2.3 Teori Keunggulan Komparatif dan Kompetitif
Setiap wilayah perlu mengetahui sektor atau komoditi apa yang memiliki potensi besar
compatratif advantage dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik karena potensi alam maupun karena sektor itu memiliki keunggulan
kompetitif competitive advantage untuk dikembangkan, artinya dengan
kebutuhan modal yang sama sektor tersebut dapat memberikan nilai tambah value added yang lebih besar, dapat berproduksi dalam waktu relatif singkat
dan sumbangan untuk perekonomian wilayah menjadi cukup besar. Produk tersebut bisa menjamin pasar untuk diekspor keluar daerah atau keluar negeri
dan selanjutnya bisa mendorong sektor lain untuk turut berkembang sehingga perekonomian wilayah secara keseluruhan dapat bertumbuh karena ada saling
keterkaitan antar sektor yang memberikan multiplier effect.
Dalam membuat keputusan strategik, para pengambil kebijakan juga tidak boleh melupakan unsur kompetitif. Suatu organisasi dikatakan berada dalam
suasana kompetitif apabila ia mengetahui dengan siapa ia berkompetisi, mempunyai pemahaman dan pengetahuan tentang misi, tujuan, sasaran,
sasaran, dan sumber daya, serta apa yang diperbuat oleh kompetitor tersebut. Menurut Rustiadi
dalam Adifa 2007, untuk mengetahui potensi aktivitas ekonomi yang merupakan basis atau non basis dan atau sektorkomoditi mana
yang terkonsentrasi atau tersebar dapat digunakan metode Location Quotient LQ. Hal tersebut juga dinyatakan oleh Bendavid
dalam Adifa bahwa LQ adalah suatu indeks untuk mengukur tingkat spesialisasi relatif suatu sektor atau sub
sektor ekonomi suatu wilayah tertentu. Pada metode ini dihitung perbandingan antara pendapatan tenaga kerja di sektor i pada wilayah bawah terhadap
pendapatan tenaga kerja di sektor i pada wilayah atas terhadap pendapatan tenaga kerja semua sektor di wilayah atasnya Sahara, 2006.
2.4 Konsep Pembangunan Ekonomi
Pada hakekatnya pembangunan ekonomi merupakan proses terjadinya perubahan kondisi perekonomian ke arah yang lebih baik. Menurut Todaro
2000 istilah pembangunan development secara tradisional diartikan sebagai
kapasitas dari sebuah perekonomian untuk menciptakan dan meningkatkan produksi PDRB dan pendapatan per kapita. Pembangunan ekonomi pada masa
lampau juga sering diukur berdasarkan tingkat kemajuan struktur produksi dan
penyerapan tenaga kerja yang diupayakan secara terencana. Namun pada saat ini, kinerja pembangunan tidak hanya diukur berdasarkan indikator pencapaian
kapasitas produksi, tetapi yang lebih penting adalah penghapusan dan pengurangan kemiskinan, penanggulangan ketimpangan pendapatan, dan
penyediaan lapangan kerja dalam konteks perekonomian yang terus berkembang.
Pendapatan serupa juga dikemukakan oleh Hess dan Ross 2000 bahwa pembangunan ekonomi memerlukan adanya perubahan struktural, mengurangi
tingkat kemiskinan, adanya peningkatan derajat kesehatan, pendidikan dan kehidupan yang layak bagi masyarakat. Pembangunan ekonomi juga harus
mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan sustained
economic growth. Dalam konteks otonomi daerah, pembangunan ekonomi diarahkan pada
pemberdayaan dan pemanfaatan potensi daerah dalam rangka penguatan ekonomi lokal. Menurut Bratakusumah 2003 keberhasilan pembangunan
ekonomi nasional saat ini sangat bergantung pada kemajuan pembangunan ekonomi daerah. Pembangunan ekonomi daerah menekankan pada adanya
kemitraan antara pemerintah daerah, pihak swasta dan masyarakat dalam mengelola sumberdaya yang tersedia untuk menciptakan lapangan kerja dan
menggiatkan ekonomi daerah.
2.5 Pembangunan Ekonomi Daerah Berbasis Komoditas Unggulan
Tantangan daerah dalam mewujudkan kemandirian ekonomi di era otonomi ke depan sangat kompleks. Daerah tidak hanya dihadapkan pada permasalahan
internal seperti rendahnya dukungan sumberdaya manusia SDM yang andal dan infrastruktur yang kurang memadai, juga permasalahan eksternal yaitu
ketatnya persaingan antar daerah dan adanya liberalisasi perdagangan bebas. Menurut Hadianto 2007 untuk mengantisipasi kondisi tersebut, salah satu
upaya yang dapat dilakukan dalam rangka menjawab tantangan pengembangan wilayah, persaingan antar daerah serta antisipasi terhadap liberalisasi
perdagangan bebas, namun tetap sesuai dengan prinsip desentralisasi, maka strategi pengembangan wilayah harus
berbasis pada sektorkomoditas unggulan. Prioritas pada sektorkomoditas unggulan akan mengarahkan alokasi sumber
daya kepada sektorkomoditas yang diunggulkan melalui pemetaan antara sektorkomoditas unggulan dengan segala komponen pendukungnya.
Untuk mendukung upaya tersebut, maka pembangunan ekonomi daerah berbasis komoditas unggulan harus didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai
berikut : 1. Pengembangan ekonomi wilayah dilakukan
atas dasar karakteristik daerah yang bersangkutan, baik aspek ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Suatu
program hanya dapat tepat dilakukan pada suatu daerah tertentu dan tidak pada daerah dengan karakteristik berbeda lainnya.
2. Pengembangan ekonomi wilayah harus dilakukan secara komprehensif
dan terpadu. Dalam hal ini pengembangan ekonomi wilayah harus mempunyai keterkaitan satu dengan lainnya.
3. Pengembangan ekonomi wilayah dilaksanakan sesuai dengan prinsip-
prinsip otonomi dan desentralisasi. Dengan demikian, pemerintah daerah mempunyai wewenang penuh dalam mengembangkan kelembagaan
pengelolaan pengembangan ekonomi di daerah, mengembangkan sumber daya manusianya, menciptakan iklim usaha yang dapat menarik modal dan
investasi, mendorong peran aktif swasta dan masyarakat, melakukan koordinasi terus-menerus dengan seluruh
stakeholders pembangunan baik di daerah dan pusat.
2.6 Teori Basis Ekonomi