Rasio Penyelesaian Pengaduan Perlindungan Perempuan dan Anak dari Tindakan Kekerasan Rasio KabupatenKota Menuju Kota Layak Anak

II - 61 No Indikator Kinerja Tahun 2011 2012 2013 2014 2015 5 Cakupan petugas rehabsos terlatih 56 9.2 9,2 9,2 NA 6 Cakupan layanan bimbingan rohani yang diberikan oleh petugas bimbingan rohani terlatih bagi peremuan dan anak korban kekerasan 100 100 100 100 100 7 Cakupan petugas yang terlatih dalam melakukan bimbingan rohani 100 100 100 100 100 8 Cakupan penegakan hukum dari tingkat penyidikan sampai de- ngan putusan pengadilan atas kasus-kasus KTPA 96 NA NA NA NA 9 Cakupan perempuan dan anak korban kekerasan yang menda- patkan layanan bantuan hukum 91 93.1 78,1 78,1 100 10 Cakupan ketersediaan petugas pendamping hukum atau advokat yang memiliki kemampuan pendampingan KTPA 12,24 26.5 26,5 35 35 11 Cakupan layanan pemulangan bagi perempuan dan anak korban kekerasan 84,37 84 88,8 100 100 12 Cakupan layanan reintegrasi sosial 81,59 81.9 83,5 100 100 13 Cakupan ketersediaan petugas terlatih untuk melakukan reintegrasi sosial 56 56 56 56 NA Sumber : BP3AKB Provinsi Jawa Tengah, 2011–2015

l. Rasio Penyelesaian Pengaduan Perlindungan Perempuan dan Anak dari Tindakan Kekerasan

Jumlah pengaduan tindak kekerasan dari tahun 2010-2014 mengalami fluktuasi dan cenderung menurun dari 2.737 korban 2010 menjadi 1.844 korban tahun 2015. Keseluruhan pengaduan tersebut dalam setiap tahunnya dapat diselesaikan sepenuhnya 100.

m. Rasio KabupatenKota Menuju Kota Layak Anak

Kabupatenkota yang telah mendeklarasikan menuju KabupatenKota Layak Anak KLA dari tahun ke tahun senantiasa mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 sebanyak 7 kabupatenkota 20, 10 kabupatenkota atau 28,5 tahun 2011, 17 kabupatenkota atau 48,6 tahun 2012, 26 kabupatenkota atau 74,28 tahun 2013, 28 kabupatenkota atau 80 tahun 2014, dan 31 kabupatenkota atau 88,75 tahun 2015. Pada tahun 2016 rasionya meningkat menjadi 94,35 33 kabupatenkota. Keberhasilan ini disebabkan meningkatnya komitmen kabupatenkota dalam upaya pemenuhan hak anak.

3. Pangan

Ketersediaan pangan yang cukup, harga terjangkau, aman, memenuhi gizi seimbang dan dapat diakses oleh semua warga adalah upaya mewujudkan ketahanan pangan bagi masyarakat Jawa Tengah. Pengembangan pangan II - 62 diarahkan pada pangan lokal untuk menangkap peluang pasar dan meningkatkan perekonomian pedesaan. Hal ini sejalan dengan visi Menuju Jawa Tengah Sejahtera dan Berdikari “Mboten Korupsi Mboten Ngapusi”, menjunjung nilai kearifan lokal dengan memanfaatkan sumberdaya dan budaya asli masyarakat di daerah. Ketersediaan pangan dipengaruhi oleh faktor input diantaranya jumlah petani sebagai produsen pangan yang akhir akhir ini cenderung menurun. Penurunan jumlah petani ini ditengarai seiring dengan penurunan luas lahan pertanian. Selain itu juga perkembangan mindset petani yang beranggapan bahwa profesinya sudah tidak relevan dengan kemajuan jaman. Jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian dalam kurun waktu 2010 – 2015 cenderung terus mengalami penurunan, hanya sedikit mengalami peningkatan pada tahun 2014. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.90. Tabel 2.90. Jumlah Penduduk yang Bekerja di Sektor Pertanian di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 – 2015 No Tahun Jumlah Orang Pertumbuhan 1 2012 5.064.377 -5,80 2 2013 4.926.629 -2,72 3 2014 5.173.986 5,02 4 2015 4.709.707 -9,86 Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2016 Berdasarkan hasil analisis Neraca Bahan Makanan NBM Jawa Tengah dari tahun 2011 – 2015, ketersediaan bahan pangan untuk dikonsumsi masyarakat Jawa Tengah yang ditunjukkan dengan ketersediaan energi dan protein. Angka yang telah dicapai melebihi angka rekomendasi hasil Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi WKNPG VIII Tahun 2004, yaitu ketersediaan energi 2.200 kkalkapitahari dan ketersediaan protein 57 gramkapitahari. Perkembangan ketersediaan energi dan protein perkapita dapat dilihat pada Tabel 2.91. Namun demikian angka ketersediaan bukan satu-satunya faktor dalam mewujudkan ketahanan pangan. Faktor aksesibilitas dan daya beli masyarakat lebih berpengaruh terhadap ketahanan pangan. Oleh karenanya keberhasilan pencapaian angka ketersediaan ini perlu dibarengi upaya peningkatan aksesibilitas tersebut. Tabel 2.91. Ketersediaan Energi dan Protein Per Kapita di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012-2016 No Tahun Energi Per Kapita Kkalkaphari Protein Per Kapita gramkapitahari 1 2012 3.592 92,24 2 2013 4.057 93,36 3 2014 3.983 82,51 4 2015 3.800 94,17 5 2016 4.615 100,92 Sumber : Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah, 2016 Keterangan: ASEM II - 63 Keragaman konsumsi pangan masyarakat Jawa Tengah ditunjukkan dengan skor Pola Pangan Harapan PPH. Skor PPH yang sama dengan angka standar menunjukkan kesadaran masyarakat akan pangan yang beragam, bergizi, berimbang dan aman sudah sangat baik. Di Jawa Tengah proporsi masing masing kelompok pangan sudah hampir mendekati angka standar dan secara agregat skor PPH sudah mencapai 91,8 di tahun 2016. Hal ini merupakan salah satu indikator keberhasilan ketahanan pangan di Jawa Tengah dari aspek konsumsi. Capaian skor PPH dapat dilihat pada Tabel 2.92. Tabel 2.92. Skor PPH Jawa Tengah Tahun 2012 - 2016 No. Kelompok Pangan Standar Tahun 2012 2013 2014 2015 2016 1 Padi-padian 25,0 25,00 25,00 25,00 25,00 24,90 2 Umbi-umbian 2,5 2,50 2,19 2,21 2,09 1,90 3 Pangan Hewani 24,0 17,85 17,62 17,96 17,96 19,20 4 Minyak lemak 5,0 5,00 3,91 5,00 5,00 5,00 5 Buahbiji berminyak 1,0 1,00 0,79 1,00 1,00 0,90 6 Kacang-kacangan 10,0 10,00 10,00 10,00 10,00 10,00 7 Gula 2,5 2,48 1,78 1,79 1,80 2,00 8 Sayur buah 30,0 26,00 29,06 28,82 28,87 28,00 9 Lain-lain 0,0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Skor PPH Jateng 100,0 89,87 90,35 91,78 91,45 91,80 Skor PPH Nasional 75,4 88.3 81,8 85,2 85,20 Sumber: Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jateng, 2017 Mengacu pada angka konsumsi energi ideal berdasarkan WNPG 2004 yang diperlukan bagi setiap individu untuk dapat hidup sehat, maka konsumsi beras perlu diturunkan. Konsumsi beras dalam dua tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup signifikan menjadi 99,11 kgkapth pada tahun 2016. Namun demikian, konsumsi umbi-umbian, pangan hewani, sayur dan buah masih jauh dari angka ideal. Perkembangan capaian konsumsi per kelompok pangan dan capaian konsumsi energi per kapitahari dapat dilihat pada Tabel 2.93 dan Tabel 2.94. Tabel 2.93. Capaian Konsumsi Kelompok Pangan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 – 2016 No. Indikator Ideal Tahun 2011 2012 2013 2014 2015 2016 1 Beras KgKapTh 91,00 102,48 90,49 89,49 88,54 98,96 99,11 2 Umbi-umbian KgKapTh 35,60 27,52 32,31 24,24 24,80 21,85 15,13 3 Pangan hewani KgKapTh 54,80 38,44 37,21 36,19 38,53 40,04 44,37 4 Sayur dan buah KgKapTh 91,30 76,57 73,98 67,70 67,10 67,22 67,82 Sumber : Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah, 2017 Keterangan: Berdasarkan WNPG 2012 II - 64 Tabel 2.94. Konsumsi Energi Per KapitaHari di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 - 2016 No Kelompok Pangan Ideal Tahun 2012 2013 2014 2015 2016 1 Padi-padian 1.000 1.033,02 1.003,10 1.001,12 1.007,14 1.068,58 2 Umbi-umbian 120 118,89 87,70 88,28 88,28 81,84 3 Pangan Hewani 240 178,52 176,21 179,59 179,59 206,63 4 Minyak lemak 200 200,18 156,48 256,65 256,65 283,84 5 Buahbiji berminyak 60 40,15 31,55 54,85 43,90 40,12 6 Kacang-kacangan 100 158,99 261,15 223,45 214,76 195,47 7 Gula 100 99,24 71,20 71,61 72,08 84,74 8 Sayur buah 120 104,12 116,25 115,29 115,48 120,23 9 Lain-lain 60 69,29 101,50 13,66 35,14 20,29 JUMLAH 2000 2.003,51 2.005,14 2.004,50 2.003,74 2.101,75 Sumber : Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah, 2017 Keterangan: Berdasarkan WNPG 2012 Penerapan Standar Pelayanan Minimal Bidang Ketahanan Pangan dilaksanakan dengan mengacu pada Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 58 Tahun 2014 tentang Rencana Aksi Daerah Percepatan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal Provinsi Jawa Tengah. Target Standar Pelayanan Minimal SPM Bidang Ketahanan Pangan pada tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 2.95. Tabel 2.95. Target Penerapan SPM Bidang Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013 – 2018 No Indikator SPM Target 2013 2014 2015 2016 2017 2018 1 Penguatan Cadangan Pangan 60 75 80 90 95 100 2 Ketersediaan informasi pasokan, harga, dan akses pangan di daerah 95 97 100 100 100 100 3 Pengawasan dan pembinaan keamanan pangan 80 80 80 80 80 80 4 Penanganan daerah rawan pangan 50 55 60 60 60 60 Sumber: Pergub Jawa Tengah Nomor 58 Tahun 2014 Hasil evaluasi penerapan SPM Bidang Ketahanan Pangan Tahun 2016 menunjukkan bahwa target penerapan keempat indikator tersebut dapat dilaksanakan. Komitmen Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam memenuhi pelayanan dasar ditunjukkan oleh hasil sebagaimana Tabel 2.96 sebagai berikut : a. Penguatan Cadangan Pangan Pemerintah provinsi telah memiliki lembaga cadangan pangan dan menyediakan cadangan pangan pemerintah. Cadangan pangan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang dikelola oleh Badan Pengembangan Cadangan Pangan BPCP pada tahun 2016 sebanyak 207,41 ton setara beras II - 65 103,70. Jumlah cadangan pangan tersebut meningkat dari tahun 2015 sebanyak 261,14 ton setara beras 130,47. Cadangan pangan ini digunakan untuk mengantisipasi kejadian rawan pangan transien di beberapa wilayah kabupatenkota yang mengalami bencana alampuso. b. Ketersediaan Informasi Pasokan, Harga dan Akses Pangan di Daerah Target komoditas yang wajib dipantau adalah gabahberas, jagung, kedelai, daging sapi, daging ayam, telur, minyak goreng, gula pasir dan cabe merah. Persentase capaian ketersediaan informasi pasokan harga dan akses pangan tahun 2016 sebesar 100 sesuai target SPM. Dengan capaian tersebut artinya bahwa kemudahan masyarakat untuk mendapat informasi tentang harga dan pasokan komoditas utama semakin terjamin. Selain itu membantu pemerintah dan masyarakat dalam memantau kecukupan pasokan pangan di daerah. c. Pengawasan dan Pembinaan Keamanan Pangan Pengawasan keamanan pangan segar diarahkan untuk menjamin tersedianya pangan segar yang aman dikonsumsi agar masyarakat terhindar dari bahaya baik karena cemaran kimia maupun mikroba yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat. Tahun 2016, jumlah sampel yang telah diuji mencapai 117 sampel, dengan hasil 96,58 berstatus aman lebih tinggi dengan target SPM sebesar 80. Pembinaan keamanan pangan dilaksanakan mulai dari proses budidaya dengan menerapkan praktek budidaya pertanian yang baik atau Good Agricultural Practices GAP, cara penanganan pasca panen hasil pertanian yang baik atau Good Handling Practices GHP, pengolahan pangan dengan menerapkan Good Manufacturing Practices GMP. Pembinaan juga dilakukan pada rantai distribusi dan pada pengecer. Fungsi pembinaan ini dilakukan oleh tim SKPT Sistem Keamanan Pangan Terpadu dan Tim OKKPD Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah Jawa Tengah. d. Penanganan Daerah Rawan Pangan Penanganan daerah rawan pangan selain untuk mengatasi kerawanan pangan akibat bencana alam dan gagal panen, juga diarahkan untuk rumah tangga miskin. Upaya yang dilakukan adalah dengan program Desa Mandiri Pangan dan fasilitasi lumbung pangan masyarakat di daerah yang mengalami defisit pangan pada saat masa tanam atau berpotensi rawan panganmiskin. Untuk meningkatkan kemampuan antisipasi kondisi rawan pangan dan penanganan rawan pangan dilakukan melalui Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi SKPG serta intervensi melalui Penanganan Daerah Rawan Pangan PDRP. Persentase penanganan daerah rawan pangan tahun 2016 sebesar 62,86 melebihi target 60 dan meningkat dari capaian tahun 2014 sebesar 61,29. II - 66 Tabel 2.96. Target dan Realisasi Penerapan SPM Bidang Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2014 – 2016 No Jenis Pelayanan SPM Satuan Target Realisasi 2014 2015 2016 2014 2015 2016 1 Penguatan Cadangan Pangan Ton setara beras 150 75 160 80 180 90 200,48 100,24 261,14 130,57 207,41 103,70 2 Ketersediaan informasi pasokan, harga dan akses pangan 97 100 100 97,22 100 100 3 Pengawasan dan Pembinaan Keamanan Pangan 80 80 80 86,6 92,42 96,58 4 Penanganan Daerah Rawan Pangan 55 60 60 56,25 61,29 62,86 Sumber : Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah, 2017

4. Pertanahan

Dalam upaya mempertahankan luasan tanah kas desa yang digunakan untuk kepentingan pembangunan seperti untuk pembangunan gedungruang pendidikan, perkantoran, jalan, maka diupayakan tanah pengganti. Tanah pengganti tersebut diharapkan mempunyai nilai fungsiekonomi yang tidak berbeda dengan tanah kas desa semula. Berdasarkan data tanah kas pengganti sejak tahun 2011-2015 mengalami perluasan. Selanjutnya dalam upaya mempertahankan kawasan lindung dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan LP2B, telah dilakukan upaya pelibatanpemberdayaan masyarakat melalui dukungan sertifikasi lahan masyarakat yang berlokasi di kawasan lindung dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan LP2B. Diharapkan selain masyarakat berkomitmen menjaga fungsi lahannya, status lahannya juga lebih baikbersertifikat. Dalam kurun waktu 2011-2014 luas kawasan lindung yang disertifikasi cederung menurun dan kembali meningkat di tahun 2015, sementara lahan LP2B semakin luas. Perkembangan pelayanan urusan pertanahan di Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 2.97. II - 67 Tabel 2.97. Perkembangan Pelayanan Urusan Pertanahan Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012-2016 Penggantian Tanah Kas Desa dan Stimulan Pembuatan Sertifikat Lahan No Uraian Tahun 2012 2013 2014 2015 2016 1 Penggantian tanah kas desa Luas semula ha 173.550 285.306 176.350 329.754 87.213 Luas menjadi ha 237.196 351.810 239.230 474.844 164.977 2 Stimulasi pembuatan sertifikat lahan Kawasan lindung ha 200 94 51 54 NA Lahan pertanian pangan berkelanjutan ha 124 132 96 316 NA Sumber : Bapermades Prov. Jawa Tengah dan Biro Tata Pemerintahan, Setda Provinsi Jawa Tengah, 2015

5. Lingkungan Hidup

Jumlah usahakegiatan skala kecilmenengahbesar, rumah sakit dan hotel di Jawa Tengah yang mempunyai potensi menimbulkan pencemaran lingkungan berdasarkan hasil inventarisasi instansi lingkungan hidup kabupatenkota tahun 2016 sebanyak 650.816 unit dengan prediksi total beban pencemar yang dibuang ke lingkungan untuk parameter BOD sebesar 27.389.599,2 tontahun; COD sebesar 83.253.762 tontahun dan TSS sebesar 211.012,113,6 tontahun. Untuk industri di Jawa Tengah dengan jumlah pada tahun 2016 mencapai 648.999 buah, berpotensi mencemari lingkungan berupa air limbah sebesar 645.999.000 m3tahun. Sedangkan industri yang potensi menghasilkan limbah B3 tahun 2015 sejumlah 1.471 buah, meningkat pada tahun 2016 menjadi 1.675 buah, atau dapat dikatakan terjadi peningkatan sebesar + 2,06 dengan potensi limbah padat B3 mencapai 1.095.309,06 tontahun. Jumlah timbunan sampah yang dihasilkan masyarakat tahun 2016 mencapai 8.360.649,27 Ton thn atau 22.905,89 tonhari, meningkat dari tahun 2015 sebesar 53.511,75 m3hari 3.588,30 Tonhari, dengan asumsi setiap penduduk menghasilkan sampah sebanyak ± 0,31 Kghr. Sementara kinerja Standar Pelayanan Minimal SPM Bidang Lingkungan Hidup yang menjadi kewenangan Provinsi Jawa Tengah selama tahun 2010-2016 selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.98. Tabel 2.98. Kinerja Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 - 2016 No Indikator 2012 2013 2014 2015 2016 1 Informasi status mutu air SPM sungai 100 4 sungai 100 6 sungai 100 7 sungai 100 8 sungai 100 8 sungai 2 Informasi status mutu udara ambien SPM kabupatenkota 35 100 35 100 35 100 35 100 35 100 3 Jumlah pengaduan akibat dugaan pencemaran kerusakan lingkungan yang ditindaklanjuti SPM 100 100 100 100 100 Sumber : Dinas LHK Provinsi Jawa Tengah, 2017 II - 68 6. Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil a. Kepemilikan dan RasioPersentase Penduduk ber KTP Kepemilikan KTP bagi penduduk wajib KTP di Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2011-2015 mengalami peningkatan cukup signifikan, dari 68,98 tahun 2011 menjadi 83,40 tahun 2012, sedangkan pada tahun 2013 mengalami kenaikan 2,59 menjadi 85,99, kemudian pada tahun 2014 menjadi 88,07 dan menjadi 89,87 sebagaimana terlihat pada Gambar 2.19. Sumber : Dinakertransduk Provinsi Jawa Tengah, 2016 Gambar 2.19. Persentase Kepemilikan KTP KTP-el di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 – 2015 b. Persentase Penduduk Berakte Kelahiran Kepemilikan akte kelahiran penduduk usia 0–18 tahun di Jawa Tengah dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, bahkan pada tahun 2014 meningkat sangat signifikan dari 78,57 2013 menjadi 81,37. Peningkatan yang sangat signifikan ini disebabkan diberlakukannya UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, khususnya terkait peran aktif pemerintah dan masyarakat semula menganut stelsel aktif masyarakat, pendaftaran akte berdasar-kan azas domisili, dihapuskannya mekanisme sidang pengadil-an untuk keterlambatan lebih dari satu tahun, pelayanan gratis dikenakan denda keterlambatan mengurus sesuai dengan peraturan daerah di masing-masing kabupatenkota, serta kerjasama lintas sektor dengan rumah sakit bersalin, bidan dan pelayanan kesehatan lainnya. Perkembangan kepemilikan akte lahir penduduk usia 0 - 18 tahun di Jawa Tengah tahun 2011 – 2015, dapat dilihat pada Gambar 2.20. 68,98 83,40 85,99 88,07 89,87 60,00 65,00 70,00 75,00 80,00 85,00 90,00 95,00 2011 2012 2013 2014 2015 II - 69 Sumber : Dinakertransduk Provinsi Jawa Tengah, 2016 Gambar 2.20. Perkembangan Kepemilikan Akte Lahir Penduduk Usia 0-18 Tahun di Jawa Tengah Tahun 2011–2015 c. Rasio Pasangan Berakte Nikah Rasio pasangan berakte nikah di Jawa Tengah pada tahun 2015 mencapai 100, dapat dilihat pada Tabel 2.99. Tabel 2.99. Rasio Pasangan Berakte Nikah Menurut KabupatenKota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 No Kabupaten Kota KawinNikah Memiliki Akte KawinNikah Pria Wanita Jumlah Pria Wanita Jumlah 1 Cilacap 84.958 77.924 162.882 84.958 77.924 162.882 100 2 Banyumas 273.946 188.464 462.410 273.946 188.464 462.410 100 3 Purbalingga 24.976 18.854 43.830 24.976 18.854 43.830 100 4 Banjarnegara 37.920 26.143 64.063 37.920 26.143 64.063 100 5 Kebumen 108.305 99.214 207.519 108.305 99.214 207.519 100 6 Purworejo 69.877 68.642 138.519 69.877 68.642 138.519 100 7 Wonosobo 45.749 39.904 85.653 45.749 39.904 85.653 100 8 Magelang 159.376 120.873 280.249 159.376 120.873 280.249 100 9 Boyolali 40.992 38.009 79.001 40.992 38.009 79.001 100 10 Klaten 122.935 113.165 236.100 122.935 113.165 236.100 100 11 Sukoharjo 35.266 33.329 68.595 35.266 33.329 68.595 100 12 Wonogiri 136.947 66.493 203.440 136.947 66.493 203.440 100 13 Karanganyar 110.620 96.380 207.000 110.620 96.380 207.000 100 14 Sragen 36.296 25.829 62.125 36.296 25.829 62.125 100 15 Grobogan 66.177 62.578 128.755 66.177 62.578 128.755 100 16 Blora 100.470 98.024 198.494 100.470 98.024 198.494 100 17 Rembang 78.519 69.248 147.767 78.519 69.248 147.767 100 18 Pati 50.444 43.590 94.034 50.444 43.590 94.034 100 19 Kudus 33.590 31.199 64.789 33.590 31.199 64.789 100 20 Jepara 67.504 53.935 121.439 67.504 53.935 121.439 100 21 Demak 58.289 55.152 113.441 58.289 55.152 113.441 100 22 Semarang 80.357 80.067 160.424 80.357 80.067 160.424 100 23 Temanggung 171.232 165.355 336.587 171.232 165.355 336.587 100 24 Kendal 203.195 202.871 406.066 203.195 202.871 406.066 100 25 Batang 3.161 2.426 5.587 3.161 2.426 5.587 100 26 Pekalongan 55.820 54.954 110.774 55.820 54.954 110.774 100 27 Pemalang 92.074 70.105 162.179 92.074 70.105 162.179 100 28 Tegal 151.208 146.222 297.430 151.208 146.222 297.430 100 30,35 31,49 78,57 81,37 87,37 20 30 40 50 60 70 80 90 100 2011 2012 2013 2014 2015 II - 70 No Kabupaten Kota KawinNikah Memiliki Akte KawinNikah Pria Wanita Jumlah Pria Wanita Jumlah 29 Brebes 7.103 6.238 13.341 7.103 6.238 13.341 100 30 Kota Magelang 15.436 15.569 31.005 15.436 15.569 31.005 100 31 Kota Surakarta 107.991 107.599 215.590 107.991 107.599 215.590 100 32 Kota Salatiga 35.179 35.854 71.033 35.179 35.854 71.033 100 33 Kota Semarang 330.942 335.363 666.305 330.942 335.363 666.305 100 34 Kota Pekalongan 15.045 14.725 29.770 15.045 14.725 29.770 100 35 Kota Tegal 67.483 65.323 132.806 67.483 65.323 132.806 100 Jumlah Total 3.079.382 2.729.620 5.809.002 3.079.382 2.729.620 5.809.002 100 Sumber : Dinakertransduk Provinsi Jateng, 2016

d. Penduduk Jawa Tengah Berdasarkan Kewarganegaraan Asing