Proses Pembelajaran di Kelas
Gambar 4.2 Hasil Pekerjaan Siswa Pada Tahap Pendahuluan di LKS 2
Gambar 4.2 merupakan gambar tahap pendahuluan pada LKS 2, tahapan pendahuluan pada LKS ini masih “otoriter”, ditunjukkan pada siswa harus
memotong rusuk yang telah ditentukan pada LKS sehingga menghasilkan berbagai macam jaring-jaring kubus. Hal ini dilakukan atas pertimbangan agar
siswa secara sedikit demi sedikit diajak untuk belajar terbiasa dengan diterapkannya strategi konflik kognitif dalam proses pembelajaran. Pada LKS
pertemuan selanjutnya siswa sendiri yang memutuskan rusuk yang akan digunting kemudian akan nampak kemampuan berpikir lancarnya dalam
membuat beragam jaring-jaring bangun ruang dengan lengkap dan benar. Menurut peneliti hal ini yang menyebabkan kemampuan berpikir lancar
siswa tidak berkembang dengan baik. Otonomi siswa seharusnya diberikan oleh guru sejak awal. Siswa didorong untuk mencari jawaban sendiri dan
membiarkan siswa berdasarkan pengetahuan awalnya untuk menggunting rusuk kubus. Sementara guru sebagai fasilitator tidak lagi bertindak diatas
panggung, tetapi memandu siswa dari samping . Maknanya pada saat memberi bantuan guru dalam posisi sejajar dengan siswa.
Berikut contoh gambar hasil pekerjaan siswa pada LKS 3.
Gambar 4.3 Hasil Pekerjaan Siswa Pada Tahap Pendahuluan di LKS 3
Gambar 4.3 menunjukkan bahwa siswa sudah mulai bisa dan terbiasa menggunakan strategi konflik kognitif dalam proses pembelajaran. Kemudian
siswa dilatih untuk memformulasi rumus luas permukaan balok dan dilatih kemampuan berpikir lancar fluency dalam menentukan rusuk mana yang
harus digunting, sehingga siswa dapat membuat berbagai macam bentuk jaring-jaring balok.
Kemudian siswa menemukan konsepnya sendiri mengenai jaring-jaring dan luas permukaan balok. Beberapa diantaranya mengungkapkan gagasan
mengenai jaring-jaring bangun ruang sebagai berikut: a.
Jaring-jaring bangun ruang selalu berbentuk bangun datar, namun susunannya bisa diubah-ubah.
b. Jaring-jaring bangun ruang yang terbentuk bisa berbeda-beda sesuai
dengan rusuk mana yang digunting.
c. Jaring-jaring bangun ruang adalah sebuah rangkaian. Jadi, apabila ada
satu bidang yang terputus maka itu namanya bukan jaring-jaring lagi. d.
Luas permukaan balok adalah luas jaring-jaring balok itu. Dengan demikian kegiatan berpikir pada tahap pendahuluan ini merupakan
suatu upaya untuk menarik informasi dari pengetahuan dan pengalaman. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahap pendahuluan strategi konflik kognitif
memenuhi prinsip – prinsip dasar konstruktivisme. Prinsip – prinsip
konstruktivisme menurut
pendapat Suparno,
beberapa diantaranya
pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa, baik secara personal maupun secara sosial; pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali hanya
dengan keaktifan siswa menalar; siswa aktif mengkonstruksi terus-menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah serta guru berperan sebagai
fasilitator menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi pengetahuan berjalan mulus.
5
Indikator kemampuan berpikir kreatif matematis yang dapat ditingkatkan dalam tahap ini adalah berpikir lancar, berpikir fleksibel, dan
berpikir kebaruan. Pada tahap konflik kognitif di setiap LKS terdapat soal-soal yang
menimbulkan konflik secara kognitif bagi siswa serta mewakili indikator kemampuan berpikir kreatif matematis. Konflik berupa masalah terbuka yang
mengandung miskonsepsi. Pada awalnya siswa membaca serta memahami sendiri soal-soal yang terdapat pada LKS tersebut, setelah itu guru
mempersilahkan mereka untuk berdiskusi dengan kelompok. Diskusi kelompok ini dengan tujuan agar siswa terlatih bekerjasama, berkomunikasi,
menumbuhkan rasa toleransi dalam perbedaan, saling memberi dan membagi ide dalam penyelesaian konflik, saling membantu dan berbagi informasi.
Setiap anggota kelompok menuangkan hasil pemikiran dalam LKS yang dirancang oleh guru. Kemudian siswa merencanakan strategi yang digunakan
untuk menyelesaikan konflik beserta alternatifnya. Guru memfasilitasi kelompok siswa yang mengalami kesulitan. Sementara kelompok yang tidak
5
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP, Jakarta: Kencana, 2010,
h. 139.
mengalami konflik
dapat membantu
teman kelompoknya
untuk menyelesaikan konflik.
Indikator kemampuan berpikir kreatif matematis yang dapat ditingkatkan dalam tahap ini adalah berpikir lancar, berpikir fleksibel, dan berpikir
kebaruan. Berikut ini contoh variasi jawaban dua siswa dalam mengerjakan LKS pertemuan ke-
1 “Sifat – sifat Prisma dan Limas”
Gambar 4.4 Contoh Jawaban Siswa yang Memiliki Kemampuan Berpikir Lancar
Gambar 4.5 Contoh Jawaban Siswa yang Belum Memiliki Kemampuan Berpikir
Lancar
Nampak perbedaan jawaban kedua siswa tersebut. Pada Gambar 4.4 menunjukkan bahwa siswa dapat memberikan jawaban yang beragam dengan
menggambarkan dua buah bangun datar yaitu prisma segitiga dan kubus. Sementara pada Gambar 4.5 menunjukkan bahwa siswa belum dapat
memberikan jawaban yang beragam karena menggambarkan hanya satu buah bangun ruang, yaitu kubus. Dengan demikian siswa pada Gambar 4.4 dapat
dikatakan memiliki kemampuan berpikir lancar fluency sedangkan siswa
pada gambar 4.5 belum memiliki kemampuan berpikir lancar fluency.
Pada tahap penyelesaian konflik setelah selesai berdiskusi dengan kelompok, kemudian salah satu kelompok yang bersedia mempresentasikan
hasil diskusinya di depan kelas. Pada tahap ini siswa dapat membagi ataupun bertukar ide dalam penyelesaian soal konflik antar kelompok. Jika ada
kelompok yang memiliki perbedaan dalam penyelesaiannya, maka kelompok ini diberi apresiasi oleh guru berupa kesempatan mempresentasikan idenya.
Kemudian bersama-sama dengan siswa yang lain mendiskusikan kembali penyelesaian-penyelesaian dari kelompok tersebut. Sejalan dengan Utami,
bahwa membangkitkan kreativitas di sekolah dapat dilakukan melalui hadiah. Hadiah yang terbaik untuk pekerjaan yang baik adalah yang tidak berupa
materi intangible, melainkan seperti kesempatan untuk menampilakan dan mempresentasikan pekerjaan, kata penghargaan, dan lainnya.
6
Guru memfasilitasi pembahasan hasil-hasil diskusi siswa dan juga memberikan
penguatan agar materi tidak menjadi bias bagi siswa. Tahapan ini diakhiri dengan
pemberian stampel
kreatif bagi
kelompok yang
telah mempresentasikan hasil diskusinya serta bagi siswa yang berpartisipasi aktif
dalam proses pembelajaran.
Berikut ini gambar contoh kegiatan siswa dalam tahapan penyelesaian konflik.
6
Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, Jakarta: Rineka Cipta, 2012, h.114.
Gambar 4.6 Perwakilan Kelompok Menuliskan Hasil Diskusi di Papan Tulis
Gambar 4.6 menunjukkan salah satu kegiatan siswa dalam tahap penyelesaian konflik kognitif yaitu perwakilan kelompok menuliskan hasil
dikusi dari kelompoknya masing-masing yang kemudian siap untuk di diskusikan di kelas.
Sementara, pada kelompok kontrol proses pembelajarannya menggunakan strategi ekspositori. Tahapan pembelajaran dalam strategi ekspositori, yaitu
persiapan, penyajian, menghubungkan, menyimpulkan, penerapan dan penutupan. Pada tahap persiapan guru mengkondisikan kelas, memberikan
apersepsi, menyampaikan indikator pembelajaran, serta memotivasi siswa untuk belajar. Pada tahap penyajian guru menjelaskan materi sementara siswa
memperhatikan dan mencatat penjelasan guru. Pada tahap menghubungkan, guru menghubungkan materi yang telah dipelajari melalui contoh
–contoh soal. Misalnya, menghubungkan materi bangun ruang ini dengan materi luas dan
keliling bangun datar, teorema phytagoras, serta bilangan berpangkat atau akar. Pada tahap menyimpulkan, siswa diberi kesempatan untuk bertanya-
jawab dan mencatat kesimpulan materi yang diberikan oleh guru. Namun, kebanyakan disetiap pertemuan tidak ada siswa yang bertanya kepada guru.
Pada tahapan penerapan, siswa diberikan soal-soal latihan yang ada pada buku paket, LKS LKS dari sekolah dan soal buatan peneliti. Sementara, guru
membimbing siswa yang mengalami kesulitan. Kemudian siswa diberi
kesempatan untuk menuliskan hasil pekerjaannya di papan tulis dan dibahas bersama-sama. Pada tahapan penutup, guru memberikan konfirmasi terhadap
hasil pekerjaan siswa. Pembelajaran dikelompok kontrol cenderung pasif, siswa hanya
mendengarkan, mencatat, dan mengerjakan latihan-latihan soal. Berikut ini gambar contoh potongan soal LKS dari sekolah yang telah dijawab oleh siswa
kelompok kontrol.
Gambar 4.7 Contoh Potongan Soal LKS Sekolah Kelompok Kontrol
Gambar 4.7 menunjukkan kurangnya ketelitian serta pemahaman materi siswa kelompok kontrol. Hal ini dikarenakan kepasifannya itu. Siswa tidak bertanya jika
ia tidak mengerti. Ketika dalam proses pembelajaran, siswa yang tergolong pintar saja yang terkadang bertanya, pertanyaannya pun terfokus pada pertanyaan
prasyarat. Siswa pun enggan untuk memeriksa kembali atas jawaban serta cara penyelesaian yang dikerjakan. Selain itu, penyelesaian soal yang dilakukan pun
masih mengikuti cara-cara jawaban dari guru. Aktivitas siswa pada kedua kelompok terlihat berbeda ketika proses
pembelajaran. Nampak pada kelompok eksperimen yang menggunakan strategi konflik kognitif aktivitas siswa dominan. Sebaliknya, pada kelompok kontrol
yang menggunakan strategi ekspositori aktivitas guru yang mendominasi proses pembelajaran. Sehingga menyebabkan hasil pembelajarannya pun berbeda. Hasil
pembelajaran tidak saja meningkatkan pengetahuan, melainkan meningkatkan keterampilan berpikir. Semakin peserta didik aktif, pembelajaran akan semakin
efektif. Hal ini sejalan dengan pendapat Eggen dan Kauchak yang menyatakan bahwa suatu pembelajaran akan efektif bila peserta didik secara aktif dilibatkan
dalam pengorganisasian dan penemuan informasi pengetahuan.
7