Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
diagram batang dan diagram gambar dan membaca diagram garis sederhana.
3
Dengan demikian nampak bahwa siswa telah memiliki pengetahuan dalam berhitung. Namun belum mampu dalam mengeksplorasi pengetahuannya secara
fasih, memberikan gagasan serta memecahkan masalah dengan caranya sendiri. Peneliti mengasumsikan bahwa kemampuan berpikir tingkat tingginya termasuk
berpikir kreatif masih rendah. Jika dilihat lebih dekat lagi, berdasarkan observasi di SMP 3 Tangerang
Selatan melalui pemberian soal kemampuan berpikir kreatif matematis kepada siswa kelas IX diperoleh bahwa pada aspek berpikir lancar fluency yaitu
memberikan banyak jawaban yang lengkap dan benar presentasenya sebesar 25,63 serta pada aspek berpikir fleksibel flexibility yaitu memberikan cara
penyelesaian yang berbeda-beda presentasenya sebesar 41.
Peneliti menyimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa masih rendah.
Sebagai contoh pada soal yang mengukur berpikir fleksibel flexibility siswa diminta untuk memberikan beberapa jaring-jaring limas segi-4, dari 40 siswa
hanya seorang siswa yang mampu membuat dua buah jaring-jaring limas segi empat yang berbeda. Sementara 31 siswa menjawab sebuah jaring-jaring limas
segi-4 dengan bentuk yang sama dengan jaring-jaring limas segi-4 di buku pegangan siswa dan 8 siswa yang lain tidak menjawab.
Berdasarkan wawancara dengan guru matematika di SMP Negeri 3 Tangerang Selatan diketahui bahwa pada tahapan tanya-jawab jarang ada siswa yang
menjawab pertanyaan dari guru kalau pun ada hanya siswa yang tergolong pandai saja. Siswa juga kesulitan mengungkapkan gagasan-gagasan yang mereka miliki.
Bahkan ketika mereka diminta untuk menanyakan hal-hal yang belum dimengerti, mereka bingung harus menanyakan apa. Pada tahapan akhir pembelajaran, guru
memberikan penugasan berupa latihan soal. Ternyata hanya beberapa siswa saja yang masih kesulitan mengerjakan latihan soal. Namun, jawaban siswa masih
mengadopsi cara penyelesaian guru. Ada banyak faktor penyebab dari permasalahan ini, salah satunya adalah guru
masih mendominasi aktifitas pembelajaran sementara siswa cenderung pasif.
3
Ibid., h.121.
Dalam pembelajaran di kelas, guru menjelaskan materi dalam bentuk jadi melalui ceramah disertai tanya jawab dan penugasan sementara siswa hanya menerima
informasi dari yang guru berikan. Pembelajaran yang demikian belum memfasilitasi siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif
matematis. Latihan soal yang diberikan bersifat tertutup, artinya hanya ada satu jawaban benar sehingga siswa tidak terlatih untuk memberikan banyak jawaban,
menggunakan cara penyelesaian yang berbeda-beda ataupun merumuskan cara penyelesaiannya sendiri. Guru cenderung menekankan pada hasil pembelajaran
daripada proses pembelajaran karena tuntutan penyelesaian materi yang telah ditetapkan oleh kurikulum. Akibatnya kemampuan berpikir kreatif matematis
siswa tidak berkembang sebagaimana mestinya. Strategi konflik kognitif merupakan strategi yang menghadirkan konflik
kognitif berupa miskonsepsi atau masalah non-rutin terbuka yang mengkonflikkan prakonsepsi siswa dalam pembelajaran. Strategi konflik kognitif memiliki tiga
tahap, yaitu preliminary stage, conflict stage, and resolution stage. Tahap pendahuluan Preliminary stage merupakan tahapan prakonsepsi yakni
guru mengidentifikasi miskonsepsi dan pengetahuan awal siswa tentang aspek- aspek penting yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari. Menurut
Trianto, “sering seorang pelajar mengalami kesulitan dalam memahami suatu pengetahuan tertentu, yang salah satu penyebabnya karena pengetahuan baru yang
diterima tidak terjadi hubungan dengan pengetahuan yang sebelumnya, atau mungkin pengetahuan
awal sebelumnya belum dimiliki”.
4
Siswa diajak untuk berpikir lancar dalam mengeksplorasi pengetahuan awalnya atau mengungkapkan
ide-idenya. Kemudian konflik kognitif dihadirkan pada tahap yang kedua, yakni tahap
konflik conflict stage. Konflik ini dapat berupa miskonsepsi yang telah diidentifikasi pada tahap prakonsepsi ataupun masalah-masalah terbuka yang
dapat mengkonflikkan prakonsepsi siswa. Sesuai dengan karakteristiknya, konflik ini membuat siswa memanfaatkan kemampuan kognitifnya dalam upaya
4
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP, Jakarta: Kencana, 2010,
h. 33.
menjastifikasi, mengkonfirmasi atau melakukan verifikasi terhadap pendapatnya. Ketika siswa diberikan sebuah konflik kognitif berupa masalah, siswa akan
berpikir berdasarkan pengetahuan awalnya mengeluarkan ide-idenya dengan lancar fluency atau bahkan siswa dapat menghasilkan banyak alternatif jawaban
flexibility. Tahap yang terakhir adalah tahap resolusi resolution stage. Pada tahap ini
siswa dibimbing untuk menemukan sendiri pemecahan masalahnya. Kemudian hasilnya dikomunikasikan dan dievaluasi. Ketika siswa sudah melewati tahapan
konflik kognitif, siswa diajak untuk mempertahankan pendapatnya apabila ia yakin pendapatnya benar, dan berani mengubahnya apabila keliru. Disini siswa
dilatih untuk berpikir terbuka sehingga tidak menutup kemungkinan akan muncul pemikiran-pemikiran baru novelty. Kemampuan berpikir kreatif matematis
memberikan banyak ide, memberikan alternatif cara penyelesaian, serta mengungkapkan pemikiran-pemikiran baru siswa akan berkembang karena siswa
berpikir bukan meniru. Dari penjabaran di atas peneliti berasumsi bahwa kemampuan berpikir kreatif
siswa dapat dilatih dan diberdayakan melalui strategi konflik kognitif dan pada akhirnya kemampuan berpikir kreatif matematis siswa akan berkembang.
Sehingga, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul
“Pengaruh Strategi Konflik Kognitif Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa.
” B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa masih rendah, misalnya
siswa kesulitan untuk memberikan banyak jawaban, menggunakan cara penyelesaian yang berbeda-beda dan memberikan jawaban yang unik.
2. Siswa belum diberi kesempatan untuk berpikir kreatif matematis dalam
pembelajaran matematika.
3. Strategi pembelajaran matematika yang digunakan guru belum efektif
dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.