6.5 Kesesuaian Jumlah Stock Obat Pencatatan dengan Stock Fisik
Salah satu cara untuk menilai efisiensi penyimpanan obat yang dilakukan digudang farmasi adalah dengan cara melihat kesesuaian antara
jumlah obat yang terdapat pada pencatatan obat pada kartu stock kartu induk persediaan dengan jumlah obat yang terdapat di gudang farmasi tersebut
Depkes, 1996. Kecocokan antara stok gudang dengan kondisi fisik haruslah 100 karena ini menandakan bahwa administrasi penyimpanan di gudang
farmasi sudah dikerjakan dengan baik dan optimal WHO, 1993. Sementara itu hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di gudang
farmasi rumah sakit Mulya menunjukkan bahwa kesesuaian jumlah stock obat fast moving yang terdapat di gudang farmasi tersebut adalah sebesar 76,9.
Artinya masih terdapat ketidaksesuian pencatatan yang dilakukan petugas gudang farmasi sebesar 23,1. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa
terkadang ada kegiatan pencatatan yang terlewat oleh petugas gudang farmasi RS Mulya. Ketidaksesuaian ini menyebabkan petugas gudang kebingungan
dalam pelaporan untuk perencanaan pembelian dan untuk mempertanggung jawabkan selisihnya tersebut. Sehingga bila terjadi selisih jumlah tidak jarang
petugas langsung mengganti jumlahnya dan menyesuaikan saja dengan stok fisik yang ada tanpa mencari tahu penyebab selisih tersebut.
Padahal, kesesuaian jumlah merupakan indikator yang digunakan untuk mengetahui ketelitian petugas gudang dan mempermudah dalam pengecekan
obat, membantu dalam perencanaan dan pengadaan obat-batan di rumah sakit sehingga tidak menyebabkan terjadinya akumulasi obat dan kekosongan Baby,
2010. Dari sini juga terlihat bahwa proses pencatatan yang tidak baik akan
menyebabkan hasil atau output yang didapat menjadi tidak maksimal dan menimbulkan permasalahan atau kerugian bagi rumah sakit.
6.6 Obat Kadaluarsa dan Rusak
Jumlah obat kadaluarsa dan rusak juga merupakan salah satu indikator utama efisiensi penyimpanan obat di gudang farmasi. Jumlah obat yang
kadaluarsa dalam gudang farmasi rumah sakit menunjukkan pula besarnya kerugian yang dialami oleh suatu rumah sakit Kemenkes RI, 2007. Sehingga
seharusnya persentase obat kadaluarsa dan rusak di suatu gudang farmasi adalah 0, namun ada batas toleransi yang masih diperbolehkan untuk
persentase obat rusak dan kadaluarsa yaitu 1 Pudjaningsih, 1996. Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa
persentase obat kadaluarsa dan rusak yang ada di gudang farmasi rumah sakit Mulya pada bulan Mei tahun 2014 adalah sebesar 2,2. Dengan persentase
obat kadaluarsa dan rusak yang sebesar itu, diperkirakan nilai kerugian rumah sakit mencapai 5.651.633 rupiah dalam periode tersebut.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa banyaknya obat kadaluarsa dan rusak terjadi akibat belum adanya pemeriksaan dan pendataan obat yang
mendekati kadaluarsa secara rutin yang dilakukan oleh petugas gudang farmasi. Selain itu, obat kadaluarsa yang terjadi juga akibat obat tidak lagi digunakan
oleh dokter sehingga obat menumpuk dan kadaluarsa. Padahal jika hal ini dibiarkan terus menerus tanpa ada evaluasi dari pihak manajemen, rumah sakit
akan terus mengalami kerugian. Semakin banyak obat yang mengalami kadaluarsa dan rusak di suatu rumah sakit, maka akan semakin besar pula
kerugian yang diterimanya dan dapat mengurangi pendapatan rumah sakit tersebut Pudjaningsih, 1996.
Adanya obat kadaluarsa dan rusak ini menjadi indikasi bahwa terdapat permasalahan dalam sistem penyimpanan yang dilakukan di gudang farmasi.
terdapatnya obat kadaluarsa dan rusak menunjukkan bahwa sistem penyimpanan yang dilakukan belum efisien, karena masih ada nilai kerugian
yang didapat oleh rumah sakit. Seharusnya, hal ini dapat dihindari dengan memperbaiki dan mengevaluasi setiap proses penyimpanan yang dilakukan.
Sehingga output sistem penyimpanan yang efisien dapat tercapai.
6.7 Stock Mati
Death Stock
Cara menilai efisiensi penyimpanan obat yang selanjutnya adalah dengan melihat persediaan stock mati atau death stock. Stock mati atau death
stock adalah jumlah obat yang belum atau tidak digunakan selama 3 bulan terakhir atau lebih Kemenkes, 2007. Stock mati atau death stock bisa terjadi
karena beberapa hal misalnya karena pola penyakit tertentu pada satu periode yang menyebabkan obat tidak terpakai.
Standar persentase stock mati obat menurut Pudjaningsih 1996 yaitu 0. Sementara itu, digudang farmasi rumah sakit Mulya persentase stock mati
nya yaitu 1,36. Stock mati ini menyebabkan gangguan tersendiri bagi rumah sakit. Stok mati menyebabkan obat menumpuk digudang farmasi dalam waktu
yang lama dan dikhawatirkan akan menjadi kadaluarsa, terlebih di gudang farmasi rumah sakit ini belum ada pemeriksaan obat kadaluarsa secara berkala.
Selain itu kerugian yang disebabkan akibat stok mati adalah perputaran uang yang tidak lancar, kerusakan obat akibat terlalu lama disimpan sehingga dapat
menyebabkan obat tersebut kadaluarsa Pudjaningsih, 1996. Jika dibiarkan terus terjadi rumah sakit akan mengalami kerugian secara terus menerus.
Keadaan stok mati ini menunjukkan bahwa terdapat kesalahan dalam proses penyimpanan yang dilakukan. Seperti pada proses pengeluaran
misalnya, seharusnya pengeluaran obat dilakukan terhadap obat yang lebih dahulu masuk bukan obat yang terakhir masuk. Sehingga obat-obat yang lebih
dulu masuk akan habis lebih dahulu juga dan tidak menimbulkan death stock. Tentunya ini harus dihindari agar kerugian tidak semakin besar dan
penyimpanan obat yang dilakukan semakin efisien.
6.8 Kesesuaian Sistem Pengeluaran Obat FIFO dan FEFO
Sistem pengeluaran obat yang dilakukan oleh petugas gudang farmasi RS Mulya masih belum memperhatikan sistem FIFO dan FEFO. Petugas
gudang tidak menggunakan sistem tersebut karena petugas menganggap bahwa semua obat memiliki tanggal kadaluarsa yang sama. Padahal, meskipun obat
yang diterima oleh petugas gudang berasal dari distribuor yang sama dan dengan jarang yang tidak terlalu lama, namun tidak menutup kemungkinan
bahwa obat memiliki tanggal kadaluarsa yang berbeda. Oleh karena itu, petugas harus tetap melakukan pemeriksaan terhadap tanggal kadaluarsa obat dan tetap
memperhatikan sistem penyimpanan FIFO dan FEFO. Dalam penyusunan perbekalan farmasi yaitu perbekalan farmasi yang
masa kadaluarsanya lebih awal atau yang diterima lebih awal harus digunakan lebih awal, sebab umumnya perbekalan farmasi yang datang lebih awal
biasanya juga diproduksi lebih awal dan umumnya relatif lebih tua dan masa kadaluarsanya lebih awal Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010.