Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

gabungan atau kombinasi yang digunakan, sedangkan unsur-unsurnya sudah ada sebelumnya. Menurut Pehnoken, “Kreativitas tidak hanya terjadi pada bidang- bidang tertentu, seperti seni, sastra, atau sains, melainkan juga ditemukan dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk matematika ”. 6 Kreativitas dalam pembelajaran matematika disebut juga berpikir kreatif matematis dan menekankan pada prosesnya. Krutetski mendefenisikan “Kemampuan berpikir kreatif matematis sebagai kemampuan menemukan solusi masalah matematika secara mudah dan fleksibel”. 7 Menurut Livne, “Berpikir kreatif matematis merujuk pada kemampuan untuk menghasilkan solusi bervariasi yang bersifat baru terhadap masalah matematika yang bersifat terbuka. ” 8 Ervyck memberikan defenisi tentatif tentang kreativitas matematika. “Kreativitas matematika adalah kemampuan untuk memecahkan masalah dan atau mengembangkan struktur berpikir, melakukan perhitungan yang aneh dari disiplin logika deduktif, dan kemampuan membangun konsep yang terintegrasi ke dalam inti yang penting dalam matematika ”. 9 Dalam penelitian ini kemampuan berpikir kreatif matematis dipandang sebagai satu kesatuan atau kombinasi dari berpikir logis dan berpikir divergen untuk menghasilkan ide dengan banyak kemungkinan dengan lancar, memberikan bermacam-macam penafsiran terhadap suatu gambar, cerita atau masalah, serta mampu memberikan ide atau gagasan yang baru. Dengan demikian, berpikir keratif matematis merupakan kemampuan yang meliputi berpikir lancar fluency, berpikir fleksibel flexibility, dan berpikir kebaruan novelty dalam menggunakan konsep-konsep matematika untuk menemukan solusi masalah matematika. 6 Ali Mahmudi, “Mengukur Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis,” makalah disajikan pada Konferensi Nasional Matematika XV, UNIMA, Manado, 30 Juni – 3 Juli 2010, h. 3. 7 Ibid. 8 Ibid. 9 Akhmad Jazuli, “Berpikir Kreatif Dalam Kemampuan Komunikasi Matematika,” Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, UNY, Yogyakarta, 5 Desember 2009, h. 213. b. Indikator Berpikir Kreatif Matematis Untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis siswa, digunakan ketentuan penilaian berupa indikator kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Dalam penelitian ini indikator berpikir kreatif mengacu pada tiga aspek kemampuan berpikir kreatif menurut Silver yakni, berpikir lancar fluency, berpikir luwes flexibility, dan berpikir kebaruan novelty. 10 Silver menjelaskan bahwa untuk menilai kemampuan berpikir kreatif anak- anak dan orang dewasa sering digunakan “The Torrance Tests of Creative Thinking TTC T”. Tiga komponen kunci yang dinilai dalam berpikir kreatif menggunakan TTCT adalah kefasihan fluency, fleksibilitas flexibility, dan kebaruan novelty. Kefasihan mengacu pada banyaknya ide-ide yang dibuat dalam merespons sebuah perintah. Fleksibilitas tampak pada perubahan-perubahan pendekatan ketika merespons perintah. Kebaruan merupakan keaslian ide yang dibuat dalam merespons perintah. 11 Banyaknya ide-ide yang dibuat dalam merespons sebuah perintah ini dalam artian bahwa siswa mampu memberikan banyak jawaban yang relevan. Sementara perubahan –perubahan pendekatan ditandai dengan siswa memberikan cara –cara penyelesaian lain yang berbeda. Sedangkan keaslian ide yang dibuat dalam merespons perintah ditandai dengan membuat metode penyelesaian atau jawaban yang baru. Menurut Haylock “Kefasihan artinya banyaknya respons tanggapan yang dapat diterima atau sesuai the number of acceptable response ”. 12 Olson menyebutkan bahwa “Kefasihan merupakan kemampuan menghasilkan sejumlah besar gagasan pemecahan masalah secara lancar dan cepat”. 13 Kedua definisi di atas bermuara pada definisi berpikir lancar yang Silver berikan, yakni mengacu pada banyaknya ide-ide yang dibuat dalam 10 Abdul Aziz Saefudin, “Pengembangan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia PMRI,” Al-Bidayah, Vol.4, No.1, Juni 2012, Yogyakarta, h. 42. 11 Tatag Eko Yuli Siswono, Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif, tt.p.: Unesa University Press, 2008, h. 23. 12 Ibid., h. 22. 13 Ibid., h. 18. merespons sebuah perintah. Silver nampak tidak membatasi aspek berpikir lancar fluency dengan waktu karena seseorang dapat berpikir lancar jika ia dalam keadaan yang kondusif tanpa tekanan. Kiesswetter menyatakan bahwa “Kemampuan berpikir fleksibel yang merupakan salah satu aspek kemampuan berpikir kreatif merupakan kemampuan penting yang harus dimiliki siswa dalam menyelesaikan masalah matematika.” 14 Sejalan dengan Kiesswetter, Kurtetskii mengidentifikasi bahwa “Fleksibilitas dari proses mental sebagai suatu komponen kunci kemampuan kreatif matematis pada siswa-siswa flexibility of mental processes as a key component of creative mathematical ability in school- children.” 15 Senada dengan Silver, Haylock menyebutkan bahwa ”Fleksibilitas artinya banyaknya jenis respon yang berbeda the number of different kinds of response ”. 16 Aspek fleksibilitas ini lebih menekankan pada banyaknya ide-ide berbeda yang digunakan dalam menyelesaikan masalah matematika. Martin mengemukakan “Fleksibilitas merujuk pada kemauan untuk memodifikasi keyakinan berdasarkan informasi baru. Seseorang yang tidak berpikir fleksibel tidak mudah mengubah ide atau pandangan mereka meskipun ia mengetahui terdapat kontradiksi antara ide yang dimiliki dengan ide baru.” 17 Fleksibilitas ini mengacu pada produksi gagasan yang menunjukkan berbagai kemungkinan, melibatkan kemampuan untuk melihat berbagai hal dari sudut pandang yang berbeda, dan menggunakan banyak strategi atau pendekatan yang berbeda. Indikator keaslian dapat ditunjukkan dari kebaruan. Ide yang baru tidak seluruhnya harus baru, bisa jadi yang baru adalah gabungan atau kombinasi yang digunakan, sedangkan unsur-unsurnya sudah ada 14 Ali Mahmudi, “Mengukur Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis,” makalah disajikan pada Konferensi Nasional Matematika XV, UNIMA, Manado, 30 Juni – 3 Juli 2010, h. 3. 15 Tatag Eko Yuli Siswono, op.cit., h. 22. 16 Ibid. 17 Ali Mahmudi, “Mengukur Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis,” makalah disajikan pada Konferensi Nasional Matematika XV, UNIMA, Manado, 30 Juni – 3 Juli 2010, h. 3. sebelumnya. Kebaruan juga dapat dilihat dari solusi yang berbeda dalam suatu kelompok artinya satu jawaban yang “tidak biasa” dilakukan oleh siswa pada tingkat pengetahuannya yang dapat dilihat dari kejarangan jawaban pada suatu kelompok. Sependapat dengan Haylock “Keaslian artinya kejarangan tanggapan respon dalam kaitan dalam sebuah kelompok pasangannya the statistical infrequency of the responsses in relation to the peer group”. 18 Peneliti merumuskan indikator berpikir kreatif matematis dalam Tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1 Indikator Aspek Berpikir Kreatif Matematis No Aspek Indikator 1. Berpikir lancar fluency  Memberikan beragam jawaban yang lengkap dan benar. 2. Berpikir fleksibel flexibility  Memberikan cara penyelesaian yang berbeda-beda dan logis untuk penyelesaian masalah. 3. Berpikir kebaruan novelty  Memberikan jawaban yang unik gabungan atau kombinasi dari unsur-unsur yang telah ada. c. Contoh Soal Berpikir Kreatif Matematis Berikut ini disajikan contoh soal dan pembahasan yang mengukur kemampuan berpikir kreatif berdasarkan aspek berpikir lancar fluency, berpikir fleksibel flexibility, dan berpikir kebaruan novelty menurut Siswono. Diketahui persegipanjang berikut. 12 cm 8 cm Buatlah bangun datar lain yang luasnya sama dengan persegipanjang di atas 19 18 Tatag. loc.cit. 19 Ibid., h. 45. Misalnya, siswa menjawab dengan membuat tiga buah segitiga yang ukurannya berturut-turut alasnya 16 cm dan tinggi 12 cm, alasnya 24 cm dan tinggi 8 cm, alasnya 6 cm dan tinggi 32 cm. Siswa tersebut dikatakan memenuhi aspek berpikir lancar fluency. Jika siswa membuat bangun datar lain, seperti trapesium dan belah ketupat dengan luas yang sama dengan persegi panjang yang diketahui, maka ia dikatakan memenuhi aspek berpikir fleksibel flexibility. Jika siswa membuat bangun datar yang merupakan gabungan-gabungan bangun lain yang berbeda dengan luas yang sama dengan persegi panjang yang diketahui, maka ia dikatakan memenuhi aspek berpikir kebaruan. 20 Siswa dikatakan memenuhi aspek berpikir lancar karena siswa dapat memberikan banyak lebih dari satu jawaban walaupun jawabannya itu masih mengikuti pola tertentu atau masih dalam satu kategori, seperti memberikan bangun datar yang sama namun ukuran yang berbeda. Jika dari respon-respon siswa tersebut dapat dikategorikan menjadi beberapa kategori atau tidak mengikuti pola tertentu, maka siswa tersebut dikatakan memenuhi aspek berpikir fleksibel. Sementara, respon siswa tersebut dikatakan baru jika unik, tidak biasa, dan hanya dilakukan oleh sedikit sekali siswa. Contoh soal berpikir lancar fluency lainnya yaitu: 21 Ida akan membuat kue yang memerlukan 5 kg tepung terigu. Ia hanya memiliki takaran yang ukurannya ½ kg dan ¾ kg untuk menakar tepung tersebut. Berapa takar tepung yang diperlukan untuk membuat kue tersebut? Jelaskan jawabanmu. Terdapat kemungkinan jawaban, yaitu sebagai berikut. Takaran ½ kg Takaran ¾ kg Berat Tepung Banyak Takaran 10 5 kg 10 4 4 5 kg 8 Banyaknya takaran yang memungkinkan adalah sebagai berikut.  Sebanyak 10 takaran ukuran ½ kg atau  Sebanyak 4 takaran ½ kg dan 4 takaran ¾ kg 20 Ibid., h. 46. 21 Ali Mahmudi, Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Melalui Pembelajaran Topik Pecahan, Dipresentasikan dalam Seminar Nasional Aljabar, Pengajaran, dan Terapannya dengan tema Kontribusi Aljabar dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Penelitian dan Pembelajaran Matematika untuk Mencapai World Class University, FMIPA UNY Yogyakarta, 31 Januari 2009, h. 8. Diunduh pada 29 januari 2014 jam 10:56 WIB. http:eprints.uny.ac.id74321m-16.pdf Dari soal tersebut terlihat bahwa terdapat lebih dari satu jawaban yang mungkin diberikan oleh siswa. Sehingga soal ini dapat digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir lancar fluency. Semakin tinggi kemampuan berpikir lancar siswa, maka ia dapat memberikan jawaban lebih dari satu yang relevan dengan pemecahan masalah dan pengungkapannya lengkap serta jelas. Contoh soal berpikir fleksibel flexibility lainnya yaitu: 22 Diagram batang berikut menunjukkan acara TV favorit seluruh siswa SMP Cerdas Cendikia. Berdasarkan informasi pada diagram di atas, Buatlah 3 pernyataan berbeda yang berkaitan dengan topik pecahan. Beberapa pernyataan yang mungkin disusun adalah sebagai berikut:  Sebanyak ¼ siswa laki-laki menjadikan kartun sebagai acara favorit mereka.  Sebanyak 20 siswa perempuan menjadikan olahraga sebagai acara favorit mereka.  Perbandingan banyaknya siswa laki-laki dan siswa perempuan yang menyukai sinetron adalah 3 : 8. Dari jawaban soal tersebut nampak bahwa siswa menggunakan pendekatan yang berbeda-beda. Siswa menggunakan pendekatan bilangan pecahan, presentase, dan perbandingan. Dengan demikian kemampuan berpikir fleksibel siswa dapat terukur. Semakin tinggi kemampuan berpikir fleksibel flexibility siswa maka ia akan memberikan jawaban lebih dari satu cara atau pendekatan penyelesaian yang berbeda-beda dan hasilnya benar. 22 Ibid., h. 9. Contoh berpikir kebaruan yang lainnya: 23 Misal diperoleh informasi bahwa dari seluruh uang logam yang beredar di Indonesia, sebanyak 55 merupakan uang ratusan, 35 uang lima ratusan, dan 10 persen uang ribuan. Menurut Yeni, nilai seluruh uang ratusan lebih besar daripada nilai seluruh uang ribuan. Sedangkan Wati mengatakan sebaliknya. sementara menurut Retno hal itu bergantung pada banyaknya seluruh uang logam yang beredar tersebut. Siapakah yang benar? Jelaskan jawabanmu. Jawabannya adalah pendapat Yeni yang benar. Karena satu koin uang ribuan senilai dengan 10 koin uang ratusan, maka nilai seluruh uang ratusan akan sama dengan nilai seluruh uang ribuan jika presentase banyaknya uang ratusan tersebut sama dengan 10 kali presentase banyaknya uang ribuan. Karena presentase banyaknya uang ratusan 55 kurang dari 10 kali presentase banyaknya uang ribuan, maka nilai seluruh uang ribuan lebih besar daripada nilai seluruh uang ratusan. Hal itu tidak bergantung pada banyaknya uang yang beredar. Melalui soal ini siswa dituntut untuk berpikir kebaruan. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kebaruan novelty tinggi adalah siswa yang memberikan jawaban dengan cara sendiri dan proses perhitungan serta hasilnya benar atau dapat pula ditandai dengan jarangnya siswa yang menjawab demikian.

2. Strategi Konflik Kognitif dalam Pembelajaran Matematika

“Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan belajar mengajar, strategi bisa diartikan sebagai pola- pola umum kegiatan guru dan anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan. ” 24 Dalam penelitian ini strategi pembelajaran matematika yang digunakan adalah strategi konflik kognitif. a. Pengertian Strategi Konflik Kognitif Belajar menurut Anthony Robbins adalah proses menciptakan hubungan antara sesuatu pengetahuan yang sudah dipahami dan sesuatu 23 Ibid., h.10. 24 Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP, Jakarta: Kencana, 2010, h. 139. pengetahuan yang baru. Senada dengan pandangan Anthony Robbins tersebut, Jerome Burnner mengemukakan bahwa pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses aktif dimana siswa membangun mengkonstruk pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman pengetahuan yang sudah dimilikinya. 25 Jadi makna belajar di sini bukan berangkat dari sesuatu yang benar-benar belum diketahui nol, tetapi mengaitkan dari dua pengetahuan yang sudah ada dengan pengetahuan baru sehingga menyatu menjadi pengetahuan yang lebih kompleks. Belajar bukan semata-mata mentransfer pengetahuan baru yang ada di luar diri seseorang, melainkan sebuah proses berpikir. Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransormasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Siswa harus bekerja memecahkan masalah, menemukan informasi, dan memberdayakan ide-ide agar dapat memahami dan menerapkan pengetahuan. Prinsip-prinsip dasar pandangan konstruktivis menurut Suparno adalah sebagai berikut: 26 1 Pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa, baik secara personal maupun secara sosial. 2 Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali hanya dengan keaktifan siswa menalar. 3 Siswa aktif mengkonstruksi terus-menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah. 4 Guru berperan sebagai fasilitator menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi pengetahuan siswa berjalan mulus. Jean Piaget penganut aliran kognitif mewakili teori konstruktivisme, menyebutkan bahwa “struktur kognitif merupakan kumpulan dari skema- 25 Ibid., h.38. 26 Ibid., h.18-19. skema schemata. ” 27 Lebih lengkap lagi Jeane mendefinisikan bahwa “skema schemes merupakan kumpulan tindakan dan pikiran yang serupa, yang digunakan secara berulang dalam rangka merespon lingkungan. ” 28 Seorang individu dapat mengikat, memahami, dan memberikan respon terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata ini. Pada awalnya skema-skema tersebut bersifat motorik, namun seiring berlalunya waktu menjadi lebih bersifat mental, dan akhirnya abstrak. Skemata ini dimodifikasi terus-menerus melalui adaptasi dengan lingkungannya pengalaman, sehingga menjadi terintegrasi satu sama lain. Skemata tersebut membentuk suatu pola penalaran tertentu dalam pikiran anak. Makin baik kualitas skema ini, makin baik pulalah pola penalaran anak tersebut. Proses adaptasi dengan lingkungannya ini dilakukan dengan dua cara, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses pengintegrasian secara langsung stimulus baru ke dalam skemata yang telah terbentuk. Sedangkan akomodasi adalah proses pengintegrasian stimulus baru ke dalam skema yang telah terbentuk secara tidak langsung. Hal ini terjadi karena stimulus baru tidak dapat diasimilasi, kerena tidak ada skema yang sesuai yang telah dimilikinya. Pada proses akomodasi, skema yang ada memodifikasi diri atau menciptakan skema baru sehingga sesuai dengan stimulus baru itu. Setelah itu asimilasi berlangsung kembali. Dengan demikian proses asimilasi tidak menghasilkan perubahan skema, melainkan hanya menunjang pertumbuhan skemata secara kuantitas. Sedangkan pada akomodasi menghasilkan perubahan skemata secara kualitas. Misalnya, bagi seseorang yang sudah mengetahui prinsip penjumlahan, jika gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka proses pegintegrasian antara prinsip penjumlahan yang sudah ada di benak 27 Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung: JICA- Universitas Pedidikan Indonesia UPI, 2001, h. 38. 28 Jeane Ellis Ormrod, Buku Edisi Keenam Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang, Terj. dari Sixth Edition Educational Psychology Developing Learners oleh Wahyu Indianti, Eva Septiana, dkk, Jakarta: Erlangga, 2008, Jilid 1, h. 41.