wilayah. Misalnya jika diperbandingkan wilayah kabupaten maka supra wilayahnya adalah provinsi, jika provinsi maka wilayah nasionalnya supra
wilayahnya adalah negara. Pada kajian ini penentuan komoditas basis dilakukan dengan pendekatan
produksi dan luas areal tanam. Artinya komoditas yang diusahakan memiliki volume produksi dan luas areal tanam yang tinggi dibanding komoditas lainnya.
Hasil analisis LQ ditunjukkan pada Tabel 13.
Tabel 13. Nilai LQ Komoditas Perkebunan Berdasarkan Produksi di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2003 - 2007
Location Quotient LQ No. Komoditas
2003 2004 2005 2006 2007 1. Kopi
Robusta 2.6
2.1 1.6
2.3 2.3 2. Jahe
1.6 1.3
0.3 0.2 0.2
3. Lada 0.9
1.0 0.6
0.9 1.0
4. Cengkeh
0.4 0.3
0.3 0.5 0.9
5. Kelapa Dalam
0.2 0.2
0.1 0.1 0.1
6. Kelapa Hibrida
0.0 0.0
0.0 0.0 0.0
7. Kakao 0.0
0.0 0.0
0.0 0.1
8. Panili 0.4
0.1 0.2
0.3 0.5
9. Kelapa Sawit
0.3 0.6
0.5 0.7 0.8
Sumber : BPS Propinsi Lampung, 2008 diolah
Berdasarkan hasil analisis LQ pada Tabel 13 yang dihitung terhadap Propinsi Lampung sebagai wilayah induk, Kabupaten Lampung Barat memiliki
keunggulan komparatif pada tiga komoditas yaitu kopi, jahe dan lada. Namun demikian, selama kurun waktu lima tahun terakhir yaitu dari tahun 2003 - 2007
menunjukkan bahwa hanya komoditas kopi yang memiliki nilai LQ 1 setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa dari sisi produksi, komoditas kopi memiliki
kontribusi yang paling besar di sub sektor perkebunan di Kabupaten Lampung Barat dibandingkan komoditas lainnya. Tingginya produktivitas kopi di Kabupaten
Lampung Barat, didukung oleh faktor-faktor di bawah ini : a Ketersediaan Lahan
Ketersediaan lahan untuk komoditas kopi di Kabupaten Lampung Barat relatif luas. Menurut BPS Propinsi Lampung 2008, lahan areal kopi di
Kabupaten Lampung Barat seluas 59.316 Ha atau sekitar 36,21 dari total luas perkebunan kopi di Propinsi Lampung, yaitu 163.799 Ha.
b Iklim Wilayah Lampung Barat terbagi ke dalam dua zona iklim yang sangat
mendukung budidaya kopi, yaitu zona A jumlah bulan basah lebih dari sembilan bulan terdapat di wilayah pesisir Lampung Barat dan zona BL
jumlah bulan basah tujuh sampai sembilan bulan terdapat di timur Tanam Nasional Bukit Barisan Selatan.
c Curah Hujan Sedangkan curah hujan di Kabupaten Lampung Barat yang terjadi
sepanjang tahun berkisar antara 2.500 – 3.000 mmtahun. Dengan curah hujan yang relatif tinggi dan topografi di dataran tinggi sangat cocok bagi
budidaya komoditas kopi. d Kesuburan Lahan
Sebagian besar wilayah Lampung Barat merupakan wilayah pegunungan yang terletak di lereng pegungungan vulkan di sepanjang Bukit Barisan
Selatan. Jenis tanahnya terdiri dari bahan vulkan, sedimen, plutonik masam, dan batuan metamorf yang ditutupi oleh bahan tufa masam ranau.
Berdasarkan peta geologi provinsi Lampung skala 1 : 250.000 yang disusun oleh S. Gafoer, TC Amin, Andi Mangga 1989, Lampung Barat terdiri
dari batuan Vulkan tua Old Quarternary Young, Formasi Simpang Aur, Formasi Ranau, Formasi Bal, Batuan Intrusive.
Wilayah Lampung Barat di bagian barat mempunyai sungai-sungai yang mengalir pendek-pendek dengan pola aliran dendritik yang menyebabkan daerah
ini ditandai dengan jarangnya banjir sebab pada saat musim hujan datang bersamaan air tidak terkonsentrasi sehingga mengalir lambat. Delta Marine
ditandai dengan agregat kasar hasil endapan aluvial vulkanik, hal ini menyebabkan bila air besar muara sungai sering berpindah Meander. Sungai-
sungai yang berukuran pendek dan mengalir di lereng terjal seperti ini sukar dikembangkan untuk irigasi, kecuali yang sudah mengalir di daerah delta pantai,
umumnya mudah dikembangkan walaupun masih terkena pengaruh pasang surut laut.
Pada bagian timur wilayah Lampung Barat merupakan daerah tangkapan air
catchment area sungai-sungai besar yang mengalir ke arah timur antara lain : Way Besai, Way Seputih dan sebagainya. Proses erosi yang sudah lanjut,
besarnya material yang terangkut menyebabkan makin cepatnya daerah ini mengalami kemiskinan unsur hara tanah.
Dengan berkurangnya flora penutup tanah dan sifat drainase tanah yang baik terdiri dari Lempung pesiran bergeluh praktis daya simpan air daerah ini
sangat kecil, ini menyebabkan fluktuasi aliran permukaan makin besar, sungai- sungai yang mengalir ke sebelah timur menjadi terganggu kestabilannya.
Umumnya sungai-sungai yang mengalir ke sebelah barat masih stabil karena didukung oleh banyaknya flora penutup tanah dan belum terganggunya air tanah
dangkal sebagai sumber mata air. Ditinjau dari keempat factor tersebut, tampak jelas bahawa komoditas kopi
sangat cocok untuk dibudidayakan di Lampung Barat.
Tabel 14. Nilai LQ Komoditas Perkebunan Berdasarkan Luas Areal di
Kabupaten Lampung Barat Tahun 2003 – 2007
Location Quotient LQ No. Komoditas
2003 2004 2005 2006 2007 1. Kopi
Robusta 2.06 1.94
1.95 1.93 1.91
2. Cengkeh 1.09 1.04
1.04 1.11
1.11 3. Lada
1.02 1.12
1.12 1.11
1.10 4. Jahe
1.45 2.24
1.13 1.10
1.55 5. Kelapa
Dalam 0.22
0.27 0.27
0.28 0.27
6. Kelapa Hibrida
0.03 0.04
0.04 0.04 0.04
7. Kakao 0.06
0.09 0.09
0.17 0.23
8. Panili 0.19
0.40 0.42
0.42 0.42
9. Kelapa Sawit
0.52 0.53
0.54 0.53 0.52
Sumber : BPS Propinsi Lampung, 2008 diolah
Kemudian hasil analisis LQ berdasarkan luas areal tahun 2003 – 2007 menunjukkan bahwa ada empat komoditas yang memiliki nilai LQ 1 yaitu kopi,
cengkeh, lada dan jahe. Hal ini menunjukkan empat komoditas tersebut adalah yang paling banyak ditanam oleh masyarakat. Namun demikian diantara empat
komoditas tersebut, kopi memiliki nilai indeks LQ yang paling besar. Hal ini menggambarkan bahwa kopi adalah komoditas yang paling banyak ditanam oleh
masyarakat Kabupaten Lampung Barat selama lima tahun terakhir yaitu dari tahun 2003 - 2007.
Komoditas kopi merupakan komoditas yang sudah sejak lama dibudidayakan oleh masyarakat Kabupaten Lampung Barat. Keberadaannya
menyebar hampir diseluruh kecamatan, kecuali di kecamatan-kecamatan yang lokasinya di wilayah pesisir. Kecamatan yang memiliki luas areal lahan untuk
perkebunan kopi terbesar di lima kecamatan yaitu Kecamatan Sekincau, Sukau, Way Tenong, Belalau dan Sumber Jaya.
Berdasarkan Tabel 13 dan 14 terlihat bahwa komoditas kopi berdasarkan nilai LQ menunjukkan angka indeks LQ 1 selama lima tahun terakhir baik dari
sisi produksi maupun luas areal dibandingkan dengan komoditas perkebunan lainnya. Hasil ini menunjukkan bahwa komoditas kopi patut menjadi komoditas
basis yang memiliki keunggulan komparatif dari sisi produksi maupun luas areal. Apabila ditinjau lebih jauh berdasarkan kecamatan yang ada di Kabupaten
Lampung Barat, menunjukkan bahwa hampir semua kecamatan yang ada di Kabupaten Lampung Barat memiliki nilai LQ 1. Artinya bahwa sebagian besar
wilayah Kabupaten Lampung Barat berspesialisasi di komoditas kopi, dalam hal ini adalah komoditas kopi jenis robusta.
Jumlah produksi komoditas jahe menunjukkan nilai LQ 1 hanya tahun 2003 – 2004. Hal tersebut disebabkan pada rentang waktu tersebut banyak
petani menanam jahe karena tingginya permintaan pasar pada komoditas tersebut. Sedangkan pada tahun selanjutnya relatif menurun.
Sedangkan komoditas lada, produksinya relatif tidak stabil. Hal itu disebabkan tanaman lada tidak memiliki lahan khusus di Kabupaten Lampung
Barat. Tetapi, hanya menjadi komoditas yang lahannya menyatu dengan perkebunan kopi.
Komoditas cengkeh selalu menjadi komoditas basis berdasarkan luas areal pada rentang waktu tahun 2003 – 2007. Namun, berdasarkan nilai LQ dengan
indikator jumlah produksi, komoditas cengkeh tidak menjadi basis pada rentang waktu tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa komoditas cengkeh memiliki luas
areal yang relative luas namun memiliki tingkat produksi yang rendah.
Tabel 15. Nilai LQ Komoditas Kopi per Kecamatan di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2003 – 2007
Location Quotient LQ No Kecamatan
2003 2004 2005 2006 2007 1 Pesisir
Selatan 0.04
0.04 0.04
0.04 0.06 2 Bengkunat
Belimbing 0.08
0.09 0.09
0.11 0.14 3 Pesisir
Tengah 0.06
0.07 0.08
0.10 0.20 4 Karya
Penggawa 1.14
0.91 0.75
0.65 0.82 5 Pesisir
Utara 1.75
1.46 1.26
1.14 1.18 6 Lemong
0.43 0.48
0.55 0.66 1.01
7 Balik Bukit
11.83 6.43
3.64 2.15 1.82
8 Sukau 6.66
4.24 2.81
1.95 1.82 9 Belalau
5.90 3.97
2.79 2.05 1.69
10 Sekincau 5.03
3.65 2.77
2.19 1.79 11 Suoh
4.50 3.17
2.33 1.79 1.60
12 Batu Brak
7.05 4.57
3.09 2.18 1.81
13 Sumber Jaya
5.96 4.05
2.87 2.13 1.83
14 Way Tenong
4.46 3.37
2.65 2.18 1.70
15 Gedung Surian
0.69 0.97
1.43 2.20 1.82
Sumber : BPS Kabupaten Lampung Barat, 2007 diolah
Berdasarkan analisis LQ di atas menunjukkan bahwa kopi merupakan komoditas basis yang diharapkan mampu mendorong perkembangan sektor atau
komoditas lainnya yang terkait sehingga perekonomian wilayah secara keseluruhan akan tumbuh. Pada Tabel 16 terlihat bahwa kopi memiliki surplus
produksi selama lima tahun terakhir yaitu dari tahun 2003 – 2007. Hal ini menunujukan bahwa Lampung Barat memiliki potensi ekspor sebesar nilai
surplus produksinya. Ekspor kopi akan memberikan nilai tambah bagi perekonomian wilayah Kabupaten Lampung Barat.
Perubahan nilai LQ terbesar untuk komoditas kopi per kecamatan tersebut dalam waktu lima tahun terjadi alih fungsi lahan milik perkebunan kopi
masyarakat menjadi sarana infrastruktur pemerintah daerah. Selain itu, terjadi pula alih fungsi lahan perkebunan kopi menjadi lahan pertanian lainnya seperti
lahan sayur mayor dan tanaman hortikultura. Sedangkan di Kecamatan Pesisir Selatan nilai LQ komoditas kopi selama
kurun waktu lima tahun relative kecil. Factor penyebabnya adalah iklim Kecamatan Pesisir Selatan tidak cocok untuk budidaya kopi karena berada di
daerah pesisir. Selain itu, di wilayah ini sebagaian besar lahan perkebunannya digunakan untuk perkebunan kelapa sawit milik PT KCMU.
Berdasarkan keterangan Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Barat 2007 dijelaskan bahwa kopi Lampung Barat sebagian besar dijual ke luar
Lampung Barat terutama ke Kota Bandar Lampung. Namun demikian, kopi asal Lampung Barat tersebut sebagian besar masih dijual dalam bentuk “kopi asalan”
yang belum diolah lebih lanjut. Oleh karena itu, perlu dukungan kebijakan dari pemerintah daerah Kabupaten Lampung Barat untuk mendorong tumbuhnya
industri hulu – hilir yang akan memberikan nilai tambah yang lebih besar bagi produk kopi olahan Lampung Barat.
Tabel 16. Surplus Produksi Kopi Kabupaten Lampung Barat Berdasarkan Indeks Location Quotient Tahun 2003- 2007
2003 2004 2005 2006 2007 Produksi kopi Kabupaten
Lampung Barat 56,187
55,868 55,927
55,994 56,227
Konsumsi lokal Kabupaten Lampung Barat
21,914 26,200
3,394 24,334
24,543
SURPLUS ton 34,273
29,668 52,533
31,660 31,684
Sumber : BPS Propinsi Lampung, 2008 diolah
Berdasarkan analisis LQ ditunjukkan bahwa komoditas kopi merupakan komoditas basis dan memiliki keunggulan komparatif. Pengembangan komoditas
basis ini dapat mendorong penciptaan penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Lampung Barat. Pengetahuan akan keunggulan komparatif suatu daerah dapat
digunakan para penentu kebijakan untuk mendorong perubahan struktur perekonomian daerah ke arah komoditas yang memiliki keunggulan komparatif.
Keunggulan komparatif dapat dijadikan pertanda awal bahwa komoditas itu memiliki prospek dan juga memiliki keunggulan kompetitif.
Berdasarkan data Dinas Perkebunan Lampung Barat, pada tahun 2007 luas areal komoditas kopi robusta mencapai 60.483,80 ha, atau 65,6 persen dari
luas areal perkebunan yang ada. Sementara masyarakat yang terlibat dalam usahatani kopi mencakup 92,24 persen yang meliputi petanipekebun, pedagang,
dan jenis usaha lainnya yang terkait dengan usahatani kopi dan kepala keluarga tani berbasis komoditas usahatani kopi mencapai 40.135 Kepala Keluarga KK
dengan rata-rata lahan yang dikelola tiap KK adalah 1,5 ha. Angka ini sama dengan 201.152 jiwa atau 51,83 persen dari jumlah penduduk Kabupaten
Lampung Barat Dinas Perkebunan Lampung Barat, 2008. Sementara itu Basuki Rahmat 2009, volume ekspor kopi Lampung
selama periode Januari-Desember 2008 mencapai 303.680 ton lebih dengan nilai 586,561 juta dolar AS. Angka lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang
sama pada tahun 2007, yaitu 183.070 ton dan sebagian besar berasal dari kopi Lampung Barat dengan devisa 301,643 juta dolar AS.
Berdasarkan data dan fakta ini, Pemerintah Kabupaten Lampung Barat melalui Dinas Perkebunan, selama ini lebih menitikberatkan perhatiannya pada
komoditas kopi. Berbagai program digulirkan Pemkab dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani kopi diantaranya adalah bekerjasama
dengan Pusat dan Penelitian PUSLIT Kopi dan Kakau Jember dalam rangka peningkatan teknologi dan pembinaan petani kopi. Kemudian Pemkab Lampung
Barat juga melakukan kerjasama kemitraan dengan pihak swasta, seperti dengan Nestle, Indocom Citra Persada, dan Indocafco. Kemudian yang masih dalam
penjajakan adalah Olam-Kraft International dan Kapal Api group. Selain itu, AEKI Asosiasi Ekportir Kopi Indonesia telah membangun Pusat
Penyuluhan dan Pengembangan Kopi P3K di Kecamatan Sukau. P3K ini satu- satunya yang dibangun oleh AEKI di seluruh Indonesia. Selain komoditas kopi
menjadi andalan ekspor bagi Lampung Barat, bertanam kopi juga sudah menjadi budaya masyarakat Lampung Barat khususnya yang berada di daerah
pegunungan. Namun demikian petani kopi Lampung Barat masih belum dapat menikmati
nilai tambah dari kopi tersebut. Hal ini karena meskipun sebagai penghasil kopi robusta terbesar, di Lampung Barat tidak terdapat eksportir. Selama ini petani
kopi menjual hasil perkebunannya lewat pedagang pengumpul, dari pedagang pengumpul inilah kopi yang masih berupa biji kering dibawa ke Bandar Lampung.
Karena untuk pemasaran kopi khususnya ekspor, selama ini memang hanya melalui Kota Bandar Lampung. Dengan demikian, produk kopi Lampung Barat
selama ini belum memberikan nilai tambah, baik terhadap petani maupun daerah Lampung Barat.
Beberapa kendala yang dihadapi dalam mengembangkan komoditas kopi adalah kualitas kopi Lampung Barat masih tergolong rendah. Hal ini diakibatkan
oleh proses penjemuran yang sembarang tanpa memakai lantai jemur, buah belum merah sudah dipetik kemudian proses penggilingan tidak menggunakan
mesin sehingga banyak yang pecah. Harganya pun berfluktuasi mengikuti harga kopi dunia.
6.2 Analisis Multiplier Basis
Dalam implementasi prioritas pengembangan komoditas unggulan, ada beberapa aspek yang menjadi pertimbangan penting. Menurut Blair Miller
1985 dijelaskan bahwa komoditas yang perlu mendapat prioritas untuk dikembangkan adalah komoditas yang memiliki nilai indeks
multiplier yang besar. Secara teknis nilai multiplier yang dimiliki lebih besar dari satu 1. Artinya
komoditas tersebut memiliki efek yang besar dalam meningkatkan produksi wilayah.
Sementara itu pendapat lain yang menjelaskan tentang prioritas pengembangan suatu komoditas diungkapkan oleh Salvatore 2000. Disebutkan
bahwa daerahnegara yang memiliki daya saing tinggi pada produkjasa yang dihasilkannya apabila daerah tersebut berspesialisasi pada produkjasa yang
memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif, diantaranya produkjasa tersebut berdayasaing di pasar ekspor.
Oleh karena itu, dalam kajian ini penentuan prioritas komoditas unggulan yang akan dikembangkan didasarkan pada pertimbangan besarnya nilai
multiplier tiap komoditas tersebut. Hasil analisis LQ menunjukkan ada tiga komoditas unggulan perkebunan yaitu kopi, cengkeh dan lada. Tiga komoditas
unggulan ini kemudian akan dianalisis seberapa besar multiplier yang dimilikinya. Hasil analisis
multiplier basis terhadap tiga komoditas basis perkebunan tersebut menunjukkan bahwa komoditas kopi diidentifikasi memiliki nilai multiplier
yang tinggi atau memiliki nilai multiplier lebih besar dari satu 1 selama lima tahun terakhir yaitu tahun 2003 – 2007, sedangkan dua komoditas basis lainnya
yaitu lada dan jahe memiliki nilai multiplier 1. Nilai multiplier tiga komoditas basis perkebunan di Kabupaten Lampung Barat dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Nilai Multiplier Tiga Komoditas Basis Perkebunan di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2003 – 2007
Multiplier No Komoditas
2003 2004 2005 2006 2007 1 Kopi
robusta 1.26
1.35 1.53
1.54 1.45 2 Lada
TMB 0.48
TMB TMB TMB
3 Jahe 0.28
0.43 TMB
TMB 0.57 TMB = komoditas tersebut tidak lagi menjadi basis LQ1
Sumber : BPS Propinsi Lampung, 2008 diolah
Berdasarkan Tabel 17 dapat dilihat bahwa Nilai multiplier komoditas kopi pada tahun 2007 adalah 1,45. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kenaikan
produksi komoditas kopi sebesar satu ton akan meningkatkan total produksi seluruh komoditi di Kabupaten Lampung Barat sebesar 1,45 ton. Nilai multiplier
basis ini menandakan bahwa pengembangan komoditas kopi akan memberikan efek multiplier yang cukup besar terhadap pengembangan komoditas lainnya,
umumnya komoditas yang terkait dengan komoditas perkebunan kopi. Sebagai
contoh, berkembangnya komoditas kopi, maka akan mendorong perkembangan budidaya bibit kopi, toko saprotan hulu dan hilirnya adalah produk turunan kopi
dan lain sebagainya. Selain dilihat dari nilai multipliernya, peranan komoditas kopi terhadap
perekonomian wilayah Kabupaten Lampung Barat dapat dilihat dari share komoditas kopi terhadap PDRB sektor pertanian Kabupaten Lampung Barat dan
penyerapan tenaga kerjanya. Dari sisi kontribusi terhadap PDRB sektor pertanian, pada tahun 2007 komoditas kopi memberikan kontribusi sekitar 76
persen. Nilai ini diperoleh dari besarnya nilai produksi kopi total produksi kopi Kabupaten Lampung Barat dikalikan harga kopi menurut AEKI 2007 dibagi nilai
PDRB sektor pertanian Kabupaten Lampung Barat tahun 2007. Sedangkan nilai PDRB sektor pertanian memiliki kontribusi sebesar 62,26 persen terhadap PDRB
total di Kabupaten Lampung Barat BPS Kab. Lampung Barat, 2007. Hal ini menunjukkan bahwa komoditas kopi memiliki peran yang cukup besar terhadap
PDRB total Kabupaten Lampung Barat. Selain itu, komoditas kopi juga memberikan kontribusi yang cukup besar dalam hal penyerapan tenaga kerja.
Hal ini ditunjukkan oleh besarnya jumlah tenaga kerja yang diserap oleh sektor pertanian, yaitu sebesar 79,79 persen dari total jumlah penduduk yang bekerja
BPS Kab. Lampung Barat, 2007. Berdasarkan hasil analisis LQ dan analisis multiplier yang telah dilakukan
maka dapat disimpulkan bahwa Kabupaten Lampung Barat memiliki komoditas unggulan yang perlu dijadikan prioritas untuk dikembangkan. Pengembangan
komoditas kopi tersebut diharapkan dapat mendorong perekonomian masyarakat di Kabupaten Lampung Barat yang selama ini telah lama membudidayakan kopi
dan bagi pemerintah daerah, berkembangnya komoditas kopi dapat menjadi pendorong sektor perkebunan yang selama ini menjadi kontributor terbesar
dalam PDRB wilayah.
6.3 Analisis Keunggulan Kompetitif