Ekosistem Lamun Potensi Sumberdaya Alam Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Sedangkan faktor-faktor manusia berupa kegiatan yang mengancam kelestarian fungsi dan manfaat terumbu karang antara lain pembangunan kawasan pesisir, misalnya pengurukan untuk penyediaan lahan bagi industri, perumahan, rekreasi dan lapangan udara, ataupun pengurukan untuk memperdalam alur pelayaran bagi pelabuhan atau marina. Kegiatan tersebut memberi dampak yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan karang, karena menimbulkan kekeruhan air dan mengubah pola arus. Sedimen yang tersuspensi dalam air di kawasan terumbu karang dapat menghentikan pertumbuhan polip, yang sekaligus menghentikan pertumbuhan terumbu. Kegiatan penambangan karang batu untuk kebutuhan pembuatan kapur dan bahan pembangunan jalan dan rumah, secara tidak langsung merusak terumbu karang dan di pihak lain dapat menyebabkan erosi dan berpindahnya pasir ke lokasi lain akibat perubahan pola sirkulasi dan arus. Sementara itu, kegiatan penangkapan ikan dan biota karang secara berlebihan dapat menimbulkan kerusakan pada karang itu sendiri. Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak dan potassium, merusak ekosistem terumbu karang dalam skala luas, karena menghancurkan terumbu dan membunuh terumbu serta berbagai jenis ikan yang berasosiasi. Kondisi terumbu karang kepulauan Seribu telah banyak diteliti oleh berbagai lembaga penelitian seperti P3O LIPI, IPB, UNESCO, LAPI-ITB, Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu, dan lain-lain. Secara umum kondisi terumbu karang di Kepulauan Seribu dikategorikan dalam kondisi buruk hingga sedang LAPI-ITB 2001. Presentase tutupan karang hidup hanya berkisar antara 0-24,9 dan 25- 49,9. Kerusakan terumbu karang sebagian diakibatkan oleh penambangan karangan batu untuk bahan bangunan serta penangkapan ikan dengan menggunakan peledak dan bahan kimia LAPI-ITB 2001.

2.1.3. Ekosistem Lamun

Lamun seagrass adalah satu-satunya kelompok tumbuhan berbunga yang terdapat di laut. Lamun hidup di perairan laut yang dangkal, mempunyai tunas berdaun yang tegak, berbunga, berbuah dan menghasilkan biji Romimohtarto dan Juwana 2005. Komunitas lamun berada di antara batas terendah daerah pasang surut sampai kedalaman tertentu dimana cahaya matahari masih dapat mencapai dasar laut Wimbaningrum 2002. Hampir semua tipe substrat dapat ditumbuhi lamun, mulai dari substrat berlumpur sampai berbatu. Namun padang lamun yang luas lebih sering ditemukan di substrat lumpur berpasir yang tebal antara hutan rawa mangrove dan terumbu karang Bengen 2001. Di seluruh dunia diperkirakan terdapat sebanyak 50 jenis lamun, dimana di Indonesia ditemukan sekitar 12 jenis yaitu Cymnodocea rotundata, Cymnodocea serrulata, Enhalus acoroides, Halodule pinifolia, Halodule univerves, Halophila decipiens, Halophila minor, Halophila ovalis, Halophila spinulosa, Syringodium isoetifolium, Thalassia hemprichii, Thalassodendron ciliatum Romimohtarto dan Juwana 2005. Lamun merupakan tumbuhan monokotil laut yang banyak tersebar di daerah tropis dan mampu beradaptasi untuk hidup di dalam substrat lunak pasir, pasir berlumpur, lumpur lunak dan atau terumbu karang antara dan sepanjang daerah pasang. Diduga lamun merupakan turunan rerumputan air tawar yang mampu secara khusus bertoleransi terhadap salinitas. Beberapa sifat yang harus dimiliki oleh lamun agar dapat bertahan hidup di laut yaitu Merryanto 2000: 1 Mampu beradaptasi untuk hidup di dalam media air asin. 2 Mampu tumbuh dalam keadaan yang terbenam seluruhnya. 3 Mempunyai sistem perakaran yang sanggup menahan aksi gelombang dan arus pasang surut. 4 Mempunyai kesanggupan untuk melangsungkan penyerbukan dalam air. 5 Mampu bersaing dengan baik dalam lingkungan air laut. Hutomo dan Azkab 1987 menjelaskan bahwa rimpang dan akar lamun menangkap dan menggabungkan sedimen, sehingga meningkatkan stabilitas permukaan di bawahnya dan pada saat yang sama menjadikan air jadi lebih jernih oleh karena begitu sedimen halus tersebut ke bawah dan berada di antara akar, ia tidak dapat tersuspensi lagi oleh kekuatan ombak dan arus. Selain itu, daun sendiri dapat menangkap sedimen halus melalui kontak dengan mikroorganisme yang banyak tinggal di daun. Jadi, lapisan lamun dapat memodifikasi sedimen yakni menstabilkan ukuran pasir dan menyebabkan perairan menjadi tenang. Akan tetapi, dalam jumlah yang besar timbunan sedimen dapat menjadi pembatas pertumbuhan lamun. Tomascik et al. 1997 mengatakan bahwa ekosistem lamun tidak terisolasi tetapi berinteraksi secara ekologis terutama di ekosistem pantai tropik misalnya terumbu karang, lamun dan mangrove. Hal ini sejalan dengan pendapat UNESCO 1963 dalam Hutomo dan Azkab 1987 yang melihat adanya interaksi ekosistem terumbu karang, lamun dan mangrove meliputi lima bentuk interaksi utama yaitu interaksi fisik, nutrien dan bahan organik terlarut, bahan organik berbutir, ruaya hewan dan dampak manusia. Nybakken 1992 menyebutkan bahwa secara ekologis ekosistem lamun memiliki beberapa fungsi penting bagi daerah pesisir yaitu : 1 Sumber utama produktivitas primer. 2 Sumber makanan penting bagi organisme dalam bentuk detritus. 3 Menstabilkan dasar yang lunak, dengan sistem perakaran yang padat dan saling menyilang. 4 Tempat berlindung organisme. 5 Tempat pembesaran bagi beberapa spesies yang menghabiskan masa dewasanya di lingkungan ini, misalnya udang dan ikan baronang. 6 Sebagai peredam arus sehingga menjadikan perairan di sekitarnya tenang. 7 Sebagai tudung pelindung dari panas matahari yang kuat bagi penghuninya. Secara umum lamun juga banyak mempunyai kegunaan bagi manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Fortes 1990 dalam Merryanto 2000 menyebutkan ada dua kategori kegunaan lamun bagi manusia, yaitu : 1 Kegunaan tradisional Sebagai bahan tenunan untuk keranjang, dibakar menjadi garam, soda dan penghangat, bahan isian kasur, atap jerami, bahan pelapis dan pembungkus, kompos dan pupuk, peredam bunyi dan panas, pengganti benang dalam pembuatan nitrosellulosa, tumpukan untuk pembuatan tanggul dan rokok dan mainan anak. 2 Kegunaan kontemporer Sebagai penyaring air buangan, stabilizer pantai, pembuatan kertas, sumberdaya kimiawi, pupuk dan makanan ternak dan makanan dan obat bagi manusia. Keberadaan lamun tidak terlepas dari gangguan atau ancaman terhadap kelangsungan hidupnya baik berupa ancaman alami maupun ancaman dari aktivitas manusia. Besarnya pengaruh terhadap integritas sumberdaya, meskipun secara garis besar tidak diketahui, namun dapat dipandang di luar batas kesinambungan biologi. Perikanan laut yang meyediakan lebih dari 60 protein hewani yang dibutuhkan dalam menu makanan masyarakat pantai, sebagian tergantung pada ekosistem lamun untuk produktifitas dan pemeliharaanya. Selain itu kerusakan ekosistem lamun oleh manusia akibat tambat labuh kapal yang tidak terkontrol Sangaji 1994. Tabel 2.1. Kriteria dan Kondisi Ekosistem Lamun Kriteria Kondisi Persentase Penutupan Baik Kayasehat Kurang kayakurang sehat ≥ 60 30-59,9 Rusak Miskin ≤ 29,9 Sumber : KepMenLH No. 2002004 Kriteria padang lamun berdasarkan persentase penutupan, yang dibagi menjadi dua kondisi yaitu baik dan rusak. Kondisi baik lamun yaitu dengan persentase ≥ 60 terdiri dari kategori kaya sehat, sedangkan kondisi rusak terdiri dari dua kategori yaitu kurang kaya kurang sehat dan miskin dengan persentase penutupan yang berbeda masing-masing Tabel 2.1. Secara spesifik keberadaan lamun di Kepulauan Seribu telah menghadapi ancaman yang cukup serius, salah satunya adalah pencemaran minyak yang terjadi beberapa kali di tahun 2004 yang mengakibatkan lapisan permukaan air tertutup oleh tumpahan minyak berwarna hitam pekat. Dan juga meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun menambah tekanan terhadap Ekosistem Lamun Kawaroe et al. 2004.

2.1.4. Ekosistem Karang Gosong Daerah Penangkapan Ikan