924. Instrument angket motivasi berprestasi yang valid diperoleh 24 butir
dari 32 butir angket yang diujicobakan dan koefisien reliabilitasnya sebesar 0,846. Berdasarkan pengujian hipotesis dapat disimpulkan: 1 terdapat hubungan yang positif dan berarti antara kompetensi pedagogik
dengan motivasi berprestasi belajar sebesar r
y1
. r
hitung
r
tabel
0,406 0,195 dan besar t
hitung
t
tabel
4,38 1,66, 2 terdapat hubungan yang berarti antara efikasi diri dengan motivasi berprestasi belajar sebesar r
y1.
r
hitung
r
tabel
0,304 0,195 dan besar t
hitung
t
tabel
3,165 1,66, 3 terdapat hubungan yang berarti antara kompetensi pedagogik dan efikasi diri secara bersama -sama dengan motivasi berprestasi belajar sebesar R
y 12
= T
hitung
R
tabel
0,57 0,195 dan besar F
hitung
F
tabel
66,58 1,66. Hasil penelitian diperoleh kopetensi pedagogik guru dan efikasi diri secara bersama-sama memberikan sumbangan sebesar 66,58 terhadap
motivasi berprestasi belajar siswa, dan sisanya ditentukan oleh faktor lain.
Kata kunci: Kompetensi Pedagogik, Efikasi Diri dan Motivasi Berprestasi Belajar Siswa
Pendahuluan
Fenomena Rendahnya prestasi belajar siswa selalu menenjadi perbincangan yang hangat oleh kalangan umum terkhusus lagi bagi guru yang berkecimpung dalam proses belajar dan mengajar, dari data tingkat kelulusan
untuk siswa SMP sederajat tahun ajaran 2012-2013 adalah 3.667.241 siswa, dan peserta UN yang dinyatakan lulus berjumlah
3.650.625 siswa,
sedangkan yang
tidak lulus
berjumlah 16.616
siswa http:litbang.kemdikbud.go.id:2013. Ini menunjukkan bahwa tingkat kelulusan UN SMP sederajat tahun 2013 ini
belum memuaskan bagi para
stakeholder
pendidikan dengan persentase angka ketidaklulusan 0,45 persen. Walaupun persentase kelulusan tahun ajaran 2012-2013 ini turun 0,02 persen dari tahun sebelumnya akan tetapi
bahasa dan kata ketidak lulusan tetap menjadi barometer gagalnya sistem penddidikan. Ditambah lagi dengan hasil buruk tingkat kelulusan siswa UN SMP sederajat provinsi Sumatera Utara
bahwa: tahun 2012 untuk tingkat SMP sederajat 309 siswa tidak lulus starberita.com:2013, sementara untuk tahun 2013 jumlah siswa yang tidak lulus sebanyak 777 orang okezone.com:2013. Ini menunjukan bahwa
menurunya tingkat kulitas pendidikan di Sumatera Utara. Banyaknya siswa yang tidak lulus ujian akhir sekolah dengan nilai di bawah rata-rata harus mengikuti ujian
paket B yang disediakan oleh pemerintah alasan ujian kembali adalah syarat untuk dapat melanjutkan ke sekolah jejang berikutnya yakni SMA.
Melihat hasil nilai pretasi belajar, rapor dan tingkat kelulusan siswa siswa kelas IX SMP Islam Al-Ulum terpadu Medan dari tahun 2010 sampai tahun 2013 mengalami pasang surut walupun dalam kategori siswa dapat
lulus 99,95 ujian akhir nasional, dan nilai rapor siswa yang diatas rata-rata 6 akan tetapi prestasi belajar siswa tidak merata, hanya sebahagian siswa yang memiliki prestasi belajar yang baik dan cemerlang, selebihnya tingkat
prestasi belajar siswa rendah. Dikhawatirkan apabila pretasi belajar siswa kelas IX SMP Islam Al-Ulum terpadu Medan rendah maka siswa tidak dapat bersaing dengan siswa sekolah lain yang memiliki pretasi belajar yang tinggi
untuk memasuki sekolah-sekolah SMAMAN favorit dan ternama. Berdasarkan hasil observasi dan survei awal yang dilakukan peneliti pada bulan desember tahun 2013
semester ganjil kepada siswa kelas IX SMP Islam Al-Ulum terpadu Medan diperoleh bahwa: motivasi belajar
4927
siswa masih rendah ini ditandai dengan tidak terjadi interaksi komunikasi diskusi pada saat membahas materi pembalajaran antara siswa, dalam melakukan tugas terstruktur motivasi mereka masih rendah ini ditandai dengan
adanya prilaku siswa yang saling mencopy tugas individu dan tugas kelompok prilaku pragmatis dan simpel dalam membuat tugas-tugas, selanjutnya motivasi belajar mandiri mereka rendah. Hal ini ditandai dengan jarang sekali
terlihat siswa yang duduk di kelas ataupun duduk dilingkungan sekolah membaca buku kecuali di perpustkaan. Kondisi seperti ini apabila tidak mendapat perhatian guru dan pengelola yayasan sekolah dikhawatirkan memiliki
dampak negatif terhadap hasil prestasi belajar siswa yang pada giliranya akan menurunkan mutu dan kualitas sekolah dan merugikan pada diri siswa itu sendiri.
Indikasi rendahnya motivasi belajar mereka disebabkan oleh: rendahnya pemberian motivasi belajar dari guru yang di peroleh dari kelas, rendahnya kepercayaan siswa dalam berekspresi dan berfikir, tidak ada perbedaan
atara siswa yang berprestasi dengan siswa yang tidak berprestasi, perhatian sekolah bagi siswa yang berprestasi belajar tidak menjadi skala prioritas utama, kurang lengkapnya perlengkapan dan fasiltas sarana dan prasarana yang
dapat menunjang belajar. Atas dasar uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengangkat judul
Hubungan Kompetensi Pedagogik Guru Dan Efikasi Diri Dengan Motivasi Berprestasi Belajar Siswa kelas IX
SMP Islam Al-Ulum Terpadu Medan. Metode Penelitian
Tempat penelitian ini dilakukan di sekolah SMP Islam Al-Ulum Medan dengan siswa kelas IX sebagai objek penelitian. Pemilihan penelitian ini didasarkan atas pertimbangan kemudahan memperoleh data dalam melakukan
penelitian, waktu penelitian direncanakan berlangsung selama 4 empat bulan, terhitung dari bulan Januari 2014 hingga April 2014.
Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasi-kan dengan mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Setelah
data yang diperlukan terkumpul dengan menggunakan beberapa tekhnik pengumpulan data, selanjutnya peneliti melakukan pengolahan atau analisis data.
Untuk mendeskripsikan data setiap variabel, digunakan statistik deskriptif. Penggunaan statistik deskriptif bertujuan untuk mencari skor tertinggi, terendah, mean, median, modus dan standar deviasi. Kemudian disusun
dalam daftar distibusi frekuensi serta dalam bentuk bagan.
Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Deskripsi Data Responden
Tabel 1. Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
1 Laki-laki
37 37.00
2 Perempuan
63 63.00
Jumlah 100
100.00
Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa dari 100 responden sebahagian besar yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 63 orang 63.00, selanjutnya berjenis
4928
kelamin laki-laki adalah 37 orang 37.00. Hal ini menunjukan bahwa siswa yang menjadi sampel kelas IX SMP Islam Al-Ulum Terpadu Medan dominan perempuan
. Selanjutnya akan disajikan deskripsi responden berdasarkan
umur yang dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Deskripsi Responden Berdasarkan Usia
No Usia tahun
Frekuensi Persentase
1 ≤ 13
13 13.00
2 14
– 15 64
64.00 3
≥ 15 23
23.00 Jumlah
100 100.00
Sumber: Data Diolah, 2014
Dari tabel 2 di atas bahwa 100 orang responden berdasarkan usia yang terbanyak adalah umur 14-15 tahun sebanyak 63 orang 63.00 dan yang paling sedikit umur ≤ 13 tahun yaitu sebanyak 13 orang 13.00
Deskripsi Data Hasil Penelitian Tabel 3. Rangkuman Hasil Skor Variabel Penelitian
Statistik X
1
X
2
Y
Mean N.Rata-rata 66,15 51,41 67,43
Median N.Tengah 67
53 66
Mode N.Sering Muncul 67
50 63
S. Deviation S.Deviasi 8,90
7,43 10,07
Range Rentang Skor 44
38 43
Minimum N.Terkecil 44
26 45
Maximum N.Tertinggi 88
64 88
Count Jumlah sampel 100
100 100
1. Motivasi Berprestasi Belajar Y