Karakteristik Masyarakat KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

53 kebutuhan sendiri dan untuk dijual. Bagi masyarakat yang tujuan pengambilan kayu bakar untuk dijual, tentunya dalam curahan atau satuan waktu tertentu dapat mengumpulkan jumlah kayu bakar yang lebih banyak, sehingga dengan sendirinya biaya pengadaannya juga lebih rendah, bila dibandingkan dengan masyarakat yang tujuan pengambilan kayu bakar untuk dimanfaatkan sendiri. Tabel 14. Karakteristik Sosial Ekonomi Pencari dan Pengguna Kayu Bakar No Parameter Satuan Minimum Maksimum Rata-Rata 1. Umur kepala keluarga Tahun 23 70 45,82 2. Pendidikan kepala keluarga Tahun 17 6,88 3. Jumlah anggota keluarga Orang 2 10 4,43 4. Pendapatan perkapita Rpbln 18.750 235000 85476 5. Frekwensi memasak Kalihari 2 3 2,54 6. Konsumsi kayu bakar Kgorg tahun 298,6 2750 1235,7 7. Biaya pengadaan RpKg 3.75 375 74,61

4.2.2. Pencari Pakan ternak

Secara umum masyarakat Gayo Lues, khususnya masyarakat tinggal sekitar hutan, sudah tentu pekerjaan utamanya sebagai petani, sedangkan kegiatan pemeliharaan ternak hanya sebagai pekerjaan sampingan. Untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak dilakukan dengan memanfaatkan pakan-pakan yang dapat dimakan oleh ternak terutama yang terdapat pada sumberdaya hutan. Untuk itu pekerjaan mencari hijauan pakan ternak merupakan pekerjaan sampingan, yang tujuannya adalah sebagai tambahan ekonomi dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah tangga. Selanjutnya karakteristik sosial ekonomi respondenmasyarakat pencari pakan ternak disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Karakteristik Sosial Ekonomi Pencari Pakan Ternak. No Parameter Satuan Minimum Maksimum Rata- rata 1. Umur Kepala Keluarga Tahun 23 65 46,12 2. Pendidikan Tahun 15 5,45 3. Jumlah anggota Keluarga Orang 2 9 4.65 4. Pendapatankapita Rpbulan 29368 250000 81065 5. Jarak rumah ke hutan Meter 2.000 50 408,47 6. Pemberian pakan Kgekorhari 5,69 17,65 11,50 7. Biaya pengadaan pakan Rpkg 35,18 185,62 86,82 54 Berdasarkan data pada Tabel 15, terlihat bahwa semua komponen karakteristik sosial ekonomi respondenmasyarakat sangat bervariasi, dimana untuk pendapatan perkapita yang terendah adalah Rp 29.368, dan yang tertinggi yaitu Rp.250.000,-, dengan pendapatankapita rata-rata adalah Rp. 81.065,27. Kebutuhan waktu untuk mencari pakan ternak biasanya 6 – 7 hari dalam seminggu, dengan curahan waktu antara 1 sd 3 jamhari. Bervariasinya curahan waktu pencari pakan ternak antara lain dipengaruhi oleh jarak tempuh dari rumah ke lokasi pengambilan pakan ternak. Sebenarnya mengambil pakan ternak ke hutan termasuk berat, karena lokasinya relatif jauh, namun mengingat di luar hutan ketersediaan pakan ternak sudah sulit untuk didapatkan, maka bagi masyarakat tidak ada pilihan lain, mau-tidak mau harus mengambil dari hutan.

4.2.3. Pengguna Air

Sumber air yang digunakan oleh masyarakat, terutama masyarakat sekitar hutan, merupakan sumber air yang dihasilkan dari hutan. Pemanfaatan air ini antara lain untuk keperluan rumah tangga, air pertanian, dan sebagai sumber pembangkit listrik. Uraian untuk setiap karakteristik manfaat air sebagai berikut:

4.2.3.1. Pengguna air rumah tangga

Secara umum penggunaan air untuk kebutuhan rumah tangga antara lain digunakan untuk kebutuhan memasak, mandi, mencuci, dan kakus WC. Dilihat dari tempat pengambilan air, masyarakat menggunakan air dari sungai, mata air dan sumur. Untuk lebih jelasnya tentang rincian kebutuhan penggunaan air rumah tangga berdasarkan sumber airnya disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Rincian Sumber Air Untuk Kebutuhan Rumah Tangga No Desa Sampel Sumber Air 1. Palok Mata Air 2. Kuta Ujung Sungai dan mata air 3. Tungel Sungai dan Sumur 4. Tongra Sungai 5. Pertik Sungai dan Mata Air 6. Akang Siwah Mata Air 7. Sangir Sungai dan Mata Air 8. Gumpang Sungai dan Mata Air 9. Keudah Mata Air 10. Perlak Sungai dan mata air 11. Kenyaran Mata Air 55 Keberadaan tempat dan jenis sumber air yang dimanfaatkan, ternyata dapat mempengaruhi dan membentuk pola dan perilaku masyarakat, misalnya dalam hal mandi, mencuci dan buang air besar. Bagi masyarakat yang desa atau rumahnya berdekatan dengan sungai, tentu mereka lebih memanfaatkan sumber air sungai sebagai tempat mandi, mencuci dan buang air besar. Namun bagi masyarakat yang sumber air dari mata air, tentu kebutuhan air rumah tangga dipenuhi dari mata air, bahkan sebagian ada yang mata air sampaitersedia sampai dalam rumah, sehingga masyarakat terbiasa melakukan mandi, mencuci dan buang air besar di rumah,baik yang berada di dalam rumah, maupun kamar mandi di luar rumah. Namun bagi masyarakat dari ekonomi lemah ternyata kegiatan mandi, mencuci dan buang air besar dilakukan di tempat sumber mata air. Pada Gambar 4 dapat dilihat satu sumber air yang dimanfaatkan masyarakat melalui pembangunan instalasi penampungan air primer utama dan sekunder yang dibangun secara kelompok. Gambar 4. Sistem pengaliran air dari bak sekunder ke bak rumah tangga di Desa Kenyaran Kecamatan Pantan Cuaca. Persoalan perilaku masyarakat dalam kaitannya dengan pemanfaatan air untuk kebutuhan rumah tangga antara lain dipengaruhi kondisi alam, faktor budayakebiasaan dan juga dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi. Secara umum karakteristik sosial ekonomi masyarakatresponden pengguna air untuk kebutuhan rumah tangga disajikan pada Tabel 17. 56 Tabel 17. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Pengguna Air Untuk Kebutuhan Rumah Tangga No Karakteristik Satuan Minimum Maksimum Rata-Rata 1. Umur kepala keluarga Tahun 25 75 45,58 2. Pendidikan kepala keluarga Tahun 17 7,04 3. Jumlah anggota keluarga Orang 2 8 4,28 4. Pendapatan per kapita Rpbulan 28.571 400.000 92.550,26 5. Jarak kesumber air Meter 15 300 50,42 6. Pemakaiankonsumsi air M 3 20,25 orgthn 50,10 35,20 7. Biaya Pengadaan Rp. 9,55 215,52 68,67 4.2.3.2.Pengguna Air PertanianSawah Kondisi sawah yang dikaji dalam penelitian ini ádalah sawah-sawah berpengairan, baik irigási maupun non irigasi Gambar 5. Sedangkan untuk sawah-sawah yang sumber airnya dari air hujan tidak termasuk dalam penelitian. Gambar 5. Saluran irigasi di desa Akang Siwah Kecamatan Blang Pegayon Selanjutnya rata-rata luas pemilikan lahan sawah petani adalah 0,42 hektar. Secara umum 78 dari sawah tersebut dapat dilakukan pemanenan 2 kali dalam setahun. Rincian karakteristik petani sawah berpengairan disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Karakteristik Pengguna Air Sawah No Karakteristik Satuan Minimum Maksimum Rata-Rata 1. Umur kepala keluarga Tahun 23 65 41,62 2. Pendidikan kepala keluarga Tahun 17 6,88 3. Jumlah anggota keluarga Orang 2 10 4,50 4. Pendapatan per kapita Rpbulan 20.000 400.000 122.677,49 5. Jarak kesumber air Meter 25 1.500 184,06 6. Biaya pengadaan air M 3 20.000 orgthn 375.000 162.361,87 7. Luas panen Hatahun 0,25 1,00 0,42 57

4.2.4. Peladang

Kegiatan perladangan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan Gayo Lues merupakan kegiatan yang sudah berlangsung lama, dan sudah dilakukan secara turun-temurun dan kegiatan yang terbiasa mereka lakukan, bahkan sudah membudaya. Karakteristik para peladang disajikan pada Tabel 19. Tabel 19. Karakteristik Peladang No Parameter Satuan Minimum Maksimum Rata-rata 1. Umur kepala keluarga Tahun 29 75 47,64 2. Pendidikan kep keluarga Tahun 12 6,42 3. Jumlah anggota keluarga Orang 2 8 4,54 4. Lama tinggal di desa tahun 29 75 47,64 5. Pendapatan per kapita Rpbln 25.000 400.000 93.212,52 7. Jarak rumah ke hutan Meter 50 8.000 861,08 8. Jarak rumah keladang Meter 400 8.000 2907,14 9. Luas areal perladangan Hektar 0,25 2,50 0,80 10. Lama berladang Tahun 10 41 21,26 11. Biaya pengadaan pengolahan lahan Rpha 100.000 868.000 328.922,42 Secara umum jenis-jenis tanaman yang lazim ditanami adalah serewangi, nilam, tembakau, jagung, dan beberapa jenis tanaman muda lainnya. Sedangkan tanaman keras secara umum masyarakat menanam tanaman kemiri, kopi, dan lain-lain. Selanjutnya dilihat dari cara masyarakat memperoleh lahan sebagai tempat berladang, dilakukan dengan cara membuka hutan primer, dan sampai saat ini secara umum masih dilakukan secara berpindah-pindah, dimana setelah lahan digunakan untuk beberapa tahun, dan lahannya sudah tidak subur lagi, maka para peladang akan mencari dan membuka lahan baru yang lebih subur.

4.2.5 . Pengunjung Tempat Rekreasi

Gayo Lues merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Aceh yang termasuk daerah dataran tinggi, yang kondisinya berbukit dan bergunung-gunung. dengan ketinggian berkisar antara 400 sampai lebih besar dari 3000 meter dpl, dan juga merupakan wilayahpuncak tertinggi di Provinsi Aceh, dan sering disebut dengan kabupaten seribu bukit. Oleh karena itu di Gayo Lues, khususnya pada sumberdaya hutan terdapat beberapa tempatobjek wisata yang indah dan menakjubkan untuk dinikmati, seperti keberadaan Gunung Leuser, Gunung 58 Kemiri, pemandian air panas, air terjun, sungai alas, sungai tripe, dan sungai tamiang, serta objek-objek wisata lainnya. Secara umum para pengunjung melakukan kegiatan rekreasi kebeberapa lokasi wisata, dimana di wilayah Gayo Lues terdapat beberapa lokasi yang mempunyai panorama yang indah. Namun pengunjung dari luar Gayo Lues, baik dari dalam Provinsi Aceh maupun luar Provinsi Aceh, dan wisatawan manca negara lebih memilih untuk berkunjung ke wilayah Gunung Leuser yang lokasinya berada di Desa Keudah Panosan Sepakat Kecamatan Blang Jeurango, dan Gunung Kemiri di Kecamatan Putri Betung. Selanjutnya rincian pengunjung manca negara yang berkunjung ke objek wisata Gunung Leuser mulai tahun 1996 – 2009 disajikan pada Lampiran 3, dan rekapitulasinya disajikan pada tabel 20. Berdasarkan data pada Tabel 20, menunjukkan bahwa mulai tahun 2003 – 2005 tidak ada wisatawan manca negara yang berkunjung ke objek wisata Gunung Leuser, dikarenakan pada saat itu sedang puncaknya terjadi konflik antara GAM dengan Pemerintah RI. Tabel 20. Distribusi Wisatawan manca Negara yang Berkunjung ke Objek Wisata Gunung Leuser No Tahun Kunjungan Jumlah Wisatawan Orang Jumlah Negara Berkunjung 1. 1996 302 28 2. 1997 227 28 3. 1998 128 27 4. 1999 54 18 5. 2000 35 10 6. 2001 18 7 7. 2002 15 7 8. 2003 -2005 - 9. 2006 2 2 10. 2007 26 14 11. 2008 42 17 12. 2009 68 17 13 2010 123 19 Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa orang pemandu wisata di Desa Keudah Panosan Sepakat, bahwa para wisatawan berkunjung Gunung Leuser adalah melalui informasi dari kawan-kawannya yang sebelumnya pernah datang berkunjung ke objek wisata Gunung Leuser. Secara umum wisatawan ini datang secara berkelompok, berdua dan ada juga secara sendiri-sendiri, dan 59 mereka menginap beberapa malam di tempat yang telah disediakan oleh masyarakat setempat. Selama di wilayah Gunung Leuser mereka melakukan kegiatan treaking sambil menikmati keindahan hutan alam tropis, dan juga berbagai keunikan dari flora fauna. Dari sekian banyak pengunjung yang datang berkunjung ke objek wisata Gunung Leuser ternyata baru hanya beberapa kelompok saja yang mampu mendaki sampai ke puncak Gunung Leuser dengan ketinggian lebih kurang 3.400 meter dpl. Untuk sampai ke puncak Leuser para pendaki membutuhkan waktu selama 7 hari, berarti untuk pulang-pergi dibutuhkan waktu selama 13 - 15 hari perjalanan. Sebagai informasi bahwa aksessibilitas untuk menuju sampai ketempat wisata di Gayo Lues, terutama ke wilayah objek wisata Gunung Leuser hanya dapat ditempuh melalui jalan darat. Rincian rute jalan darat menuju Gunung Leuser seperti tertera pada Tabel 21. Tabel 21. Aksessibilitas Menuju Objek Wisata Gunung Leuser No Rute Jarak Km Waktu Jam Keterangan 1. Banda Aceh – Aceh Tengah – Blang Keujeren 450 14 Dari Takengon ke Blang Keujeuren, jalan rawan longsor 2. Banda Aceh – Aceh Barat Daya – Blang Keujeren 500 16 Dari Abdya ke Blang Kejenen Secara umum jalan belum diaspal 3. Medan – Aceh Tenggara – Blang Keujeren 450 12 Jalan Rawan Longsor 4. Medan – Aceh Tangah – Blang Kejeren 500 14 Dari Takengon ke Blang Keujeuren, jalan rawan longsor 5. Medan – Aceh Barat Daya – Blang Kejeren 550 18 Dari Abdya ke Blang Kejeuren Secara umum jalan belum diaspal Karakteristik sosial ekonomi masyarakat lokal yang berkunjung ke objek wisata Gayo Lues Gunung leuser, dari karakteristik umur ternyata berkisar antara 18 sd 46 tahun, sedangkan dari aspek pendidikan ternyata rata-rata 11,67 tahun. Untuk lebih jelasnya tentang karakteristik sosial ekonomi pengunjung lokal yang berkunjung ke obek wisata Gayo Lues disajikan pada Tabel 22. 60 Tabel 22. Karakteristik Sosial Ekonomi Pengunjung Lokal No Karakteristik Satuan Minimum Maksimum Rata-Rata 1. Umur Tahun 18 46 27,40 2. Pendidikan Tahun 9 17 11,67 3. Penghasilan Rpbln 360.000 2.500.000 1.169.333,33 4. Waktu kerjahari Jam 10 6,80 5. Waktu luanghari Jam 4 2,70 6. Waktu luang minggu Hari 2 1,54 4.3. Karakteristik Sumberdaya Hutan 4.3.1. Arahan Fungsi Hutan Berdasarkan Keputusan Gubernur Aceh No. 19 tahun 1999 tentang arahan fungsi hutan, bahwa luas hutan Aceh adalah seluas 3.335,613 ha. Secara keseluruhan luas wilayah hutan Aceh mencapai 60,22 dari total luas daratan Provinsi Aceh. Adapun luas hutan di Gayo Lues, distribusi dan pemanfaatan sumberdaya hutan, dan luas areal untuk masing-masing fungsi tersebut disajikan pada Tabel 23. Tabel 23. Distribusi Fungsi Hutan Gayo Lues No Fungsi Hutan Luas ha Dari Luas Kws. Hutan Dari Luas G. Lues Keterangan 1. TNGL 202.880,3 42,75 35,47 Sudah dikelola, belum maksimal 2. Hutan Lindung 226.560,0 47,73 36,61 Belum dikelola 3. Hutan Produksi 45.190,0 9,52 7,90 Belum dikelola Luas Kawasan Hutan 474.630,3 100,00 4. Areal Pengguaan Lain APL 97.327,7 17,02 Belum dikelola Luas Gayo Lues 571.958,0 100,00 Sumber: Arahan fungsi hutan tahun 1999, diolah kembali 2011 Selanjutnya berdasarkan data dari pihak Dinas Kehutanan Gayo Lues, bahwa secara umum semua arahan fungsi hutan tersebut belum dikelola dan dimanfaatkan sebagaimana mestinya, terutama untuk hutan produksi, baik untuk hutan alam campuran, maupun hutan alam pinus. Disisi lain kawasan TNGL dan hutan lindung juga belum dikelola secara optimal. Peta arahan fungsi hutan Gayo Lues dapat dilihat pada Lampiran 4. Pada dasarnya sumberdaya hutan memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, baik flora maupun fauna, bahkan banyak terdapat jenis 61 endemik, yang keberadaannya pada saat ini ada yang sudah dan hampir punah. Kekayaan keanekaragaman hayati ini terdapat pada semua arahan fungsi hutan, terutama pada kawasan konservasi. Keberadaan sumberdaya hutan ini dapat menjaga keberlangsungan kehidupan yang lain, misalnya dapat menjamin sistem hidrologi, sehingga dampak akan terjadinya banjir tidak terjadi, mampu menyimpan karbon, dalam rangka mengantisipasi pemanasan global dan perubahan iklim, serta banyak manfaat positif lainnya. Namun sampai saat ini pemanfaatan sumberdaya hutan lebih dominan pada pemanfaatan hasil hutan kayu, sedangkan manfaat jasa lingkungannya belum dioptimalkan pemanfaatannya. Oleh karena perlu dilestarikan dari kerusakan dan kepunahan, agar dapat dinikmati dan menjadi warisan untuk generasi mendatang. Kegiatan perambahan dan illegal logging dari hari ke hari semakin meningkat. Kegiatan ini bukan hanya terjadi di hutan produksi saja, tetapi lebih banyak terjadi pada kawasan konservasi. Sehingga akan berdampak pada terjadinya perubahan akan tutupan lahan.

4.3.2. Taman Nasional Gunung Leuser TNGL

4.3.2.1. Sejarah Kawasan

Pada tahun 1920-an Pemerintah Kolonial Belanda memberikan izin kepada seorang ahli geologi Belanda bernama F.C. Van Heurn untuk meneliti dan mengeksplorasi sumber minyak dan mineral yang diperkirakan banyak terdapat di Aceh. Setelah melakukan penelitian ternyata tidak ditemukan kandungan mineral dan menyatakan bahwa pemuka adat setempat menginginkan agar mereka peduli terhadap barisan-barisan pegunungan berhutan lebat yang ada di Gunung Leuser. Sebagai gantinya, Van Heurn mendiskusikan hasil pertemuannya dan menawarkan kepada para wakil pemuka adat para Datoek dan Oelee balang agar mendesak Pemerintah Kolonial Belanda untuk memberikan status kawasan konservasi Wildlife Sanctuary. Setelah berdiskusi dengan Komisi Belanda untuk Perlindungan Alam, pada bulan Agustus 1928 sebuah proposal disampaikan kepada Pemeintah Kolonial Belanda yang mengusulkan Suaka Alam di Aceh Barat seluas 928.000 ha dan memberikan status perlindungan terhadap kawasan yang terbentang dari Singkil pada hulu Sungai Simpang Kiri di bagian selatan,