. Kondisi Gangguan Sumberdaya Hutan Gayo Lues

69 ini disebabkan kegiatan pembalakan kayuillegal logging, perambahan lahan, kebakaran, dan alih fungsi lahan.

4.5.1. Pembalakan kayuIllegal Logging

Pembalakan kayu yang dilakukan secara illegal pada hutan Gayo Lues sebenarnya mulai meningkat skalanya sejak periode 1990-an dan mencapai puncaknya pada tahun 1998, dan setelah itu persoalan illegal logging menurun drastis sampai tahun 2004. Hal ini dikarenakan pada periode itu merupakan masa-masa puncaknya terjadi konflik antara Pemerintah Republik Indonesia dengan pihak Gerakan Aceh Merdeka GAM, sehingga dapat menurunkan kegiatan illegal logging, karena pelaku illegal logging tersebut sedikit sulit dan tidak berani ke hutan, serta sulit untuk mengeluarkan kayu dari hutan. Selanjutnya setelah terjadi musibah gempa dan tsunami yang banyak menghancurkan bangunan fisik, terutama diwilayah pesisir Aceh, tentunya banyak membutuhkan bahan baku kayu untuk melakukan proses pembangunan kembali rumah-rumah, perkantoran, dan bangunan lainnya yang hancur. Dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku kayu tersebut, diakui, atau tidak diakui, bahwa sumber kayu tersebut salah satunya diperoleh dari hasil kegiatan illegal logging, hal semacam ini juga terjadi pada sumberdaya hutan di Gayo Lues.

4.5.2. Perambahan Lahan

Kegiatan perambahan hutanlahan yang dilakukan oleh masyarakat, terutama masyarakat yang berdomisili di dalam atau sekitar hutan merupakan suatu kegiatan yang sudah lazim dilakukan, hal ini dikarenakan pola atau sistem pertanian yang dilakukan oleh sebagian masyarakat adalah masih secara berpindah-pindah. Mengingat lahan-lahan yang sudah dimanfaatakan lebih kurang 2-3 tahun sudah kurangtidak subur, maka para peladang akan mencari dan membuka lahan baru yang lebih subur untuk ditanami tanaman semusim. Kegiatan semacam ini sudah dilakukan secara turun-temurun, dan semakin lama pembukaan lahan semakin menjauh dari perkampungan, bahkan masuk kedalam kawasan hutan. Kawasan hutan yang dibuka oleh peladang adalah tergantung pada arahan fungsi hutan yang dekat dengan perkampungan mareka. Dalam hal ini khusus 70 untuk masyarakat di kecamatan Tripe Jaya, Rikit Gaib, dan Panton Cuaca, kawasan hutan yang cenderung dirambah adalah kawasan hutan produksi dan hutan lindung, karena di ketiga kecamatan ini tidak terdapat Taman Nasional. Sedangkan untuk masyarakat di kecamatan Putri Beutung secara umum mereka berladang di wilayah Taman Nasional Gunung Leuser, karena disekitar perkampungan mereka tidak terdapat hutan produksi dan hutan lindung.

4.5.3. Kebakaran

Kebakaran sumberdaya hutan di Kabupaten Gayo Lues hampir setiap tahun terjadi, terutama kebakaran pada hutan pinus, karena pohon pinus mengandung getah yang memudahkan untuk terbakar. Hal ini ditandai dengan karakteristik diameter dan umur dari tegakan pinus alam. Pada tempat dan tegakan tertentu dengan luasan tertentu didapatkan pohon pinus dengan rata-rata dimeter lebih kurang 10 cm, dan pada tegakan lain ditemukan tinggi batang dan diameter yang bervariasi. Kondisi ini menunjukkan bahwa tegakan-tegakan pinus ini sudah pernah terjadi kebakaran, dan setelah itu anakan pinus akan tumbuh kembali secara alami. Pada Gambar 7 dapat dilihat tegakan pinus yang sudah terbakar dan anakan pinus yang tumbuh secara alami Gambar 7. Tegakan pinus yang sudah terbakar dan anakan pinus alam yang tumbuh secara alami 71

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Nilai Ekonomi Sumberdaya Hutan Gayo Lues

5.1.1. Nilai Ekonomi Kayu

Pada sumberdaya hutan Gayo Lues terdapat hutan alam campuran yang terdiri dari berbagai jenis pohon kayu rimba, dan hutan pinus alam. Untuk itu nilai ekonomi kayu yang dihitung dalam penelitian ini adalah kayu rimba dan kayu pinus, dengan menggunakan metode penggunaan langsung. Untuk mendapatkan nilai ekonomi setiap jenis kayu tersebut dilakukan berdasarkan potensi kayu per hektar, dan harga kayu berdasarkan harga pasar di wilayah penelitian. Sementara total nilai ekonomi kayu dihitung berdasarkan nilai kayuha dikalikan dengan potensi kayu yang terdapat pada hutan Gayo Lues. Selanjutnya nilai ekonomi kayutahun ditentukan berdasarkan daur tebang yang digunakan. Untuk hutan alam campuran digunakan daur 35 tahun, dan untuk hutan pinus adalah 15 tahun. Proses penghitungannya dapat dilihat pada Lampiran 6, dan rincian nilai ekonomi kayu disajikan pada Tabel 28. Tabel 28. Nilai Ekonomi Kayu Berdasarkan Arahan Fungsí Hutan Arahan Fungsi Jenis Kayu NETahun Rp.milyar 1. TNGL a.Ky Pinus 4,88 0,30 b.Ky Rimba 506,20 31,21 Jumlah 1. 511,08 31,51 2. Hutan Lindung a.Ky Pinus 24,57 1,51 b.Ky Rimba 509,77 31,43 Jumlah 2. 534,34 32,94 3. Hutan Produksi a. Ky Pinus 73,81 4,55 b.Ky Rimba 63,57 3,92 Jumlah 3. 137,38 8,47 4. APL a. Ky Pinus 421,82 26,01 b.Ky Rimba 17,33 1,09 Jumlah 4. 439,15 27,08 Total NE Kayu 1.621,93 100,00 Data pada Tabel 28, menunjukkan bahwa untuk setiap arahan fungsi hutan memberikan kontribusi nilai ekonomi kayu yang berbeda-beda. Kontribusi nilai ekonomi dari hutan lindung dan TNGL merupakan yang tertinggi, baik untuk nilai ekonomi total maupun nilai ekonomi kayutahun, yaitu masing-masing 32,94 72 , dan 31,51 . Sedangkan kontribusi nilai ekonomi kayu pada urutan ketiga adalah dari areal penggunaan lain yaitu sebesar 27,08 , dan yang terkecil kontribusinya adalah dari hutan produksi hanya 8,47 . Dalam hal ini penentuan nilai ekonomi kayu dipengaruhi oleh luas hutan primer yang terdapat pada setiap arahan fungsi hutan, jenis vegetasi jenis tanaman pinus dan hutan alam campuran, daur atau rotasi tebang, dan potensi kayu per hektar untuk masing- masing jenis kayu tersebut. Nilai ekonomi kayu dari hutan Gayo Lues sebesar Rp. 1,62 trilyuntahun. Nilai ini merupakan penjumlahan nilai ekonomi kayu dari TNGL, hutan lindung hutan produksi dan areal penggunaan lain APL. Nilai ekonomi kayu dari TNGL dan hutan lindung merupakan kontribusi terbesar untuk nilai ekonomi kayu total yaitu 64,45 . Namun merujuk pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 pasal 1, ayat 14, bahwa taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang perlu dilindungi, maka peluang untuk mendapatkan nilai ekonomi kayu pada hutan Gayo Lues hanya bersumber dari hutan produksi seluas 45.190 ha hutan alam campuran primer 24.721,48 ha, dan hutan pinus alam 9.037,66 ha dan areal penggunaan lain APL yaitu 6.739,75 ha berupa hutan alam campuran primer, dan 51.651,03 ha merupakan hutan pinus alam. Nilai ekonomi yang dihasilkan dari hutan produksi, khusus dari hutan alam campuran sebesar Rp. 63,57 milyartahun atau 3,92 dari nilai ekonomi total, dan dari hutan pinus alam sebesar Rp. 73,81 milyartahun. Sedangkan nilai ekonomi kayu dari areal penggunaan lain sebesar Rp. 439,15 milyartahun, yang terdiri dari hutan alam campuran sebesar 17,33 milyartahun, dan dari hutan pinus sebesar Rp. 421,82 milyartahun. Untuk itu total nilai ekonomi kayu yang dapat dimanfaatkan adalah penjumlahan nilai ekonomi kayu dari hutan produksi dan areal penggunaan lain, yaitu sebesar Rp. 576,53 milyartahun. Mengingat pada hutan produksi dan APL terdapat dua tipe hutan, yaitu hutan alam campuran dan hutan pinus alam, dengan kondisi tidak terurus atau lebih bersifat open acces, maka untuk mempertahankan, dan meningkatkan nilai ekonomi kayu secara kontinyu di Gayo Lues tentunya perlu dilakukan beberapa hal: 1 Hutan primer hutan alam campuran yang terdapat pada hutan produksi dan pada APL seluas 92.149,92 ha hutan pinus 60.688,69 ha, dan hutan alam