6.4.3. Kontestasi Merebut Insentif Jasa Lingkungan
Di wilayah Desa Citaman dan Desa Cibojong, menguatnya kontestasi politik dalam jabatan Kepala Desa dan Sekretaris Desa, ternyata meluas pada
kelompok tani hutan. Pertarungan antar kelompok tani, berawal dari aktivitas agroforestry komunitas petani di desa Cibojong dan Citaman berdampak positif
terhadap konservasi tanah dan air yang menghasilkan jasa lingkungan. Jasa lingkungan yang dihasilkan petani adalah cadangan air dan sumber air baku untuk
memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat dan industri strategis di kota Cilegon PT Indonesia Power anak perusahaan PLN yang menjadi produsen listrik untuk
Jawa dan Bali, industri baja PT Krakatau Steel dan PT. Krakatau Tirta Industri. Sebagai imbalan atas aktivitas agroforestry yang mendukung pelestarian
ekosistem bagian hulu DAS Cidanau, sejumlah petani di Desa Citaman dan Cibojong mendapatkan pembayaran jasa lingkungan.
Hanya saja pembayaran jasa lingkungan oleh konsumen kepada produsen jasa lingkungan petani di hulu DAS Cidanau, tidak diterima oleh semua petani
yang terlibat dalam agroforestry di Desa Citaman dan Desa Cibojong. Pembayaran jasa lingkungan hanya diberikan kepada petani yang berada pada
zona tertentu, berdasarkan hasil kajian Tim Ad Hoc Forum Komunikasi DAS Cidanau FKDC
167
. Luasnya sekitar 50 ha, 25 ha berada di wilayah desa Citaman
Kecamatan Ciomas dan 25 ha di desa Cibojong Kecamatan Padarincang.
168
Pembayaran jasa lingkungan berdasarkan zonasi Tim Ad Hoc, kemudian menjadi sumber ketegangan antar kelompok tani, karena tidak semua petani mendapatkan
pembayaran jasa lingkungan atau kompensasi lainnya. Kelompok Tani Karya
167
Forum Komunikasi DAS Cidanau disingkat FKDC dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Banten Nomor 124.3Kep.64-Huk2002 tanggal 24 Mei 2002. Pembentukannya
didorong adanya keprihatinan bersama untuk memelihara kelestarian ekosistem DAS untuk menunjang pembangunan ekonomi wilayah Serang dan wilayah barat Propinsi Banten. Rekonvasi
Bumi, 2007, Uji Coba Konsep Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau Propinsi Banten.
168
Pada saat penelitian kelompok tani penerima pembayaran jasa lingkungan adalah Kelompok Tani Karya Muda
Desa Citaman Kecamatan Ciomas, Kelompok Tani Maju Bersama Desa Cibojong Kecamatan Padarincang. Saat ini kelompok petani penerima pembayaran jasa
lingkungan bertambah dua yakni Kelompok Tani Agung Lestari Desa Kadu Agung Kecamatan Gunung Sari Kabupaten Serang dan Kelompok Tani Alam Lestari Desa Cikumbueuen Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang. Sehingga kawasan yang mendapatkan pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau seluas 100 hektar, setiap kelompoknya sebesar Rp. 30.000.000,- tiga
puluh juta rupiah
per tahun atau sebesar Rp. 1.200.000,- satu juta dua ratus ribu rupiah per hektar per tahun.
Muda Desa Citaman dan Kelompok Tani Maju Bersama Desa Cibojong, merupakan kelompok tani generasi pertama yang terlibat dalam pengembangan
mekanisme hulu hilir dengan mekanisme transaksi jasa lingkungan di DAS Cidanau masa perjanjian tahun 2005 - 2009. Sedangkan Kelompok Tani Agung
Lestari Desa Kadu Agung, dan Kelompok Tani Alam Lestari Desa Cikumbueuen Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang, merupakan kelompok tani
generasi kedua yang menerima pembayaran jasa lingkungan dengan masa perjanjian pembayaran dimulai pada awal tahun 2008 sampai dengan 5 tahun ke
depan. Seperti disebutkan di atas Kelompok Tani Hutan KTH yang menerima
menerima insentif jasa lingkungan pada kedua desa hanya seluas 50 hektar. Kondisi ini menimbulkan ketegangan antara kelompok tani yang menerima jasa
lingkungan dengan kelompok tani yang tidak menerima jasa lingkungan dan dengan pengurus FKDC. KTH yang tidak menerima insentif lingkungan menuduh
KTH yang menerima insentif jasa lingkungan sebagai tidak peduli sesama, hanya mementingkan kelompoknya dan mengabaikan keguyuban petani. Petani yang
menerima insentif lingkungan, berdalih bahwa insentif yang diterimanya berdasarkan hasil kajian Tim Ad Hoc. Kelompok tani yang tidak menerima jasa
lingkungan menuduh pengurus FKDC berbuat tidak adil dan pilih kasih. Dalam aturan perjanjian itu disebutkan:
“Anggota kelompok petani hutan yang menerima pembayaran jasa lingkungan, syaratnya lahan memiliki jumlah tanaman tidak kurang dari 500 batang pohon
pada tahun pertama tidak kurang dari 200 batang pada akhir tahun kelima. Jenis tanaman yang berhak atas pembayaran jasa lingkungan adalah, semua jenis
tanaman berdasarkan ketentuan Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Peta situasi lahan dan tanaman masing–masing anggota kelompok harus
menginformasikan tata letak pohon yang diberi notasi nomor dan informasi jenis tanaman yang tersebar secara merata.
169
Insentif jasa lingkungan yang diterima petani adalah sebesar Rp. 100.000,- seratus ribu rupiah tiap bulan untuk satu hektar kebun. Nilai insentif jasa
lingkungan itu dinilai oleh petani bervariasi. Sebagian petani memandang “nilai nominal insentif lingkungan yang diterimanya per bulan hanya cukup untuk upah
ngored selama lima hari”. Nilai tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan
169
Forum Komunikasi DAS Cidanau, 2005, Perjanjian Pembayaran Jasa Lingkungan, FKDC.
biaya perjalanan dinas pengurus FKDC sebagai pengelola Pembayaran Jasa Lingkungan yang mencapai Rp 150.000,- seratus lima puluh ribu per hari.
Tetapi bagi petani pemilik lahan sempitpetani gurem, nilai uang sebesar Rp. 100.000,- seratus ribu rupiah hampir setara dengan 30 liter beras per liter Rp
3.500,-, sehingga sangat berarti buat petani. Pertarungan antar anggotaKelompok Tani Hutan di hulu DAS Cidanau,
merujuk pada pendapat Leventhal dalam Nurrahman, 2004 berkaitan dengan perbedaan pemahaman atas contribution rule dan equality rule.
170
Perspektif contribution rule memandang bahwa suatu mekanisme yang adil, bila semua
individu yang terlibat mendapatkan imbalan yang sebanding dengan kontribusinya. Petanikelompok yang telah bekerja keras menghasilkan jasa
lingkungan memandang, petanikelompoknya yang berhak mendapatkan insentif jasa lingkungan. Sebaliknya perspektif equality rule memandang suatu
mekanisme yang adil, bila semua individu yang terlibat mendapatkan imbalan yang setara di antara para partisipan. Insentif lingkungan harus terbagi dan
diterima secara merata di antara petani yang terlibat dalam produksi jasa lingkungan.
Dalam diskusi bersama kelompok tani, kontestasi merebut jasa lingkungan disebabkan dua hal: 1 Ketentuan perjanjian pembayaran jasa lingkungan, yang
menyatakan bahwa pada tahun kedua sampai dengan tahun kelima, insentif jasa lingkungan yang diterima petani meningkat nilainya menjadi minimal Rp 2,5 juta
per hektar per tahun dengan syarat jumlah tanaman tidak kurang dari 200 batang pada akhir tahun kelima. Petani yang tidak menerima jasa lingkungan pada
peruide 2005-2009 sedikit peluangnya mendapatkan insentif lingkungan pada periode berikutmya. 2 Aturan dan mekanisme pembayaran jasa lingkungan
ditentukan secara sepihak oleh Tim Ad Hoc FKDC yang didominasi oleh pejabatmantan pejabat pemerintah daerah. Menurut masyarakat dominasi pejabat,
mengakibatkan kepentingan politik dan ekonomi lebih mengemuka daripada kepentingan petani dan konservasi.
170
Nani Nurrrachman,2004. Keadilan dalam Perspektif Psiko Sosial” dalam ”Keadilan Sosial: Upaya Mencari Makna Kesejahteraan Bersama di Indonesia
.” Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Indikasinya ditunjukkan oleh dua hal: a mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau dirancang untuk mengontrol aktivitas komunitas
petani di hulu DAS daripada membangun kelembagaan tata kelola DAS yang partisipatif, terpadu dan berkelanjutan. 2 Sistem penganggaran FKDC untuk
kegiatan operasional dibebankan kepada APBD provinsi, sedangkan untuk pembayaran jasa lingkungan berasal dari PT Krakatau Tirta Industri BUMD.
Patut diduga pejabat pemerintah daerah yang menjadi pengurus FKDC menjadi ’benalu” daripada memperjuangkan keberlanjutan ekosistem DAS Cidanau. 3
Pengurus FKDC cenderung sewenang-wenang, bertindak sebagai “pembeli” yang menentukan “harga” jasa lingkungan secara sepihak daripada menjadi pengayom
petani dan menjaga kelesatarian ekosistem hulu DAS Cidanau.
6.5. Ikhtisar