Kelapa Hibrida Kakao 0.06 Panili 0.19 Kelapa Sawit

Dengan berkurangnya flora penutup tanah dan sifat drainase tanah yang baik terdiri dari Lempung pesiran bergeluh praktis daya simpan air daerah ini sangat kecil, ini menyebabkan fluktuasi aliran permukaan makin besar, sungai- sungai yang mengalir ke sebelah timur menjadi terganggu kestabilannya. Umumnya sungai-sungai yang mengalir ke sebelah barat masih stabil karena didukung oleh banyaknya flora penutup tanah dan belum terganggunya air tanah dangkal sebagai sumber mata air. Ditinjau dari keempat factor tersebut, tampak jelas bahawa komoditas kopi sangat cocok untuk dibudidayakan di Lampung Barat. Tabel 14. Nilai LQ Komoditas Perkebunan Berdasarkan Luas Areal di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2003 – 2007 Location Quotient LQ No. Komoditas 2003 2004 2005 2006 2007 1. Kopi Robusta 2.06 1.94

1.95 1.93 1.91

2. Cengkeh 1.09 1.04

1.04 1.11

1.11 3. Lada

1.02 1.12

1.12 1.11

1.10 4. Jahe

1.45 2.24

1.13 1.10

1.55 5. Kelapa

Dalam 0.22 0.27 0.27 0.28 0.27

6. Kelapa Hibrida

0.03 0.04 0.04 0.04 0.04

7. Kakao 0.06

0.09 0.09 0.17 0.23

8. Panili 0.19

0.40 0.42 0.42 0.42

9. Kelapa Sawit

0.52 0.53 0.54 0.53 0.52 Sumber : BPS Propinsi Lampung, 2008 diolah Kemudian hasil analisis LQ berdasarkan luas areal tahun 2003 – 2007 menunjukkan bahwa ada empat komoditas yang memiliki nilai LQ 1 yaitu kopi, cengkeh, lada dan jahe. Hal ini menunjukkan empat komoditas tersebut adalah yang paling banyak ditanam oleh masyarakat. Namun demikian diantara empat komoditas tersebut, kopi memiliki nilai indeks LQ yang paling besar. Hal ini menggambarkan bahwa kopi adalah komoditas yang paling banyak ditanam oleh masyarakat Kabupaten Lampung Barat selama lima tahun terakhir yaitu dari tahun 2003 - 2007. Komoditas kopi merupakan komoditas yang sudah sejak lama dibudidayakan oleh masyarakat Kabupaten Lampung Barat. Keberadaannya menyebar hampir diseluruh kecamatan, kecuali di kecamatan-kecamatan yang lokasinya di wilayah pesisir. Kecamatan yang memiliki luas areal lahan untuk perkebunan kopi terbesar di lima kecamatan yaitu Kecamatan Sekincau, Sukau, Way Tenong, Belalau dan Sumber Jaya. Berdasarkan Tabel 13 dan 14 terlihat bahwa komoditas kopi berdasarkan nilai LQ menunjukkan angka indeks LQ 1 selama lima tahun terakhir baik dari sisi produksi maupun luas areal dibandingkan dengan komoditas perkebunan lainnya. Hasil ini menunjukkan bahwa komoditas kopi patut menjadi komoditas basis yang memiliki keunggulan komparatif dari sisi produksi maupun luas areal. Apabila ditinjau lebih jauh berdasarkan kecamatan yang ada di Kabupaten Lampung Barat, menunjukkan bahwa hampir semua kecamatan yang ada di Kabupaten Lampung Barat memiliki nilai LQ 1. Artinya bahwa sebagian besar wilayah Kabupaten Lampung Barat berspesialisasi di komoditas kopi, dalam hal ini adalah komoditas kopi jenis robusta. Jumlah produksi komoditas jahe menunjukkan nilai LQ 1 hanya tahun 2003 – 2004. Hal tersebut disebabkan pada rentang waktu tersebut banyak petani menanam jahe karena tingginya permintaan pasar pada komoditas tersebut. Sedangkan pada tahun selanjutnya relatif menurun. Sedangkan komoditas lada, produksinya relatif tidak stabil. Hal itu disebabkan tanaman lada tidak memiliki lahan khusus di Kabupaten Lampung Barat. Tetapi, hanya menjadi komoditas yang lahannya menyatu dengan perkebunan kopi. Komoditas cengkeh selalu menjadi komoditas basis berdasarkan luas areal pada rentang waktu tahun 2003 – 2007. Namun, berdasarkan nilai LQ dengan indikator jumlah produksi, komoditas cengkeh tidak menjadi basis pada rentang waktu tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa komoditas cengkeh memiliki luas areal yang relative luas namun memiliki tingkat produksi yang rendah. Tabel 15. Nilai LQ Komoditas Kopi per Kecamatan di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2003 – 2007 Location Quotient LQ No Kecamatan 2003 2004 2005 2006 2007 1 Pesisir Selatan 0.04 0.04 0.04 0.04 0.06 2 Bengkunat Belimbing 0.08 0.09 0.09 0.11 0.14 3 Pesisir Tengah 0.06 0.07 0.08 0.10 0.20 4 Karya Penggawa 1.14 0.91 0.75 0.65 0.82 5 Pesisir Utara 1.75 1.46 1.26 1.14 1.18 6 Lemong 0.43 0.48 0.55 0.66 1.01 7 Balik Bukit 11.83 6.43 3.64 2.15 1.82 8 Sukau 6.66 4.24 2.81 1.95 1.82 9 Belalau 5.90 3.97 2.79 2.05 1.69 10 Sekincau 5.03 3.65 2.77 2.19 1.79 11 Suoh 4.50 3.17 2.33 1.79 1.60 12 Batu Brak 7.05 4.57 3.09 2.18 1.81 13 Sumber Jaya 5.96 4.05 2.87 2.13 1.83 14 Way Tenong 4.46 3.37 2.65 2.18 1.70 15 Gedung Surian 0.69 0.97 1.43 2.20 1.82 Sumber : BPS Kabupaten Lampung Barat, 2007 diolah Berdasarkan analisis LQ di atas menunjukkan bahwa kopi merupakan komoditas basis yang diharapkan mampu mendorong perkembangan sektor atau komoditas lainnya yang terkait sehingga perekonomian wilayah secara keseluruhan akan tumbuh. Pada Tabel 16 terlihat bahwa kopi memiliki surplus produksi selama lima tahun terakhir yaitu dari tahun 2003 – 2007. Hal ini menunujukan bahwa Lampung Barat memiliki potensi ekspor sebesar nilai surplus produksinya. Ekspor kopi akan memberikan nilai tambah bagi perekonomian wilayah Kabupaten Lampung Barat. Perubahan nilai LQ terbesar untuk komoditas kopi per kecamatan tersebut dalam waktu lima tahun terjadi alih fungsi lahan milik perkebunan kopi masyarakat menjadi sarana infrastruktur pemerintah daerah. Selain itu, terjadi pula alih fungsi lahan perkebunan kopi menjadi lahan pertanian lainnya seperti lahan sayur mayor dan tanaman hortikultura. Sedangkan di Kecamatan Pesisir Selatan nilai LQ komoditas kopi selama kurun waktu lima tahun relative kecil. Factor penyebabnya adalah iklim Kecamatan Pesisir Selatan tidak cocok untuk budidaya kopi karena berada di daerah pesisir. Selain itu, di wilayah ini sebagaian besar lahan perkebunannya digunakan untuk perkebunan kelapa sawit milik PT KCMU. Berdasarkan keterangan Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Barat 2007 dijelaskan bahwa kopi Lampung Barat sebagian besar dijual ke luar Lampung Barat terutama ke Kota Bandar Lampung. Namun demikian, kopi asal Lampung Barat tersebut sebagian besar masih dijual dalam bentuk “kopi asalan” yang belum diolah lebih lanjut. Oleh karena itu, perlu dukungan kebijakan dari pemerintah daerah Kabupaten Lampung Barat untuk mendorong tumbuhnya industri hulu – hilir yang akan memberikan nilai tambah yang lebih besar bagi produk kopi olahan Lampung Barat. Tabel 16. Surplus Produksi Kopi Kabupaten Lampung Barat Berdasarkan Indeks Location Quotient Tahun 2003- 2007 2003 2004 2005 2006 2007 Produksi kopi Kabupaten Lampung Barat 56,187 55,868 55,927 55,994 56,227 Konsumsi lokal Kabupaten Lampung Barat 21,914 26,200 3,394 24,334 24,543 SURPLUS ton 34,273 29,668 52,533 31,660 31,684 Sumber : BPS Propinsi Lampung, 2008 diolah Berdasarkan analisis LQ ditunjukkan bahwa komoditas kopi merupakan komoditas basis dan memiliki keunggulan komparatif. Pengembangan komoditas basis ini dapat mendorong penciptaan penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Lampung Barat. Pengetahuan akan keunggulan komparatif suatu daerah dapat digunakan para penentu kebijakan untuk mendorong perubahan struktur perekonomian daerah ke arah komoditas yang memiliki keunggulan komparatif. Keunggulan komparatif dapat dijadikan pertanda awal bahwa komoditas itu memiliki prospek dan juga memiliki keunggulan kompetitif. Berdasarkan data Dinas Perkebunan Lampung Barat, pada tahun 2007 luas areal komoditas kopi robusta mencapai 60.483,80 ha, atau 65,6 persen dari luas areal perkebunan yang ada. Sementara masyarakat yang terlibat dalam usahatani kopi mencakup 92,24 persen yang meliputi petanipekebun, pedagang, dan jenis usaha lainnya yang terkait dengan usahatani kopi dan kepala keluarga tani berbasis komoditas usahatani kopi mencapai 40.135 Kepala Keluarga KK dengan rata-rata lahan yang dikelola tiap KK adalah 1,5 ha. Angka ini sama dengan 201.152 jiwa atau 51,83 persen dari jumlah penduduk Kabupaten Lampung Barat Dinas Perkebunan Lampung Barat, 2008. Sementara itu Basuki Rahmat 2009, volume ekspor kopi Lampung selama periode Januari-Desember 2008 mencapai 303.680 ton lebih dengan nilai 586,561 juta dolar AS. Angka lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2007, yaitu 183.070 ton dan sebagian besar berasal dari kopi Lampung Barat dengan devisa 301,643 juta dolar AS. Berdasarkan data dan fakta ini, Pemerintah Kabupaten Lampung Barat melalui Dinas Perkebunan, selama ini lebih menitikberatkan perhatiannya pada komoditas kopi. Berbagai program digulirkan Pemkab dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani kopi diantaranya adalah bekerjasama dengan Pusat dan Penelitian PUSLIT Kopi dan Kakau Jember dalam rangka peningkatan teknologi dan pembinaan petani kopi. Kemudian Pemkab Lampung Barat juga melakukan kerjasama kemitraan dengan pihak swasta, seperti dengan Nestle, Indocom Citra Persada, dan Indocafco. Kemudian yang masih dalam penjajakan adalah Olam-Kraft International dan Kapal Api group. Selain itu, AEKI Asosiasi Ekportir Kopi Indonesia telah membangun Pusat Penyuluhan dan Pengembangan Kopi P3K di Kecamatan Sukau. P3K ini satu- satunya yang dibangun oleh AEKI di seluruh Indonesia. Selain komoditas kopi menjadi andalan ekspor bagi Lampung Barat, bertanam kopi juga sudah menjadi budaya masyarakat Lampung Barat khususnya yang berada di daerah pegunungan. Namun demikian petani kopi Lampung Barat masih belum dapat menikmati nilai tambah dari kopi tersebut. Hal ini karena meskipun sebagai penghasil kopi robusta terbesar, di Lampung Barat tidak terdapat eksportir. Selama ini petani kopi menjual hasil perkebunannya lewat pedagang pengumpul, dari pedagang pengumpul inilah kopi yang masih berupa biji kering dibawa ke Bandar Lampung. Karena untuk pemasaran kopi khususnya ekspor, selama ini memang hanya melalui Kota Bandar Lampung. Dengan demikian, produk kopi Lampung Barat selama ini belum memberikan nilai tambah, baik terhadap petani maupun daerah Lampung Barat. Beberapa kendala yang dihadapi dalam mengembangkan komoditas kopi adalah kualitas kopi Lampung Barat masih tergolong rendah. Hal ini diakibatkan oleh proses penjemuran yang sembarang tanpa memakai lantai jemur, buah belum merah sudah dipetik kemudian proses penggilingan tidak menggunakan mesin sehingga banyak yang pecah. Harganya pun berfluktuasi mengikuti harga kopi dunia.

6.2 Analisis Multiplier Basis