pendidikannya adalah sekolah farmasi. Sebagaimana disebutkan dalam pedoman pengelolaan gudang farmasi yang dibuat oleh Depkes 1996
bahwa petugas gudang farmasi harus memiliki pendidikan minimal SMF Sekolah Menengah Farmasi atau sederajat.
Hasibuan 2006 juga menyebutkan bahwa faktor penting yang perlu diperhatikan dalam penempatan jabatan adalah kesesuaian
pengetahuan dan keterampilan petugas, kemudian dari situ akan muncul disiplin kerja. Penelitian Oskar 2005 menunjukkan bahwa kesesuaian
pengetahuan dan keterampilan dalam penempatan jabatan kerja memiliki pengaruh sebesar 63,9 dalam menentukan prestasi kerja
seorang pegawai. Terjadinya permasalahan pada sumber daya manusia yang
terdapat digudang farmasi rumah sakit, dapat menghambat kegiatan penyimpanan obat yang dilakukan. Minimnya sumber daya manusia
yang tersedia di gudang farmasi dapat membuat kegiatan dalam proses penyimpanan tidak dapat berjalan dengan baik. Ditambah lagi jika tugas
yang dibebankan kepada petugas sangat banyak dan melebihi deskripsi kerjanya, tentunya ini dapat membuat petugas mengalami stress kerja.
Sebagaimana yang disebutkan oleh Hurrel dalam Dian 2008 bahwa beban kerja petugas yang terlalu berat dapat menimbulkan stress
kerja pada petugas. Apabila petugas mengalami stress kerja tentunya petugas tidak dapat melaksanakan kegiatan penyimpanan obat dengan
baik sehingga tujuan penyimpanan obat yang diharapkan pun tidak dapat tercapai.
6.3.2 Anggaran
Anggaran merupakan salah satu input yang menunjang pelaksanaan penyimpanan obat di gudang farmasi. Berdasarkan hasil
wawancara diketahui bahwa tidak terdapat anggaran yang khusus disediakan oleh Rumah Sakit yang berkaitan dengan penyimpanan obat.
Rumah sakit hanya menyediakan anggaran rutin untuk pengadaan obat- obatan saja. Karena sejauh ini rumah sakit belum merasa perlu untuk
menyediakan anggaran terkait penyimpanan. Dalam pedoman pengelolaan obat yang dibuat oleh Dirjend Bina
Farmasi dan Alat Kesehatan 2010 disebutkan bahwa salah satu input yang perlu disediakan dalam kegiatan penyimpanan obat adalah
anggaran. Anggaran rutin penyimpanan yang perlu disediakan antara lain anggaran untuk pemeliharan gudang dan prasarana lainnya yang
terdapat digudang farmasi seperti perawatan AC, printer dan komputer. Selain itu, anggaran untuk penyediaan ATK, penyediaan kartu stock dan
buku-buku untuk pencatatan dan pelaporan. Dalam pelaksanaannya AC, printer dan komputer memang
belum dilakukan pemeriksaan secara berkala, pemeliharaan gudang pun belum dilakukan dengan baik. Ini terlihat dari adanya noda di dinding
akibat aliran air AC yang bocor, dan adanya genangan air yang dibiarkan di atas lemari penyimpanan hingga ke lantai. Sementara itu
untuk keperluan ATK dan buku-buku pencatatan petugas gudang hanya tinggal mengajukan permintaan kepada bagian umum dan di bagian
umum semua
kebutuhan ATK
sudah tersedia
sehingga
penganggarannya masuk kedalam penganggaran bagian umum bukan ke anggaran penyimpanan obat.
Pemeliharaan gudang farmasi dan seluruh peralatannya dengan baik merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan oleh pihak
manajemen rumah sakit. Paling tidak manajemen perlu menyisihkan biaya untuk pemeliharaan sebesar 1 dari biaya peralatan yang ada.
Kurang baiknya pemeliharaan terhadap gudang farmasi dan peralatan yang terdapat didalamnya sering kali berakibat pada pendeknya masa
pakai peralatan tersebut, dan berdampak pada meningkatnya tambahan biaya yang diperlukan untuk pemeliharaan mencapai 20 - 40
Damanik, 2003. Jika hal ini terjadi, tentunya ini menjadi sangat bertentangan dengan tujuan penyimpanan obat yang diharapkan,
sebagaimana yang disebutkan dalam Depkes 1996 yaitu penyimpanan obat dilakukan dengan tujuan agar murah biaya yang dikeluarkan tidak
besar. Tidak tersedianya anggaran tentunya dapat mempengaruhi
dalam proses penyimpanan obat. Jika terdapat barang gudang yang rusak, dapat menghambat pekerjaan petugas dan petugas menjadi tidak
bisa menyelesaikan pekerjaannya. Belum lagi manajemen harus memperbaiki barang yang rusak dan mengeluarkan biaya yang cukup
besar. Ini tentunya akan menimbulkan kerugian ganda bagi rumah sakit.
6.3.3 Prosedur Penyimpanan Obat
Prosedur yang berkaitan dengan penyimpanan obat sudah dibuat dan sudah disosialisasikan kepada petugas gudang farmasi RS Mulya
meskipun petugas gudang tidak mengingat seluruh prosedurnya secara mendetail. Pembuatan prosedur penyimpanan obat di Rumah Sakit
Mulya sudah disesuaikan dengan aturan yang ditetapkan oleh KARS tahun 2009 dan dengan mempertimbangkan aturan yang ada pada UU
No. 23 tahun 1992 dan UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009. Prosedur penyimpanan obat terdiri dari prosedur penerimaan
obat, prosedur penyusunan obat, prosedur pengeluaran obat dan prosedur pelaksanaan stock opname obat. Prosedur penyimpanan yang
dibuat tersebut sudah cukup baik namun masih kurang lengkap. Karena dalam salah satu prosedur yaitu prosedur penyusunan obat hanya
disebutkan bahwa penyusunan menggunakan sistem FIFO dan FEFO. Tapi tidak dijelaskan tentang bagaimana pengklasifikasian penyimpanan
obatnya serta bagaimana pengaturan suhu dan kelembaban ruangan. Sehingga petugas gudang juga mengabaikan hal tersebut.
Pada pelaksanaannya prosedur yang dibuat ini sudah mulai dijalankan oleh petugas gudang farmasi RS Mulya, meskipun masih ada
point yang
terlewat dan
tidak untuk
dilaksanakan. Tidak
dilaksanakannya point dalam SOP menyebabkan kegiatan penyimpanan menjadi terganggu. Standar operasional prosedur merupakan tatacara
atau tahapan yang dibakukan dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu KARS, 2000.
SOP dapat dijadikan sebagai panduan yang digunakan dalam proses pelaksanaan penyimpanan obat, sehingga tujuan penyimpanan
dapat tercapai. Dengan adanya SOP setiap petugas dapat mengetahui tugas, wewenang dan tanggung jawab pekerjaan yang harus dilakukan,
sehingga petugas dapat terhindar dari kesalahan, keraguan, duplikasi atau pemborosan dalam pelaksanaan kerjanya dan membuat
pekerjaannya menjadi lebih efisien Depkes, 1996. Dengan dilaksanakannya SOP setiap kegiatan dapat berjalan secara teratur
sesuai dengan alur yang sudah direncanakan.
6.3.4 Dokumen Penyimpanan Obat
Dokumen penyimpanan obat dibutuhkan dalam kegiatan penyimpanan obat guna menghindari terjadinya kesalahan dalam
kegiatan yang berkaitan dengan penyimpanan. Dokumen juga berfungsi sebagai alat bukti dan sebagai laporan pertanggung jawaban tugas
seorang pegawai Prihatiningsih, 2012. Dokumen penyimpanan obat yang tersedia di RS Mulya terdiri dari kartu induk persediaan obat, kartu
stok obat, buku harian penerimaan obat, buku harian pengeluaran obat, laporan pengeluaran obat dan laporan stock opname.
Ini sesuai dengan yang terdapat dalam pedoman pengelolaan obat milik Dirjend Bina Farmasi dan Alat Kesehatan 2010 bahwa
terdapat beberapa dokumen yang perlu disediakan dalam kegiatan penyimpanan obat di rumah sakit antara lain adalah kartu induk
persediaan obat, kartu stok obat, buku harian penerimaan obat, surat izin pengeluaran obat, buku harian pengeluaran obat, laporan pengeluaran
obat, laporan stock opname dan data obat kadaluarsa. Pada pelaksanaannya ternyata tidak semua dokumen yang
tersedia diisi secara teratur oleh petugas gudang farmasi. Seperti kartu stok obat dan buku harian penerimaan barang. Berdasarkan hasil