Perkembangan Komunitas Agroforestry Dinamika Kelembagaan Agroforestry 1. Kelembagaan Agroforestry

wahana kondusif untuk accumulation strategy, pemenuhan kebutuhan sekunder peralatan rumah tangga dan motor dan menambah kekayaan.

5.3.3. Perkembangan Komunitas Agroforestry

Perkembangan agroforestry di lokasi penelitian dipengaruhi oleh kemampuan beradaptasi dengan kondisi sosio-ekologi dan responnya terhadap tekanan supra lokal baik dari negara kebijakan ekonomi makro dan mikro maupun pasar komoditas. Sejalan dengan semakin derasnya pembangunan ekonomi pedesaan, maka komoditifikasi dan komersialisasi sumberdaya merupakan bagian yang dihadapi petani dalam mengembangkan agroforestry. Aktivitas agroforestry yang sebelumnya berlangsung dan berdasar interaksi timbal balik yang intens dan mensinergikan kepentingan ekonomi dan ekologi, pada perkembangannya kemudian berubah menjadi agroforestry “modern”. Dalam istilah Shanin, sistem agroforestry komunitas petani merupakan perkembangan aktivitas pertanian dari peasantry ke smallholderfarmer. Aktivitas agroforestry berciri peasantry di lokasi penelitian dapat diidentifikasi atas empat hal: 1 produsen pertanian skala kecil, berorientasi domestik dalam proses kerja dan hasilnya, karena karakteristik dasar ekonomi petani ditentukan oleh ukuran, komposisi keluarga, kebutuhan konsumsi dan jumlah tangan yang bekerja; b lahan dibutuhkan untuk memenuhi lapangan tenaga kerja keluarga, pemilikan dan proses produksi lahan berdasarkan unit keluarga; c keluarga merupakan tim produksi usaha tani dan irama usaha tani merupakan irama kehidupan keluarga yang menyediakan kerangka dasar untuk saling membantu dan kontrol. 144 Ini berbeda dengan aktivitas agroforestry pada kategori smallholder, selain untuk memenuhi kebutuhan keluarga juga untuk memenuhi permintaan pasar. Lahan yang semula dikelola menggunakan tenaga kerja keluarga, berubah dikelola secara intensif dan berdiversifikasi. Proses produksi dan pilihan komoditas yang ditanam memperhatikan alokasi waktu, iklim, peralatan, modal, 144 Lihat Teodor Shanin, 1990. Defining Peasant: Essay Concerning Rural Societies, Exppolary Economy and Learning from them in The Contemporary World . Cambridge: Basil Blackwell. alat, tanah, keuangan dan prospek pasarnya. 145 Di lokasi penelitian ciri menonjol proses produksi peasantry dan smallholder adalah terletak pada motivasi dan tujuan utama usahanya. Pada proses produksi peasantry, perolehan keuntungan dan akumulasi modal bukan menjadi motivasi dan tujuan utamanya, hal sebaliknya pada aktivitas produksi pertanian smallholder 146 . Meskipun demikian, pemahaman petani tentang perolehan keuntungan atau laba, berbeda dengan konsep yang berkembang dalam literatur ekonomi modern atau kapitalis. Motivasi dan tujuan utama aktivitas agroforestry adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi tahunan keluarga, bila hal ini terpenuhi aktivitas produksi usaha tani dikatakan untunglaba. Tenaga kerja keluarga yang telah dicurahkan tidak dinilai dengan uangupah karena bekerja dipahami secara subyektif dan bernilai sosial kultural. Ini berbeda dengan perspektif kapitalis, laba atau laba bersih dihitung dengan cara mengurangi penghasilan total dengan semua biaya produksi dan tenaga kerja termasuk tenaga kerja keluarga, dihitung sebagai upah yang bernilai ekonomi. Perhitungan laba dalam konsepsi ekonomi kapitalis, tidak relavan dan tidak dapat diaplikasikan pada aktivitas agroforestry komunitas peasantry. Unsur biaya produksinya tidak dapat diperbandingkan dengan yang terdapat dalam perekonomian kapitalis. Secara sosiologis aktivitas produksi peasantry dan smallholder dapat dilihat dari hubungan sosial dan operasi kekuatan produksi dan posisi tawarnya dengan kekuatan luar. Hubungan sosial produksi peasantry adalah untuk mempertahankan subsistensi keluarganya, sedangkan hubungan sosial produksi smallholder memperhitungkan keuntungan dengan memperhatikan azas kelayakan dan keseimbangan. Kekuatan produksi tanah, tenaga kerja, input produksi dan finansial dalam perekonomian smallholder dilakukan secara intensif dan diversifikasi usaha; sedangkan kekuatan produksi peasantry terbatas pada rekayasa tenaga kerja keluarga dan tanah. Petani dalam arti peasant sebagai sub ordinat dari pihak yang memiliki kekuasaan ekonomi, ini tidak selalu berlaku 145 Lihat Robert Netting, 1993. Smallholders, Householder: Farm Families and the Ecology of Intensive, Sustainable Agriculture . California: Stanford University Press. 146 Lihat Eric Wolf, 1985. Petani: Suatu Tinjauan Antropologis. Jakarta CV Rajawali. pada smallholder, karena relatif bebas dari intervensi “kelas-kelas sosial” baik secara ekonomi maupun politik. Merujuk pada pandangan Shanin, 1990, peasantry merupakan gambaran keadaan dan tahapan tententu kehidupan sosial ekonomi suatu komunitas. Pada komunitas petani di hulu DAS Cidanau, tahapan itu ditandai oleh aktivitas produksi pertanian berhuma dan bertanam padi dan sepenuhnya memanfaatkan tenaga kerja keluarga dan teknologi sederhana. Unit keluarga merupakan unit dasar dalam pemilikan, produksi dan konsumsi. Aktivitas pertanian ditujukan untuk strategi bertahan hidup survival strategies. Tahapan aktivitas pertanian itu kemudian berubah ke arah perekonomian bercirikan smallholderfarmer, dimana aktivitas produksi pertanian dilakukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan sekaligus untuk dijual dalam upaya perbaikan kesejahteraan keluarga consolidation strategy. Di lokasi penelitian tahapan ini berlangsung dengan berkembangnya aktivitas agroforestry modern. Perubahan orientasi produksi dari domestik ke pasar, dipicu oleh semakin intensifnya penetrasi kekuatan ekonomi dan politik supra lokal terhadap komunitas petani. Di lokasi penelitian penetrasi kekuatan ekonomi supralokal berdampak meluasnya komoditisasi agraria dan tanah in-absentia, munculnya spekulancalo tanah, tengkulak pedagang pengumpul tingkat lokal, pedagang antar desa dan tumbuhnya jaringan perdagangan desa kota. 147 Hal ini mendorong pergeseran orientasi dan ukuran ketentraman hidup dalam masyarakat pedesaan. Gambaran pergeserannya sebagai berikut: Ketentraman hidup petani diukur dari tiga hal: leuit pinuh tersedia beras yang cukup, duit weuteuh yang dibutuhkan terbeli cukup, dan hubungan suami isteri yang harmonis reuneuh. Beras merupakan kebutuhan pokok sehari-hari yang tidak bisa ditunda, rumah tangga tanpa ketersediaan beras seperti lutung kasarung kera kelaparan dan rumah tangga tanpa ketersediaan uang cawerang hambar. Beras dan uang dua sisi dari mata uang yang memiliki nilai yang sama dan dibutuhkan dalam kehidupan. Sekarang zamannya duit jadi “raja”, ketentraman diukur oleh banyaknya lembaran uang, sehingga uang jadi rebutan semua. Pernyataan di atas menunjukkan bahwa penetrasi ekonomi moderen pada komunitas sekitar hutan menimbulkan moneterisasi. Proses moneterisasi yang 147 Goodland, R.G. Ledec and W. Webb, 1989. “Meeting Environmental Concerns Caused by Common Property Mismanagement in Economic Development Project” dalam Barkes ed, In Common Property Resources: Ecology and Community Based Sustainable Development . London: Belhaven Press. dihela oleh mesin birokrasi dan pasar menimbulkan ketegangan sosial dalam masyarakat, seperti dialami kelembagaan liliuran.

5.3.4. Liliuran: Bertahan Sebagai Sarana Pencarian Nafkah