digudang farmasi dan 2 obat dalam keadaan rusak. Atau sebanyak 2,2 obat dalam keadaan kadaluarsa dan rusak. Kerugian yang diterima rumah sakit
Mulya akibat obat-obatan yang rusak dan kadaluarsa tersebut adalah sebesar 5.651.633 rupiah.
Jumlah ini masih belum sesuai dengan standar yang dibuat oleh Depkes RI dan pedoman penyimpanan obat yang dibuat oleh Dirjend Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan tahun 2010, yang menyebutkan bahwa jumlah obat kadaluarsa dan rusak di gudang penyimpanan haruslah berjumlah 0 atau tidak
ada sama sekali. Hal ini dikarenakan bahwa adanya obat kadaluarsa dan rusak di suatu tempat penyimpanan merupakan indikasi dari permasalahan
penyimpanan obat dan kerugian akibat penyimpanan obat yang salah.
5.7 Stock Mati
Death Stock Obat di Gudang Farmasi Rumah Sakit Mulya
Hasil observasi dan wawancara peneliti menunjukkan bahwa stock mati atau persediaan obat yang tidak mengalami transaksi selama 3 bulan atau lebih
yang ada di gudang farmasi rumah sakit Mulya terdiri dari 14 jenis obat dari 1032 jenis obat yang ada di gudang farmasi rumah sakit tersebut. Persentase
death stock adalah sebesar 1,36 . Jenis obat yang mengalami death stock kebanyakan adalah jenis obat infus.
Death stock atau persediaan obat mati terjadi di gudang farmaasi rumah sakit Mulya biasanya disebabkan oleh trend penyakit yang sedang terjadi pada
saat itu yang menyebabkan pemakaian terhadap obat tersebut menjadi menurun. Atau disebabkan oleh dokter yang sudah tidak menggunakan obat
tersebut lagi karena kontrak dengan perusahaan obat sudah habis atau dokter
sudah mengganti jenis obat yang digunakan. Ini didukung oleh pernyataan informan sebagai berikut.
“ biasanya kalo ngga dipake lagi itu karena bermasalah, ya sama dokter atau perusahaan obat. misalnya kontrak dokter sama perusahaannya udah ngga
diperpanjang. Atau ya karena trend penyakitnya aja jadi obatnya belum dipake-pake lagi
” GF-1
Angka obat death stock yang terdapat di gudang farmasi rumah sakit Mulya juga masih belum sesuai dengan standar death stock yang diperbolehkan
oleh Depkes RI dalam pedoman penyimpanan obat Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2010, yang menyebutkan bahwa standar obat death
stock yang diperbolehkan adalah 0 atau 1 saja. Namun di gudang farmasi rumah sakit ini jumlah obat death stock mencapai 1,36.
5.8 Kesesuaian Pengeluaran Obat FIFO dan FEFO
Pengeluaran obat yang dilakukan oleh petugas gudang farmasi rumah sakit Mulya masih belum memperhatikan sistem FIFO First In First Out dan
juga FEFO First Expierd First Out. Penyusunan obatnya pun belum menggunaan sistem FIFO ataupun FEFO. Berdasarkan hasil observasi
diketahui bahwa setiap melakukan pengeluaran obat, petugas gudang tidak memperhatikan obat mana yang mendekati tanggal kadaluarsa dan obat yang
lebih dulu disimpan. Petugas gudang hanya langsung mengambil obat yang paling atas atau paling depan.
Meskipun dalam standar prosedur operasional sudah dijelaskan bahwa sistem penyimpanan obat harus memperhatikan sistem FIFO dan FEFO namun
petugas tidak melaksanakannya. Hal ini dikarenakan petugas menganggap semua obat yang datang dari distributor memiliki tanggal kadaluarsa yang sama
karena jarak pemesanan obat dan obat yang datang tidak terlalu lama. Ini didukung oleh pernyataan informan sebagai berikut.
“…semuanya kan sama aja, kita mesen obatnya juga ga lama jaraknya. Datengnya juga ga beda lama sih jadi pasti tanggal ED nya sama aja. Jadi
mau pake FIFO FEFO atau ngga ya sama aja
” GF-1
Sistem pengeluaran ini masih belum sesuai dengan pedoman penyimpanan obat yang dibuat oleh Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan tahun 2010 yang menyebutkan bahwa dalam proses pengeluaran obat dari gudang farmasi atau gudang obat harus memperhatikan sistem
FIFOFEFO. Tujuannya adalah untuk mencegah adanya obat kadaluarsa dan rusak serta menghindari kerugian akibat obat rusak dan kadaluarsa.