Rata–Rata Lama Sekolah Pendidikan Dasar 1 Angka Partisipasi Sekolah APS

II - 17

b. Angka Harapan Lama Sekolah

Angka Harapan Lama Sekolah HLS digunakan untuk mengetahui kondisi pembangunan sistem pendidikan di berbagai jenjang yang ditunjukkan dalam bentuk lamanya pendidikan dalam tahun yang diharapkan dapat dicapai oleh setiap anak. Perkembangan HLS di Jawa Tengah cenderung meningkat dari sebesar 11,18 tahun 2011 menjadi 12,38 tahun 2015. Perkembangan Angka HLS tahun 2011-2015, sebagaimana Gambar 2.9. Sumber : Badan Pusat Statistik, 2016 Gambar 2.9. Perkembangan Angka Harapan Lama Sekolah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 – 2015 Capaian Angka Harapan Lama Sekolah Jawa Tengah tersebut, apabila dibandingkan dengan provinsi lain se-Jawa dan Bali, berada pada posisi ke-5 sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.14. Tabel 2.14. Angka Harapan Lama Sekolah Menurut Nasional dan Provinsi se Jawa- Bali Tahun 2014-2015 No ProvinsiNasional 2014 2015 1. D.I. Yogyakarta 14,85 15,03 2. Bali 12,64 12,97 3. Jawa Timur 12,45 12,66 4. DKI Jakarta 12,38 12,59

5. Jawa Tengah 12,17

12,38 6. Banten 12,31 12,35 7. Jawa Barat 12,08 12,15 Nasional 12,39 12,55 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2016

c. Rata–Rata Lama Sekolah

Rata-rata Lama Sekolah RLS didefinisikan sebagai jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk dalam menjalani pendidikan formal. Cakupan penduduk yang dihitung dalam penghitungan rata-rata lama sekolah adalah 11,18 11,39 11,89 12,17 12,38 10,4 10,6 10,8 11 11,2 11,4 11,6 11,8 12 12,2 12,4 12,6 2011 2012 2013 2014 2015 II - 18 penduduk berusia 25 tahun ke atas. RLS di Provinsi Jawa Tengah dalam kurun waktu 2011 - 2015 meningkat dari 6,74 tahun menjadi 7,03 tahun. Perkembangan angka rata-rata lama sekolah tahun 2011-2015, sebagaimana Gambar 2.10. Sumber : Badan Pusat Statistik, 2016 Gambar 2.10. Perkembangan Rata – Rata Lama Sekolah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 – 2015 Tahun Capaian rata-rata lama sekolah Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2015 menempati urutan ke-7 jika dibandingkan dengan provinsi lain se-Jawa dan Bali. Pada periode tersebut, capaian rata-rata lama sekolah masing-masing provinsi meningkat. Data selengkapnya sebagaimana terlihat dalam Tabel 2.15. Tabel 2.15. Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Nasional dan Provinsi se Jawa Tahun 2014-2015 Tahun No ProvinsiNasional 2014 2015 1 DKI Jakarta 10,54 10,70 2 D.I. Yogyakarta 8,84 9,00 3 Banten 8,19 8,27 4 Bali 8,11 8,26 5 Jawa Barat 7,71 7,86 6 Jawa Timur 7,05 7,14 7 Jawa Tengah 6,93 7,03 Nasional 7,73 7,84 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2016

d. Pengeluaran Per Kapita Disesuaikan

Pengeluaran per kapita disesuaikan di Jawa Tengah meningkat dari Rp.9.296,37 ribu pada tahun 2011 menjadi Rp. 9.9930 ribu pada tahun 2015. Dibandingkan dengan capaian provinsi lain se-Jawa dan Bali, capaian Jawa Tengah berada pada posisi ke-6, dan masih di bawah rata-rata angka nasional sebesar Rp.10.150 ribu tahun 2015. Secara rinci tertuang dalam Tabel 2.16. 6,74 6,77 6,80 6,93 7,03 6,55 6,60 6,65 6,70 6,75 6,80 6,85 6,90 6,95 7,00 7,05 7,10 2011 2012 2013 2014 2015 II - 19 Tabel 2.16. Perkembangan Pengeluaran Per Kapita Disesuaikan Nasional dan Provinsi se Jawa Tahun 2011 – 2015 Rp.000 No Provinsi Tahun Rp.000 2011 2012 2013 2014 2015 1 DKI Jakarta 15.943,43 16.612,86 16.827,58 16.897,51 17.075,00 2 Bali 12.306,77 12.529,78 12.733,09 12.830,51 13.078,00 3 DIY 12.114,52 12.136,69 12.260,52 12.294,43 12.684,00 4 Banten 10.932,84 11.008,33 11.061,34 11.150,00 11.261,00 5 Jawa Timur 9.396,20 9.797,47 9.978,00 10.012,16 10.383,00 6 Jawa Tengah 9.296,37 9.497,15 9.617,92 9.639,74 9.930,00 7 Jawa Barat 9.249,02 9.324,85 9.421,30 9.447,16 9.778,00 Nasional 9.646,68 9.814,68 9.858,16 9.902,85 10.150,00 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2016

10. Angka Partisipasi Kasar APK

Capaian APK pada semua jenjang pendidikan di tahun 2012-2016 mengalami peningkatan. APK SDMI, dari 109,06 meningkat menjadi 109,46 APK SMPMTs meningkat dari 100,50 menjadi 100,72 APK SMASMKMA meningkat dari 67,00 menjadi 76,43. Untuk APK SMASMKMA, dari tahun ke tahun juga mengalami peningkatan, namun untuk mengakselerasi peningkatan APK tersebut masih dihadapkan pada kondisi antara lain rendahnya kemampuan ekonomi masyarakat sehingga lulusan SMPMTs tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, tetapi lebih memilih untuk bekerja dan masih terbatasnya ketersediaan sekolah menengah, terutama SMK belum semua kecamatan terdapat SMASMKMA. Perkembangan APK Jawa Tengah tahun 2012-2016 sebagaimana Tabel 2.17. Tabel 2.17. Perkembangan Angka Partisipasi Kasar APK Provinsi Jawa Tengah dan Nasional Menurut Jenjang Pendidikan Tahun 2012 – 2016 No Tahun SD MI SMP MTs SMASMKMA Prov Nas Prov Nas Prov Nas 1 2012 109,06 115,43 100,50 99,47 67,00 76,40 2 2013 109,08 115,88 100,52 100,16 70,00 78,19 3 2014 109,10 110,68 100,54 96,91 73,05 74,63 4 2015 109,31 109,05 100,69 100,51 74,01 75,53 5 2016 109,46 NA 100,72 NA 76,43 NA Sumber : Kemdikbud dan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, 2017

11. Angka Partisipasi Murni APM

Capaian APM Jawa Tengah untuk jenjang pendidikan SDMI dan SMPMTs dalam kurun waktu 2012-2016 mengalami fluktuasi dan cenderung meningkat, sedangkan untuk jenjang pendidikan SMASMKMA dalam kurun waktu yang sama senantiasa mengalami peningkatan. Secara rinci perkembangan APM dapat dilihat pada Tabel 2.18. II - 20 Tabel 2.18. Angka Partisipasi Murni APM Provinsi Jawa Tengah dan Nasional Menurut Jenjang Pendidikan Tahun 2012 – 2016 No Tahun SDMI SMPMTs SMASMKMA Prov Nas Prov Nas Prov Nas 1 2012 98,30 95,55 78,92 77,71 53,00 57,74 2 2013 98,60 95,71 79,00 78,43 55,00 58,25 3 2014 98,32 93,30 77,83 76,55 59,20 55,88 4 2015 98,43 93,53 79,51 80,76 60,18 57,15 5 2016 98,95 NA 80,09 NA 62,21 NA Sumber : Kemdikbud dan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, 2017

12. Angka Pendidikan yang Ditamatkan APT

Sejalan dengan capaian angka rata-rata lama sekolah, angka pendidikan yang ditamatkan merupakan indikator untuk mengukur kualitas SDM pada suatu wilayah. Pada kurun waktu 2012-2015, APT SD cukup tinggi namun mengalami penurunan yaitu dari 52,73 menjadi 50,47 APT untuk jenjang SMPMTs meningkat dari 17,91 menjadi 18,73, demikian pula untuk jenjang SMASMKMA meningkat dari 23,73 menjadi 24,76. Perkembangan indikator Angka Pendidikan yang Ditamat-kan tahun 2012-2016, sebagaimana Tabel 2.19. Tabel 2.19. Perkembangan Angka Pendidikan Yang Ditamatkan Berdasarkan Penduduk Usia Kerja 15 -64 Tahun Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 – 2016 Tahun Jumlah Penduduk AK Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Jumlah APT SD APT SLTP APT SLTA + APT 2012 17.095.031 9.013.849 52,73 3.061.738 17.91 4.057.303 23,73 16.132.890 2013 16.986.776 8.574.472 50,48 3.182.203 18,73 4.207.373 24,77 15.964.048 2014 17.547.026 8.983.154 51,19 3.118.191 17,77 4.449.337 25,35 16.550.682 2015 16.986.776 8.574.472 50,47 3.182.203 18,73 4.207.373 24,76 15.964.048 2016 NA NA NA NA NA NA NA NA Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka, 2017

13. Angka Kematian Ibu AKI

Angka Kematian Ibu di Provinsi Jawa Tengah cenderung mengalami penurunan dari tahun 2014 sebesar 126,55 per 100.000 KH menjadi 109,65 per 100.000 KH pada tahun 2016. Penurunan ini terjadi dikarenakan adanya program 5 NG Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng yaitu program pendampingan kepada ibu dari sebelum hamil sampai menjadi ibu nifas. Perkembangan angka kematian ibu di Jawa Tengah selama tahun 2012-2016 disajikan dalam Gambar 2.11. II - 21 Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2017 Gambar 2.11. Angka Kematian Ibu AKI Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 – 2016 14. Angka Kematian Bayi AKB Kondisi Angka Kematian Bayi di Jawa Tengah selama tahun 2012-2016 cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2016, AKB di Jawa Tengah sebesar 9,99, membaik dibandingkan dengan tahun 2015 10,00. Namun demikian kematian bayi harus diminimalisir melalui upaya deteksi dini pada ibu hamil melalui pemeriksaan rutin K4 pada ibu hamil. Kondisi AKB di Jawa Tengah dapat dilihat pada Gambar 2.12. Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2017 Gambar 2.12. Angka Kematian Bayi AKB per 1.000 Kelahiran Hidup Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012–2016 15. Angka Kematian Balita AKABA Kondisi Angka Kematian Balita di Jawa Tengah selama kurun waktu 2012-2016 mengalami fluktuasi. Namun kondisi Pada Tahun 2016 mengalami peningkatan dibandingkan Tahun 2015. Meningkatnya Kematian balita antara , , , , , , , , , , , 10,75 10,41 10,08 10,00 9,99 9,60 9,80 10,00 10,20 10,40 10,60 10,80 11,00 2012 2013 2014 2015 2016 II - 22 lain karena penyakit kronis, kecacatan dan kongenital serta masih ditemukannya kesalahan pola asuh pada bayi dan balita. Kondisi AKABA di Jawa Tengah dapat dilihat pada Gambar 2.13. Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2017 Gambar 2.13. Angka Kematian Balita per 1.000 Kelahiran Hidup di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012– 2016 16. Prevalensi Balita Gizi Buruk Persentase balita gizi buruk di Jawa Tengah tahun 2012-2016 cenderung fluktuatif, namun pada tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 0,01 dibanding Tahun 2015. Upaya yang telah ditempuh untuk menurunkan kasus gizi buruk adalah pemantauan status gizi masyarakat melalui posyandu dan pemberian PMT bagi ibu hamil KEK dan Balita. Secara rinci persentase balita gizi buruk dapat dilihat pada Gambar 2.14. Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2017 Gambar 2.14. Prevalensi Balita Gizi Buruk di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012–2016 11,85 11,80 11,54 11,64 11,80 11,20 11,40 11,60 11,80 12,00 2012 2013 2014 2015 2016 0,04 0,03 0,03 0,04 0,03 0,02 0,025 0,03 0,035 0,04 0,045 2012 2013 2014 2015 2016 II - 23

17. Indeks Pembangunan Gender IPG

IPG merupakan indeks pencapaian kualitas pembangunan manusia, yang lebih diarahkan untuk mengetahui perbedaan capaian kualitas pembangunan manusia antara laki-laki dan perempuan, dan memiliki dimensi yang sama dengan IPM. Sejalan dengan diberlakukannya perhitungan IPM dengan metode baru pada tahun 2015, maka IPG juga mengalami perubahan metode dalam perhitungannya. Dimensi dan indikator yang digunakan dalam perhitungan IPG adalah dimensi umur panjang dan sehat, dengan indikator angka harapan hidup pada saat lahir; dimensi pengetahuan, dengan indikator harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah; serta dimensi kehidupan yang layak, dengan indikator perkiraan pendapatan, yang seluruhnya dihitung dengan membandingkan laki-laki dan perempuan. Perhitungan IPG metode baru dimulai tahun 2015 untuk menghitung IPG tahun 2013 dan 2014. IPG Provinsi Jawa Tengah berdasarkan metode baru pada tahun 2013 dan 2014 adalah sebesar 91,50 dan 91,89. Angka ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan IPG hasil perhitungan metode lama, yaitu sebesar 67,97 di tahun 2013. Posisi capaian IPG Provinsi Jawa Tengah tahun 2014, lebih baik dibandingkan posisi Provinsi Jawa Timur, Banten, Jawa Barat, dan Nasional, namun di bawah Provinsi DKI, DIY, dan Bali. Secara rinci capaian IPG antar provinsi di Pulau Jawa dan Bali serta Nasional dapat dilihat pada Tabel 2.20. Tabel 2.20. Indeks Pembangunan Gender IPG Provinsi se-Jawa – Bali dan Nasional Tahun 2013 - 2014 NO. PROVINSI 2013 2014 1 DKI Jakarta 94,26 94,60 2 D I Yogyakarta 94,15 94,31 3 Bali 93,00 93,32 4 Jawa Tengah 91,50 91,89 5 Banten 90,31 90,99 6 Jawa Timur 90,22 90,83 7 Jawa Barat 88,21 88,35 Nasional 90,19 90,34 Sumber : Badan Pusat Statistik dan Kementerian PP dan PA RI, 2015

18. Indeks Pemberdayaan Gender IDG

IDG adalah suatu indikator untuk mengukur peran aktif perempuan dalam kehidupan ekonomi dan politik. Peran aktif perempuan dalam kehidupan ekonomi dan politik mencakup keterwakilan perempuan di legislatif parlemen; posisi perempuan dalam kedudukan manajerial, profesional, administrasi dan teknisi; dan sumbangan perempuan dalam pendapatan. IDG Provinsi Jawa Tengah mengalami peningkatan dari tahun ke tahun yang dapat dilihat pada Gambar 2.16. II - 24 Sumber : Badan Pusat Statistik dan Kementerian PP dan PA RI, 2015 Gambar 2.15. Perkembangan IDG Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 – 2013 Capaian IDG Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 menempati peringkat ke-6 dari 33 provinsi di Indonesia, dengan posisi lebih baik dibandingkan Jawa Timur, Jawa Barat, Banten dan Bali, namun di bawah DKI dan DIY. IDG Jawa Tengah juga masih lebih tinggi dari rata-rata IDG Nasional. Secara rinci capaian IDG antar provinsi di Pulau Jawa dan Bali serta Nasional dapat dilihat pada Tabel 2.21. Tabel 2.21. Indeks Pemberdayaan Gender IDG Provinsi se Jawa – Bali dan Nasional Tahun 2012-2013 NO. PROVINSI 2012 2013 1 DKI Jakarta 76,14 77.43 2 D I Yogyakarta 75,57 76.36 3 Jawa Tengah 69,06 71.22 4 Jawa Timur 69,29 70.77 5 Jawa Barat 68,62 67.57 6 Banten 65,53 65.49 7 Bali 58,49 61.50 Nasional 70,07 70.46 Sumber : Badan Pusat Statistik dan Kementerian PP dan PA RI, 2015 19. Kebudayaan Kebudayaan merupakan salah satu sumber utama sistem tata nilai masyarakat yang perlu dilestarikan dan dikembangkan karena diharapkan mampu sebagai sarana untuk membentuk sikap mental dan pola berpikir manusia. Dalam kurun waktu 2012-2016 pembangunan kebudayaan di Jawa Tengah menunjukkan peningkatan yang ditandai oleh beberapa indikator yaitu:1 jumlah kelompok kesenian dari 9.857 meningkat menjadi 11.183; 2 jumlah seniman dari 11.269 meningkat menjadi 11.787; dan 3 jumlah gedung 59,96 67,66 68,99 69,06 71,22 58 60 62 64 66 68 70 72 2009 2010 2011 2012 2013 II - 25 kesenian masih tetap sebanyak 4 buah. Capaian indikator tersebut pada tahun 2012-2016, sebagaimana Tabel 2.22. Tabel 2.22. Perkembangan Seni dan Budaya Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 – 2016 No Uraian Tahun 2012 2013 2014 2015 2016 1 Jumlah kelompok kesenian 9.857 8.162 9.857 11.014 11.183 2 Jumlah seniman 11.269 11.269 12.176 18.058 11.787 3 Jumlah gedung kesenian 3 3 3 3 4 Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah, 2017

20. Pemuda dan Olahraga

Dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia seutuhnya, pembangunan di bidang kepemudaan dan olahraga perlu dioptimalkan, mengingat pemuda sebagai motor penggerak pembangunan. Selain itu aktivitas olahraga dapat membentuk fisik dan mental yang lebih baik dalam mendukung pelaksanaan pembangunan. Capaian kinerja pembangunan pemuda dan olahraga tahun 2015-2016 dicerminkan dengan stabilnya jumlah Organisasi Kepemudaan yang difasilitasi dalam pelatihan kepemimpinan, manajemen dan perencanaan program; meningkatnya jumlah Pengembangan Kepedulian dan Kepeloporan Pemuda PKKP; stabilnya jumlah pemuda yang lolos seleksi sebagai pemuda pelopor yang diajukan penilaian di tingkat nasional. Khusus untuk jumlah pemuda yang difasilitasi sebagai kader kewirausahaan mengalami penurunan dikarenakan fokus penanganan untuk tahun 2016 lebih ditekankan kepada pemuda dari keluarga kurang mampu. Perkembangan kepemudaan selama tahun 2012–2016 selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.23. Tabel 2.23. Perkembangan Kepemudaan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 – 2016 No Uraian Tahun 2012 2013 2014 2015 2016 1 Jumlah Organisasi Kepemudaan yang difasilitasi dalam pelatihan kepemimpinan, manajemen dan perencanaan program 72 55 62 62 62 2 Jumlah SP3 yang dibina 34 40 40 50 60 3 Jumlah Pemuda Pelopor 15 15 9 9 9 4 Jumlah Pemuda yang difasilitasi sebagai kader kewirausahaan 295 930 560 575 255 Sumber : Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Jawa Tengah, 2017 Pada tahun 2012 dan tahun 2013 capaian kinerja untuk jumlah klub olahraga dan jumlah gedung olahraga mengalami peningkatan, sedangkan pada tahun 2013 hingga 2016 relatif tetap belum ada penambahan yaitu jumlah klub olahraga sebanyak 5.078 dan jumlah gedung olahraga sebanyak 21.061, selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.24. II - 26 Tabel 2.24. Perkembangan Olahraga Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012- 2016 No Uraian Tahun 2012 2013 2014 2015 2016 1 Jumlah Klub Olahraga 4.230 5.078 5.078 5.078 5.078 2 Jumlah Gedung Olahraga GOR, Stadion, lapangan olahraga 19.291 21.061 21.061 21.061 21.061 Sumber : Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Jawa Tengah, 2017

2.1.4. Aspek Pelayanan Umum

Gambaran kondisi Jawa Tengah pada aspek pelayanan umum di- jabarkan dalam Fokus Layanan Wajib dan Layanan Pilihan. Gambaran tersebut di uraikan sebagai berikut. 2.1.4.1. Fokus Layanan Wajib Pelayanan Dasar 1. Pendidikan

a. Pendidikan Dasar 1 Angka Partisipasi Sekolah APS

Capaian APS tahun 2012-2016 pada jenjang pendidikan SDMI dan SMPMTs, sebagaimana Tabel 2.25. Tabel 2.25. Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah Jenjang Pendidikan Dasar Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 – 2016 No Jenjang Pendidikan Tahun 2012 2013 2014 2015 2016 1 SDMI 7-12 th 98,87 99,28 99,51 99,92 NA 2 SMPMTs 13-15 th 89,59 90,73 94,85 97,87 NA Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2017 2 Rasio Ketersediaan SekolahPenduduk Usia Sekolah Rasio ketersediaan sekolahpenduduk adalah jumlah sekolah jenjang pendidikan tertentu per 10.000 penduduk usia sekolah. Rasio ini mengindikasikan sejauh mana ketersediaan sekolah dapat menampung seluruh penduduk usia sekolah. Pada kurun waktu 2012-2016, ketersediaan sekolah pada jenjang SDMI dan SMPMTs sebagaimana Tabel 2.26. II - 27 Tabel 2.26. Jumlah Sekolah dan Jumlah Penduduk Usia Sekolah Jenjang Pendidikan Dasar Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011-2015 No Uraian Tahun 2012 2013 2014 2015 2016 1 Jumlah SDMI 23.358 23.469 23.378 23.526 NA 2 Jumlah SMPMTs 4.679 5.052 5.026 4.296 NA 3 Jumlah penduduk usia 7 s.d 12 th 3.645.929 3.556.478 3.509.045 3.413.799 NA 4 Jumlah penduduk usia 13 s.d 15 th 1.756.919 1.794.231 1.875.517 1.678.528 NA Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2017 Berdasarkan data rasio ketersediaan sekolah SDMI per 10.000 penduduk usia 7-12 tahun, pada kurun waktu tahun 2012-2016, tertuang dalam Tabel 2.27. Tabel 2.27. Rasio Ketersediaan Sekolah Terhadap 10.000 Jumlah Penduduk Usia Sekolah SDMI dan SMPMTs Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 – 2015 No Uraian Tahun 2012 2013 2014 2015 2016 1 Rasio SDMI per 10.000 penduduk Usia 7 – 12 tahun 64,07 66,06 66,62 68,86 NA 2 Rasio SMPMTs per 10.000 penduduk Usia 13 – 15 tahun 26,63 28,16 26,80 30,60 NA Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah,2017 diolah 3 Rasio Guru dan Murid Rasio guru terhadap murid adalah jumlah guru per 10.000 jumlah murid berdasarkan jenjang pendidikan tertentu. Rasio ini mengindikasikan ketersediaan jumlah pendidik dan jumlah ideal murid untuk satu guru agar tercapai proses pembelajaran yang berkualitas. Pada periode waktu tahun 2011-2015, rasio guru terhadap murid SDMI dan SMPMTs di Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 2.28. II - 28 Tabel 2.28. Rasio Guru dan Murid Jenjang Pendidikan Dasar Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2015 No Jenjang Pendidikan Tahun 2011 2012 2013 2014 2015 I SDMI Jumlah guru 225.311 241.749 246.394 225.311 NA Jumlah murid 3.709.232 3.669.968 3.674.783 3.709.232 NA Rasio 16,46 15,18 14,91 16,46 NA II SMPMTs Jumlah guru 112.703 113.174 117.722 119.996 NA Jumlah murid 1.606.619 1.624.843 1.724.045 1.773.646 NA Rasio 14,26 14,36 16,65 14,78 NA Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengahdan Dinas Pendidikan, 2016 diolah 4 Rasio Guru Terhadap Murid per Kelas Rata-Rata Rasio guru terhadap murid per kelas rata-rata adalah perbandingan antara jumlah guru per kelas dengan jumlah murid dalam satuan pendidikan tertentu. Pada tahun 2012-2016, rasio guru terhadap murid per kelas rata-rata di Jawa Tengah untuk jenjang SDMI menunjukkan peningkatan dari 1,16 pada tahun 2011 menjadi 1,24 pada tahun 2015. Sedangkan untuk jenjang SMPMTs, menunjukkan peningkatan yaitu 2,29 pada tahun 2011 menjadi 2,37 pada tahun 2015. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.29. Tabel 2.29. Rasio Guru dan Murid per Kelas Rata-Rata Jenjang SDMI dan SMPMTs di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012- 2016 Jenjang Pendidikan Tahun 2012 2013 2014 2015 2016 SDMI Jumlah kelas 148.277 148.388 148.499 148.604 NA Rasio gurumurid per kelas rata-rata 1,15 1,07 1,2 1,24 NA SMPMTs Jumlah kelas 45.835 47.718 48.842 50.067 NA Rasio gurumurid per kelas rata-rata 2,21 2,31 2,35 2,37 NA Sumber: Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2017 diolah

b. Pendidikan Menengah 1 Angka Partisipasi Sekolah APS