Teori Produksi Kerangka Pemikiran Teoritis

memberikan farmer’s share terbesar sehingga pendapatan petani akan meningkat dan pada akhirnya petani akan lebih termotivasi untuk meningkatkan produksi anggrek. Selain itu juga diharapkan Kabupaten Bogor mampu mempertahankan dan mengembangkan posisinya sebagai daerah sentra produksi anggrek Dendrobium di Indonesia dan Pulau Jawa khususnya.

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Teori Produksi

Produksi adalah kegiatan menghasilkan barang dan jasa. Sumberdaya yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa disebut faktor-faktor produksi. Umumnya faktor-faktor produksi terdiri dari alam atau lahan, tenaga kerja dan modal. Fungsi produksi menjelaskan hubungan teknis yang mentransformasikan input sumberdaya dan output komoditas Debertin, 1986. Sedangkan Soekartawi 2003 mendefinisikan fungsi produksi sebagai suatu fungsi yang menggambarkan hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan Y dan variabel yang menjelaskan X. Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Fungsi produksi yang baik hendaknya dapat dipertanggungjawabkan, mempunyai dasar yang logis secara fisik dan ekonomi, mudah dianalisis dan mempunyai implikasi ekonomi. Secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut: Y = f X 1, X 2, X 3, ... , X n Keterangan: Y = Output X 1, X 2, X 3, ... , X n = Input-input yang digunakan dalam proses produksi Bentuk fungsi produksi dipengaruhi oleh ’Hukum Kenaikan Hasil yang Semakin Berkurang’ The Law of Deminishing Returns. Hukum ini menjelaskan bahwa jika faktor produksi variabel dengan jumlah tertentu ditambahkan terus- menerus pada sejumlah faktor produksi tetap, akhirnya akan dicapai suatu kondisi dimana setiap penambahan satu unit faktor produksi variabel akan menghasilkan tambahan produksi yang besarnya semakin berkurang. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih fungsi produksi Soekartawi, 2003, yaitu: 1. Fungsi produksi harus dapat menggambarkan keadaan usahatani yang sebenarnya terjadi. 2. Fungsi produksi dapat dengan mudah diartikan khususnya arti ekonomi dan parameter yang menyusun fungsi produksi tersebut. 3. Fungsi produksi harus mudah diukur atau dihitung secara statistik untuk mengukur tingkat produktivitas dari suatu proses produksi terdapat dua tolak ukur yaitu produk m tambahan produk produksi yang dip produktivitas yang dirumuskan sebagai PM = PR = Untuk melihat perubah produksi yang dipakai produksi Ep adalah perubahan relatif jumlah produk yang dihasilkan digunakan. Pada Gambar 1, rata-rata yang menggam input yang digunakan. P lebih besar dari produksi Pada Gambar 1 produk rata-rata PR da 1984: Output Y k marjinal dan produk rata-rata. Produk marjinal yang dihasilkan dari setiap menambah satu- dipakai. Sedangkan produk rata-rata PR a g dicapai setiap satuan produksi. Kedua tolak u ai berikut: = = ahan dari produk yang dihasilkan disebabkan ai dapat dinyatakan dengan elastisitas produk h rasio tambahan relatif produk yang dihas ah faktor produksi yang dipakai atau persentase p an sebagai akibat persentase perubahan faktor p 1, dapat dilihat hubungan antara produk marjinal ambarkan perbandingan antara produksi total d . Pada saat produksi total sudah meningkat, prod ksi rata-rata dalam keadaan menaik. 1, dapat pula dilihat hubungan antara produk dan produk marjinal PM sebagai berikut Doll Produk Total nal PM adalah -satuan faktor adalah tingkat ukur ini dapat an oleh faktor uksi. Elastisitas asilkan dengan perubahan dari r produksi yang al dan produksi dengan jumlah roduksi marjinal uksi total PT, oll and Orazem, I II III Input PMPR Produk Rata-Rata 0 X 3 X 2 X 3 Produk Marjinal Input X Gambar 1. Fungsi Produksi dan Tiga Daerah Produksi Sumber : Doll and Orazem, 1984 1. Daerah I memperlihatkan Produk Marjinal PM lebih besar dari produk rata-rata variabel input X ditransformasikan ke dalam produk Y meningkat hingga PR mencapai maksimal pada akhir daerah I. 2. Daerah II terjadi ketika PM menurun dan lebih rendah dari PR. Pada keadaan ini PM sama atau lebih rendah dari PR, tapi sama atau lebih tinggi dari 0 nol. Daerah II berada diantara X 2 dan X 3 . Efisiensi variabel input diperoleh saat awal daerah II. 3. Daerah III dicapai ketika MP negatif. Daerah III tercapai ketika jumlah berlebih dari input variabel yang dikombinasikan dengan input tetap. Selain itu pada kenyataannya total output mulai menurun. Selain itu daerah ini juga memperlihatkan batas garis daerah II dan III. Selain itu dari Gambar 1 juga dapat dilihat hubungan antara PM dan PT serta PM dan PR dengan besar kecilnya elastisitas produksi Soekartawi, 1986: 1. Elastisitas Produksi Ep = 1 bila PR mencapai maksimum atau PR sama dengan PM-nya. 2. Elastisitas Produksi = 0, terjadi saat PM = 0 dalam situasi PR sedang menurun. 3. Elastisitas Produksi Ep 1 bila PT menaik pada tahapan ”increasing rate” dan PR juga menaik di daerah I. Pada kondisi ini petani masih mampu memperoleh sejumlah produksi yang cukup menguntungkan manakala sejumlah input masih ditambahkan. 4. 1Ep0, pada kondisi ini tambahan sejumlah input tidak diimbangi secara proporsional oleh tambahan output yang diperoleh. Peristiwa seperti ini terjadi di daerah II, dimana pada sejumlah input yang diberikan maka PT tetap menaik pada tahapan ”decreasing rate”. 5. Elastisitas Produksi EP 0 yang berada pada daerah III; pada situasi yang demikian PT dalam keadaan menurun, nilai PM menjadi negatif dan PR dalam keadaan menurun. Dalam situasi ini setiap upaya untuk menambah sejumlah input tetap akan merugikan bagi petani yang bersangkutan. Output dari suatu usahatani dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi input yang digunakan. Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan faktor-faktor produksi akan mempengaruhi besarnya pendapatan usahatani.

3.1.2 Teori Biaya Produksi