Perbedaan Orientasi Keagamaan Kontestasi Internal Komunitas

6.4.1. Perbedaan Orientasi Keagamaan

Perbedaan orientasi paham keagamaan di lokasi penelitian terjadi antara penganut paham kolot konservatif dengan paham modern, reformis atau pembaharuan. Perbedaan antara keduanya, berkisar pada masalah kedudukan manusia, hubungan agama dan politik, agama dan kebudayaan dan perbedaan aliran keagamaan. 161 Jika dikaji perbedaan tersebut bersumber dari perbedaan metodologi yang digunakan untuk memahami doktrinajaran agama. Metodologi yang digunakan kaum modernis adalah pemikiran rasional dengan cara membaca dan menafsirkan secara langsung Al-Qur’an dan Hadist. Metodologi ini dipilih kaum reformis, karena menurut mereka setiap orang memiliki kebebasan untuk menafsirkan kitab suci sesuai dengan kapasitas intelektualnya. Taklid pengikut pasif dan bertindak menjadi pengikut mazhab aliran Syafii, Maliki, Hambali atau Hanafi, menurut kaum modernis dipandang sebagai perbuatan kurang terpuji dan tidak mensyukuri karunia Tuhan yang telah menganugrahkan akal pikiran kepada manusia. Salah satu bentuk mensyukuri nikmat Tuhan adalah menggunakan akal pikiran dalam mengkaji Al-Qur’an dan Sunnah. Pemahaman ini kontras dengan pandangan penganut paham konservatif yang senantiasa merujuk pada hasil pemikiran ulama besar pendiri mazhab. 162 Menurut paham konservatif, ajaran dan pesan-pesan Kitab Suci Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, hanya bisa dipahami dan ditafsirkan oleh orang-orang terpilih, para ulama yang telah mendapat hidayah dari Tuhan. Metodologi pemahaman secara demikian, didasarkan pemikiran terbatasnya kemampuan manusia biasa memahami Ajaran Islam, Al-Quran dan Sunnah Rasul. Menurut mereka bila manusia yang memiliki kemampuan terbatas, menafsirkan langsung Al-Quran dan Sunnah Rasul, berpeluang besar menimbulkan salah tafsir dan sesat pikir, bahkan menyimpang dari fitrah dan substansi Ajaran Islam. Atas dasar itu, penganut konservatif, memandang patuh atau taqlid pada pemikiran mazhab merupakan kebaikan untuk memelihara kesucian ajaran Islam. 161 Geertz mengidentifikasi perbedaan paham keagamaan abangan dengan santri atas lima hal: 1 takdir dan ikhtiar, 2 totalistik dan terbatas, 3 sinkritik dan pemurnian 4 pengalaman keagamaan dan perilaku keagamaan 5 adat-mazhab dan pragmatisme dan rasionalisme. Lihat Clifford Geertz, 1983, Abangan, Santri Priyayi Dalam Masyarakat Jawa. Jakarta: Pustaka Jaya. 162 Aliran atau mazhab yang dianut sebagian besar umat Islam di Indonesia adalah mazhab Syafi’i, penganut mazhab selain mazhab Syafii disebut wahabi pembaharu. Perbedaan metodologi yang digunakan untuk memahami sumber ajaran Al-Quran dan Sunnas, mengakibatkan perbedaan pandangan mengenai kedudukan dan posisi manusia. Kedudukan manusia seperti kaya atau miskin, hidup dan kematian, menurut kelompok konservatif, telah ditakdirkan ditentukan sebelum manusia lahir ke dunia. Panjang dan pendeknya umur manusia, kapasitas dan ruang gerak manusia di dunia dibatasi takdir Tuhan. Seorang informan mengilustrasikan pengertian takdir sebagai berikut: “Nasib manusia tak ubahnya seperti wayang dalam sebuah pertunjukkan kesenian rakyat. “Naik turunnya wayang ke pentas pertunjukkan ditentukan oleh Dalang. Dalang memiliki kuasa penuh untuk menentukan bagaimana dan kapan wayang dipentaskan, apakah pada permulaan atau akhir dari suatu pertunjukan. Peran manusia di dunia tak ubahnya seperti wayang, nasibnya ditentukan oleh Yang Maha Menentukan, Allah SWT.” Kedudukan manusia yang dipahami penganut kaum konservatif, kontras dengan yang dianut oleh kaum modernis. Menurut penganut modernis manusia memiliki ruang gerak yang bebas tetapi kebebasannya dibatasi ikhtiar kerja keras yang optimal. Kaya miskin seseorang, hidup dan kematian memang telah digariskan, tetapi dapat diperbaiki atau dirubah melalui proses ikhtiar. Kemiskinan seseorang dapat diperbaiki dengan berusaha, kerja keras dan berdo’a. Demikian juga penyakit yang diderita seseorang dapat diobati dan disembuhkan melalui berbagai cara, medis, pengobatan tradisional atau pengobatan alternatif. Seorang informan mencontohkan tentang demam berdarah yang disebabkan gigitan nyamuk yang berakibat kematian seseorang. Kematian tersebut dapat dicegah, bila dilakukan ikhtiar melalui pencegahan dini dan pengobatan yang tepat. Perbedaan paham konservatif dan modernis juga terlihat dari pemahaman mereka tentang makna dan fungsi agama dalam kehidupan masyarakat. Bagi modernis, agama dimaknai bukan hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan atau urusan ibadah semata-mata, tetapi mengatur urusan ekonomi dan politik negara. Berpolitik, menyampaikan amar seruan untuk bertindak adil dan bersikap hikmat dan ma’ruf, bujukan untuk berbuat kemaslahatan umat kepada amir pemerintah merupakan bagian tak terpisahkan dari pelaksanaan ajaran Islam. Sebaliknya penganut faham konservatif lebih menekankan pada aspek ibadat, kesalehan sosial dan kesalehan individual. Dalam hubungannya warga negara dengan negara, kaum konservatif memandang kewajiban warga negara adalah sami’na wa ath’na mendengar dan patuh pada penguasa daripada terlibat dalam politik praktis. Mereka memahami agama sebagai urusan manusia dengan Tuhannya dan agama terpisah dari kehidupan politik. Perbedaan paham modernis dan konservatif juga merembes dalam berbagai acara ritual keagamaan dan praktik kelola sumberdaya agraria. Dalam penyelenggaraan ritual keagamaan kelompok konservatif cenderung mensinkretiskan unsur agama dengan adat tradisi. Pembacaan tahlil, dzikir dan do’a dalam acara selamatan sering diikuti dengan pembakaran kemenyan. Acara selamatan secara demikian oleh kelompok modernis dipandang sebagai dinamisme dan bid’ah inovasi ritual terlarang. Ritual agama tidak boleh bercampur baur dengan adattradisi.

6.4.2. Afiliasi Politik dan Konflik Elit