6.2 Penyimpanan Obat di Gudang Farmasi Rumah Sakit
Penyimpanan merupakan salah satu kegiatan yang terdapat dalam siklus manajemen logistik. Penyimpanan dianggap sebagai jantung dari siklus
manajemen logistik, hal ini dikarenakan penyimpanan yang menentukan keberhasilan dan kelancaran distribusi atau penyaluran barang dari satu unit ke
unit lainnya Istinganah, 2006. Di rumah sakit, penyimpanan obat merupakan salah satu bagian dari siklus manajemen farmasi. Kegiatan penyimpanan obat di
rumah sakit menjadi tanggung jawab instalasi farmasi rumah sakit Kepmenkes, 2004.
Di rumah sakit Mulya penyimpanan obat dilakukan di gudang farmasi rumah sakit Mulya, yang merupakan sub-unit dari Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Mulya. Kegiatan penyimpanan obat yang dilakukan di gudang farmasi rumah sakit Mulya dilakukan oleh petugas gudang farmasi rumah sakit Mulya.
Penanggung jawab gudang farmasi rumah sakit Mulya adalah Kepala Instalasi Farmasi rumah sakit Mulya.
Penyimpanan obat merupakan suatu usaha pengamanan terhadap obat- obatan yang diterima agar aman tidak hilang, terhindar dari kerusakan fisik
dan kimia serta menjaga agar mutunya tetap terjamin Depkes, 1996. Dalam standar operasional prosedur penyimpanan obat yang dibuat oleh RS Mulya,
diketahui bahwa tujuan penyimpanan obat yang dilakukan di gudang farmasi adalah untuk menjaga kualitas obat yang terdapat di gudang farmasi dan
mempermudah pendistribusian obatnya. Penyimpanan obat sangat erat kaitannya dengan pengelolaan gudang.
Penyimpanan yang baik tentunya memerlukan pengelolaan gudang yang baik pula. Namun tidak hanya pengelolaan gudang yang perlu diperhatikan, faktor-
faktor input penyimpanan dan proses penyimpanan obatnya juga harus diperhatikan. Sebagaimana disebutkan dalam pedoman penyimpanan obat yang
dibuat oleh Dirjen Binakefarmasian dan Alat Kesehatan 2010 bahwa untuk melihat efektifitas dari penyimpanan obat di gudang obat perlu memperhatikan
faktor-faktor input dan proses penyimpanan itu sendiri. Faktor input terdiri dari sumber daya manusiapersonil, ketersediaan anggaran, standar operasional
prosedur, sarana dan prasarana serta kelengkapan dokumen penyimpanan. Sementara, itu proses penyimpanan yang perlu diperhatikan mulai dari
penerimaan obat, pengaturan tata ruang dan penyusunan obat, pengeluaran obat dan stock opname obat. Sehingga bisa melihat sejauh mana sistem
penyimpanan obat yang dilaksanakan di gudang farmasi rumah sakit Kepmenkes, 2004.
6.3 Input Penyimpanan Obat
Input merupakan masukan yang perlu disediakan atau harus tersedia untuk melaksanakan suatu kegiatan atau proses. Input memegang peranan yang
penting dalam suatu sistem. Jika input tidak tersedia dengan baik, maka dapat menghambat kegiatan yang terjadi dalam proses pada suatu sistem. Bahkan
tidak tersedianya input dapat menghambat suatu sistem dalam mencapai tujuannya.
Begitu juga dalam penelitian ini. Dalam kegiatan penyimpanan obat, suatu rumah sakit harus dapat menyediakan input sesuai dengan pedoman yang
sudah ada, salah satunya adalah pedoman yang dibuat oleh Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2010. Menurut pedoman tersebut,
terdapat beberapa hal yang perlu tersedia untuk mencapai suatu sistem
penyimpanan obat yang efektif, diantaranya adalah sumber daya manusia, anggaran, dokumen, prosedur serta sarana dan prasarana. Hal-hal yang harus
tersedia itulah yang disebut sebagai input. Apabila input tidak dipenuhi dengan baik, maka akan sangat mungkin timbul hambatan dalam proses penyimpanan
obat dan bahkan bisa menyebabkan sistem penyimpanan yang dilakukan terganggu. Adapun input penyimpanan obat yang tersedia di gudang farmasi RS
Mulya adalah sebagai berikut.
6.3.1 Sumber Daya Manusia Personil Gudang
Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting yang berperan dalam pelaksanaan penyimpanan obat. Berdasarkan hasil
observasi, wawancara dan telaah dokumen diketahui bahwa jumlah sumber daya manusia yang berada di gudang farmasi yang berkaitan
dengan kegiatan penyimpanan hanya satu orang. Satu orang petugas gudang bertanggung jawab mengurusi seluruh rangkaian penyimpanan
obat, mulai dari penerimaan, penyusunan obat, pengeluaran obat hingga pelaporan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penyimpanan.
Apalagi, menurut pedoman pengelolaan gudang farmasi yang dibuat oleh Departemen Kesehatan 1996 diketahui bahwa sumber
daya manusia minimal yang harus tersedia di gudang farmasi terdiri dari satu orang atasan kepala gudang, satu orang kepala gudang, satu orang
pengurus barang dan satu orang pelaksana. Jika dibandingkan dengan pedoman Departemen Kesehatan tersebut memang sumber daya
manusia yang berperan dalam kegiatan penyimpanan obat di gudang farmasi masih kurang mencukupi. Hal ini juga seperti yang dirasakan