61
KEGIATAN PEMBELAJARAN 7 ANALISIS PENERAPAN PENEGAKAN HUKUM DI
INDONESIA
Oleh: Dr. Sutoyo, S.H., M.Hum.
A. Tujuan
1. Dengan membaca modul ini dan berdiskusi peserta diklat mampu menganlisis penerapan penegakan hukum oleh para penegak hukum di Indonesia
2. Dengan membaca modul ini dan berdiskusi peserta diklat mampu menganlisis penerapan penegakan hukum oleh lembaga hukum di Indonesia
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
1. Peserta dikat mampu menganalisis terhadap penerapan penegakan hukum di Indonesia dengan benar,
2. Peserta dikat mampu menganllisis terhadap komitmen penerapan penegakan hukum di Indonesia dengan benar
C. Uraian Materi 1. Analisis Penerapan Penegakan Hukum oleh Para Penegak Hukum di
Indonesia
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan dengan tegas bahwa:
1 Negara Indonesia adalah Negara hukum [Pasal 1 ayat 3]; 2 Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya [Pasal 27 ayat 1];
3 Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum [Pasal 28 D ayat 1]. Ketiga ketentuan pasal dalam UUD NRI Tahun 1945 tersebut,
dengan tegas memberikan jaminan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum dan bukan negara kekuasaan machts staat. UUD juga
62 memberikan jaminan atas kedudukan yang sama kepada seluruh warga
Negara Indonesia di hadapan hukum dan pemerintahan Equality before the law. Artinya bahwa hukum harus benar-benar melindungi semua
golongan warga Negara, apapun kedudukannya. Aparat penegak hukum harus benar-benar dapat berlaku dan bertindak adil kepada semua pihak,
tanpa membeda-bedakan kedudukanjabatan, suku, agama, ras, antar golongan dan materi.
Setiap perbuatan yang melawan hukum harus diadili sesuai dengan hukum yang berlaku. Idealnya, Setiap orang harus diperlakukan
sama dihadapan hukum, artinya bahwa dalam prosesnya hukum tidak memandang seseorang berdasarkan jabatan atau kekuasaannya. Namun
dalam kenyataannya kedudukan hukum seringkali dipermalukan oleh aparat penegak hukum APGAKKUM, terutama yang terkait dalam istilah
Criminal Justice System C.J.S., yang meliputi para oknum di lingkungan Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan. Perilaku para oknum tersebut
jelas-jelas sangat mencoreng lembaga yang seharusnya benar-benar steril dari berbagai kepentingan non hukum.
Dalam berbagai perkara korupsi, sering kali aparat penegak hukum terkesan melakukan proses tebang pilih. Hukum begitu gagah
berani menghadapi orang kecil dan miskin, namun sebaliknya begitu tumpul menghadapi penguasa dan orang kaya. Hukum tumpul ke atas
dan sangat tajam ke bawah. Si kecil dan miskin, sedikit saja melakukan kesalahan, langsung diproses hukum, dengan alasan equality before the
law. Berbagai kasus yang mencuat di masyarakat misalnya: kasus pencurian sandal jepit, kasus pencurian 3 biji kakau, kasus nenek Ansani
di Jember, dan berbagai kasus lain yang sebenarnya secara substansial sangat mengganggu rasa keadilan masyarakat, justru lebih dulu diproses
hukum. Sementara kasus-kasus korupsi yang merugikan Negara
puluhan, ratusan milliard rupiah, atau bahkan trilliunan rupiah, justru dikaburkan prosesnya. Sehingga muncul anggapan di masyarakat bahwa
para koruptor tidak diproses hukum karena telah mau berbagi hasil korupsi. Sementara itu, kasus-kasus korupsi yang sudah terlanjur
mencuat di media, sering kali dikaburkan prosesnya dengan menjadikan para bawahan, pegawai kecil yang tadak mengetahui substansi perkara
justeru ditetapkan sebagai tersangka. Dengan menjadikan bawahan