Administrative Eiciency PRINSIP PROGRAM JAMINAN KESEHATAN

16 PETA JALAN MENUJU JAMINAN KESEHATAN NASIONAL 2012 - 2019 Untuk itu, telah disepakati semua pihak, bahwa cakupan universal dalam arti semua penduduk telah terdaftar sebagai peserta jaminan kesehatan dengan manfaat medis yang sama akan dicapai pada tahun 2019. Dengan demikian, maka Kabinet Indonesia Bersatu dan Kabinet selanjutnya perlu berupaya konsisten untuk mencapai cakupan universal. Pencapaian cakupan universal pada tahun 2019 menunjukkan bahwa Indonesia tertinggal 17 tahun dibandingkan Thailand dan tertinggal 62 tahun dibandingkan dengan Malaysia. Oleh karenanya, tidak ada alasan lagi untuk menunda-nunda pencapaian cakupan universal layanan kesehatan untuk mencegah seluruh penduduk jatuh miskin akibat suatu penyakit. Hal ini sangat perlu disadari semua pihak, bahwa cakupan universal layanan kesehatan adalah sebuah upaya pengentasan kemiskinan. Dalam menyusun dan mengimplementasi peta jalan ini diperlukan sejumlah konsensus. Beberapa konsensus penting yang sudah dan perlu dilakukan antara lain:

1. KONSENSUS MAKNA UU

a. Kesepakatan hanya ada SATU peta jalan yang akan digunakan bersama oleh semua pihak DJSN, Kemenkes, Kemendagri Kemenkeu, Kemenko Kesra, Bappenas, BPJS Kesehatan, serikat pekerja, serikat pemberi kerja, pemerintah daerah dan lain- lain. b. Konsensus nama yang digunakan istilah Indonesia dan Inggris untuk program Jaminan Kesehatan sebagaimana diatur dalam UU SJSN dan UU BPJS. Pilihan nama Indonesia adalah Jaminan Kesehatan Nasional. Sedangkan nama dalam bahasa Inggris, untuk terjemahan dan publikasi internasional diusulkan INA-Medicare. Nama ini mengambil istilah Medicare sebagai istilah jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk yang digunakan beberapa negara seperti di Kanada, Australia, Filipina, dan Taiwan. c. Konsensus tentang paket manfaat yaitu semua layanan yang mempunyai indikasi medis telah disepakati dalam rapat bersama Kemenkes, DJSN dan Kementerian lain pada tanggal 30 Maret 2012. Disepakati juga bahwa untuk tahap awal, selama besaran iuran belum sama, maka layanan non-medis berupa tempat perawatan dan kelas perawatan masih dimungkinkan berbeda. Penerima Bantuan Iuran PBI berhak mendapat manfaat rawat inap ke kelas III sedangkan yang membayar iuran dirawat di kelas II atau kelas I, tergantung besaran upah atau golongan pangkat pegawai negeri. Ketika Pemerintah sudah mau membayar iuran sebesar rata-rata besaran iuran per kapita pekerja penerima upah, maka manfaat kelas perawatan atau tempat rawat jalan primer akan disamakan. Cepat-lambatnya manfaat layanan kesehatan sama untuk semua penduduk tergantung dari kemauan 17 BAB 2 KERANGKA KONSEP Pemerintah membayar iuran sebesar rata-rata iuran per kapitaorang pekerja penerima upah. d. Konsensus tentang Pentahapan Kepesertaan telah disepakati yaitu pada tahun 2014 akan dilakukan migrasi kepesertaan Jamkesmas, JPK Jamsostek, sebagian Jamkesda, dan perluasan kepesertaan penerima upah. Peserta bukan penerima upah dapat mendaftar dengan besaran iuran jumlah nominal per keluarga yang diharapkan semuanya telah terdaftar pada akhir September 2019. Pemerintah dan atau pemerintah daerah dapat mensponsori keluarga pekerja bukan penerima upah untuk menjadi peserta dengan membayarkan iuran kepada BPJS. Pekerja penerima upah yang kini telah menikmati jaminan kesehatan melalui pemberi kerjanya atau membeli asuransi kesehatan komersial diberi kesempatan bermigrasi setiap waktu sampai dengan bulan September 2019.

e. Konsensus besaran iuran harus telah dicapai pada akhir Agustus 2012 untuk segera

masuk dalam Perpres Jaminan Kesehatan.

2. KONSENSUS CARA PEMBAYARAN MANFAAT

a. Sistem pembayaran prospektif kepada fasilitas kesehatan. Sistem kendali ini

sekaligus mengendalikan utilisasi konsumsi layanan oleh peserta dan menjamin efektifitas dan efisiensi jaminan kesehatan. Selain itu, UU Praktik Kedokteran, UU Kesehatan, dan UU Rumah Sakit juga telah memberikan indikasi perlunya dikembangkan sistem kendali biaya untuk menjamin kecukupan Dana Amanat Jaminan Kesehatan. Yang perlu disepakati atau dicapai konsensus adalah pilihan cara pembayaran untuk rawat jalan primer, rawat jalan sekunder, dan rawat inap.

b. Cara pembayaran rawat jalan primer yang dilayani oleh dokter berlisensi praktik

umum di puskesmas, praktik sendiri, atau klinik yang lazim dan terbukti efektif adalah cara kapitasi. Cara ini juga telah diterapkan oleh PT Askes Persero dan PT Jamsostek Persero. Dengan demikian, cara ini layak untuk diteruskan. Hanya saja, perlu perhitungan ulang untuk dimuat dalam Perpres besaran pembayaran kapitasi ke puskesmas dan praktik dokter swasta. Besaran pembayaran yang efektif haruslah berdasar harga yang layak, dimana dokter dan tenaga kesehatan lainnya menerima penghasilan take home income yang layak. Hal ini perlu mendapat kesepakatan asosiasi dokter, khususnya dokter praktik umum sebagaimana diatur dalam UU SJSN. Untuk layanan sekunder rujukan rawat jalan dan layanan tersier rawat inap di rumah sakit semakin lazim digunakan cara pembayaran berdasar diagnosis atau dignostic Related Group yang di Indonesia dikenal dengan INA-CBG. Teknologi dan pengalaman telah dimiliki Indonesia. Hanya saja, besaran pembayaran INA-CBG 18 PETA JALAN MENUJU JAMINAN KESEHATAN NASIONAL 2012 - 2019 belum merupakan besaran kesepakatan sebagaimana disyaratkan UU SJSN. Oleh karenanya, pada akhir tahun 2012 harus dicapai kesepakatan besaran CBG bersama asosiasi rumah sakit dan harus masuk dalam Peraturan Presiden dengan pencantuman penyesuaian paling lama tiap dua tahun.

3. KONSENSUS BESARAN IURAN

a. Besaran iuran merupakan kunci dari kesinambungan, kualitas Jaminan Kesehatan, dan dampak Jaminan Kesehatan terhadap pencegahan terjadi kemiskinan baru. Dalam asuransi komersial, besaran iuran dihitung setelah paket manfaat selesai dirancang. Dalam sistem asuransi sosial sebagaimana diatur dalam UU SJSN, besaran iuran juga harus dihitung agar 1 cukup untuk membayar layanan kesehatan, 2 cukup untuk mendanai BPJS dengan kualitas baik yang mencakup gaji pegawai yang memadai, dan tersedia perangkat manajemen yang efisien dan efektif, 3 tersedia dana cadangan teknis jika terjadi klaim yang tinggi, 4 tersedia dana pengembangan program maupun peningkatan manfaat karena ditemukannya teknologi baru layanan medis atau terapi medis. b. Perubahan pola pikir bahwa UU BPJS telah mengatur manajemen yang bukan mencari laba. Artinya, setiap surplus anggaran akan digunakan untuk peserta dengan cara meluncurkan surplus untuk tahun berikutnya atau memupuk cadangan teknis akumulatif. Dengan demikian, tidak ada bahayanya terjadi surplus anggaran akibat penetapan iuran yang lebih konservatif lebih fleksibel. Sebaliknya, jika penepatan iuran ketat, maka dapat terjadi ketidak-cukupan dana yang akan merusak kepercayaan publik terhadap BPJS. Sebagai Badan Hukum Publik, akuntabilitas BPJS dipantau ketat semua pihak. Tidak ada alasan untuk mengkhawatirkan bahwa jika ada surplus, dana tersebut dibagikan sebagai dividen atau diambil Pemerintah atau pihak lain. c. Besaran iuran harus mampu memupuk Dana Amanat yang memungkinkan BPJS membayar fasilitas kesehatan termasuk tenaga kesehatan, pemeriksaan, obat dan bahan medis lainnya yang tidak merugikan fasilitas kesehatan swasta. Indikasi kecukupan yang layak fair tersebut telah diatur dalam UU SJSN yang mengamanatkan pembayaran atas dasar hasil kesepakatan dengan asosiasi fasilitas kesehatan. Dengan besaran pembayaran yang memadai sering disebut harga keekonomian, maka dengan sendirinya sebaran fasilitas kesehatan akan merata. d. Kini telah ada berbagai perhitungan sementara yang menghasilan besaran iuran bantuan PemerintahPBI dengan kisaran antara 19.000 – 54.000orang bulan. Sedangkan besaran iuran penerima upah berkisar antara 5-6 persen dari