25
BAB 2 KERANGKA KONSEP
manfaat layanan kesehatan selama 5 lima tahun. Apabila hal itu sudah tercapai, maka revisi penurunan iuran dan atau peningkatan nilai manfaat dapat dilakukan.
9. ASPEK PELAYANAN
Pelayanan kesehatan yang dijamin merupakan paket manfaat yang menjadi hak setiap peserta yang telah membayar iuran dan yang iurannya telah dibayarkan oleh
Pemerintah. Pelayanan memiliki dua aspek penting, yaitu aspek Akses Potensial dan
aspek Kualitas Layanan. Akses potensial dipengaruhi oleh ketersediaan layanan kesehatan yang dipengaruhi oleh sebaran, jarak, dan alat transportasi. Sedangkan kualitas layanan
sangat dipengaruhi oleh besaran pembayaran, perilaku tenaga kesehatan yang melayani, motif layanan kesehatan pencari laba atau bukan, dan kecukupan suplai obat, bahan
medis habis pakai, dan suplai bahan lainnya yang berpengaruh terhadap kualitas layanan.
Harus diakui bahwa pada kondisi sekarang, sebaran dan kualitas layanan kesehatan memang belum baik dan belum memenuhi harapan banyak pihak. Hal tersebut
dipengaruhi oleh sistem terdahulu dan yang masih berlangsung, dimana sebagian besar pengguna layanan kesehatan harus membayar dari kantong sendiri atau dari pooling kecil
oleh pemberi kerja atau pemberi kerja asuransi yang tidak memiliki daya tawar dan daya sebar. Sistem pembayaran yang digunakan umumnya juga masih fee for services. Sebaran
fasilitas kesehatan dan dokter akan terkonsentrasi di daerah-daerah dimana penduduk bisa membayar dan sanggup bayar mahal. Tidak heran di kota-kota besar tersedia
layanan, sedangkan di kota kecil umumnya kurang tersedia. Hal ini akan berubah, jika JKN membayar faskes dengan baik harga keekonomian dimana swasta akan tertantang untuk
melayani dan masih tertutup ongkos-ongkos produksi. Apabila Pemerintah membayar iuran bagi penduduk tidak mampu dan sektor informal dengan harga keekonomian, maka
dengan sendirinya sebaran faskes akan lebih merata. Sebab, penduduk di daerah dan kota kecil akan tetap mendapat layanan yang akan dibayar oleh BPJS, yang sebelumnya tidak
ada yang bayar dan karenanya tidak banyak dokter atau faskes yang mau menyediakan layanan di daerah tersebut. Dengan demikian, akan terjadi migrasi faskes dan nakes ke
tempat-tempat yang masih memungkinkan persaingan ringan, yaitu di daerah yang sebaran fasilitas kesehatannya belum banyak.
Jadi, kunci utama redistribusi faskes dan nakes sangat tergantung dari besaran pembayaran BPJS kepada faskes. Besaran pembayaran ini sangat tergantung dari
besaran iuran yang wajib dibayar oleh pekerja, pemberi kerja dan Pemerintah. Meskipun cara pembayaran dilakukan dengan prospektif atau retrospektif, faskes akan tetap masuk
apabila besaran pembayarannya berbasis harga keekonomian.
26
PETA JALAN MENUJU JAMINAN KESEHATAN NASIONAL 2012 - 2019
Jika diperhatikan distribusi layanan kesehatan sekarang, maka sesungguhnya Indonesia telah memiliki lebih dari 85.000 dokter berlisensi praktik umum.
Jumlah itu mencukupi, dengan rasio 1: 3.000 untuk melayani seluruh penduduk. Masalahnya hanya pada distribusi. Masalah distribusi akan dapat diselesaikan jika
pembayaran BPJS memadai. Tentu saja untuk mendapatkan pembayaran yang memadai, diperlukan iuran yang memadai. Selain itu, kita memiliki lebih dari 1.800 rumah sakit
dan lebih dari 1.000 Puskesmas yang memiliki tempat tidur perawatan. Menurut UU Rumah Sakit, Puskesmas yang memiliki tempat tidur dan melayani rawat inap seharusnya
termasuk golongan rumah sakit. Jika diperhatikan angka utilisasi BOR RS tersebut secara keseluruhan, maka tampak jumlah tempat tidur yang ada sekarang belum optimal
digunakan. Angka BOR rata-rata masih di bawah 70 persen. Hanya di kota-kota besar, BOR sebagian RS bisa mencapai diatas 80 persen. Hal ini bukan merupakan bukti efek
jaminan, akan tetapi lebih pada efek pasar, tingkat sosial dan pendidikan masyarakat, dan akses. Namun, banyak pihak menilai jumlah tempat tidur masih jauh kurang
berdasarkan rasio tempat tidur TT penduduk 1 TT untuk 1.000 penduduk. Penggunaan rasio statis itu berbahaya jika demand belum tumbuh. Fakta data utilisasi sekarang ini,
demand belum cukup baik karena belum ada jaminan kesehatan yang efektif untuk semua penduduk, jarak jauh, dan kualitas layanan belum memadai. Oleh karenanya,
kita tidak perlu terburu-buru menyediakan tambahan tempat tidur sebanyak rasio yang ditargetkan. Proses peningkatan demand akan berkembang secara bertahap sejalan
dengan perluasan kepesertaan. Menunda perluasan jaminan kesehatan karena alasan belum tersedia cukup faskes dapat melanggar hak sekitar 60 persen penduduk yang
telah tinggal dalam jarak kurang dari satu jam ke salah satu faskes, tetapi tidak memiliki dana untuk membayar layanan kesehatan.
Mekanisme pasar akan dengan sendirinya menarik investor membangun lebih banyak faskes dan mencari nakes untuk melayani peserta jaminan di berbagai
daerah yang kini belum cukup tersedia layanan untuk peserta. Kuncinya, pembayaran
yang memadai atau pada harga keekonomian. Selain itu, menurut UU Otonomi Daerah, Pemda wajib menyediakan fasilitias kesehatan. Pada kasus-kasus dimana jumlah
penduduk dan sebaran penduduk yang jarang, mungkin investor swasta tidak tertarik untuk membangun faskes; maka Pemda yang memiliki dana APBNAPBD, atau dana
rakyat wajib menyediakan fasilitas dengan kualitas yang baik. Selain itu, pemda yang selama ini membayar iuran Jamkesda yang bukan kewajibannya, hendaknya didorong
untuk memindahkan dananya guna membangun dan memperbaiki fasilitas kesehatan dan membayar menambah insentif nakes agar mampu melayani penduduknya dengan
kualitas yang memuaskan. Pendekatan ini, jauh lebih adil dan lebih efektif daripada