Nilai Warisan Bequest Value Nilai Eksistensi Existence Value

2.3.2. Nilai Bukan GunaPemanfaatan Non-Use Value

Komponen Non-Use Value adalah nilai yang diberikan kepada sumberdaya alam atas keberadaannya meskipun tidak dikonsumsi secara langsung, yang lebih bersifat sulit diukur karena lebih didasarkan pada preferensi terhadap lingkungan ketimbang pengamatan langsung Fauzi 1999. Non-Use Value terdiri atas nilai warisan Bequest Value dan nilai eksistensi Existence Value.

2.3.2.1. Nilai Warisan Bequest Value

Bequest value atau nilai pewarisan diartikan sebagai nilai yang diberikan oleh generasi kini dengan menyediakan atau mewariskan bequest sumberdaya untuk generasi mendatang mereka yang lahir. Jadi bequest value diukur berdasarkan keinginan membayar masyarakat untuk memelihara to preserve sumberdaya alam dan lingkungan untuk generasi mendatang sehingga mereka dapat menikmatinya.

2.3.2.2. Nilai Eksistensi Existence Value

Existence Value atau nilai keberadaan pada dasarnya adalah penilaian yang diberikan atas keberadaan atau terpeliharanya sumberdaya alam dan lingkungan meskipun masyarakat misalnya tidak akan memanfaatkan atau mengunjunginya. Sebagai contoh, seseorang misalnya mungkin mau membayar untuk menjaga keberdaan Taman Nasional Laut Pulau Seribu meskipun yang bersangkutan belum pernah mengujunginya. Nilai eksistensi ini sering juga disebut dengan intrinsic value atau nilai intrinsik dari sumberdaya alam atau nilai yang memang sudah melekat pada sumberdaya alam itu sendiri.

3. KERANGKA PEMIKIRAN

Keberadaan sumberdaya alam dan manusia dapat digambarkan secara sederhana dalam konteks ilmu ekonomi sebagai produsen dan konsumen. Alam dalam hal ini merupakan penyedia sumberdaya produsen yang dibutuhkan manusia, sedangkan manusia pada sisi yang lain merupakan penerima manfaat dari sumberdaya konsumen yang disediakan oleh alam. Sumberdaya yang disediakan oleh alam dalam hal ini dibagi menjadi tiga 3 komponen sumberdaya, yaitu sumberdaya terbaharukan renewable resources, sumberdaya tak terbaharukan non renewable resources , dan jasa lingkungan environmental services. Oleh karena itu, kemampuan alam untuk menyediakan atau mensuplai sumberdaya juga tergantung dari karakteristik sumberdayanya. Secara ekologi, wilayah pesisir terdiri dari beberapa ekosistem, yaitu ekosistem mangrove, lamun, dan terumbu karang. Ekosistem tersebut memiliki kemampuan dan daya adaptasi yang berbeda masing-masingnya terhadap suatu kegiatan maupun dampak dari kegiatan. Ekosistem Mangrove, merupakan daerah yang didalamnya terdapat ketergantungan organisme yang tinggi serta memiliki fungsi yang sangat penting, sehingga menjadi daerah yang sangat rentan terhadap suatu kegiatan dan dampaknya. Ekosistem Lamun merupakan ekosistem pantai yang terdiri dari tanaman tingkat tinggi. Ekosistem ini juga memiliki kerentanan terhadap suatu kegiatan. Selanjutnya adalah ekosistem Terumbu Karang yang merupakan tempat berkembangnya ikan karang dan juga sering dijadikan sebagai obyek wisata. Terumbu karang tergolong memiliki tingkat sensitifitas yang tinggi dan sangat rentan terhadap perubahan terutama terkait dengan faktor kualitas air. Pembangunan di segala bidang memicu timbulnya ancaman yang serius bagi sumberdaya alam, sehingga butuh tindakan pengelolaan untuk keberlanjutan sumberdaya alam. Berbagai teknik dan implementasi pengelolaan telah diadaptasi, salah satunya adalah dengan mengidentifikasi suatu lingkungan berdasarkan tingkat kepekaan, dimana selanjutnya dikenal dengan Indeks Kepekaan Lingkungan IKL. IKL diperoleh dengan menggabungkan tiga parameter penilaian yaitu 1 indeks kerentanan IK; 2 indeks ekologi IE dan 3 indeks sosial ekonomi IS. Kajian ini selanjutnya mengambil suatu studi kasus dalam pengelolaan sumberdaya alam di wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu yaitu Pulau