Simulasi Dampak Kebijakan METODE PENELITIAN
bagi ternak berperut tunggal. Jagung mengandung lisin dan metionin lebih rendah dibanding gandum atau dedak padi Tabel 8 yang disebabkan oleh kandungan
protein yang relatif rendah. Tabel 8. Perbandingan Nilai Gizi Jagung dengan Biji-bijian Lain dan Dedak Padi
Nilai gizi Jagung
Sorgum Gandum
Gaplek hard
Beras Dedak padi
Kadar air 12
13 13
13 11
9 Protein
8.5 8.8
14.1 2.50
8.7 12.9
Lemak 3.8
2.9 2.5
0.50 0.7
13.0 Serat kasar
2.2 2.3
3.0 4.0
9.8 11.4
Kalsium 0.02
0.04 0.05
0.12 0.08
0.07 Fosfor
0.28 -
0.37 0.10
0.08 1.50
Fosfor tersedia 0.08
- 0.13
0.03 0.03
0.22 Energi metabolis ayam
kkalkg 3 350
3 288 3 120
2 900 2 990
2 980 Asam amino
Lisin Metionin
0.26 0.18
0.21 0.16
0.37 0.21
0.08 0.04
0.43 0.22
0.59 0.26
Metionin+sistin Triptofan
Treonin 0.36
0.06 0.29
0.33 0.02
0.29 0.51
0.16 0.39
0.07 0.02
0.08 0.43
0.10 0.36
0.53 0.12
0.48 Asam linoleat
2.20 1.13
0.59 -
- 3.57
Xantofil ppm 17
- -
- -
- Sumber : NRC 1994
Salah satu kelebihan jagung untuk pakan unggas terutama ayam petelur adalah kandungan xantofil yang berguna untuk menjadikan warna kuning telur
lebih cerah. Bahan ini tidak dijumpai pada biji-bijian lain, dedak, atau ubi kayu. Oleh karena itu, apabila jagung tidak digunakan dalam ransum ayam petelur tetapi
diinginkan warna kuning telur yang lebih cerah, perlu ditambahkan sumber xantofil
lain seperti tepung daun lamtoro, corn gluten meal atau bahan xantofil murni.
Pemakaian jagung dalam ransum ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain jenis ransum, kandungan gizi yang dikehendaki, alternatif bahan baku lain
yang tersedia, dan harga. Namun demikian, jagung di Indonesia merupakan bahan baku utama ransum ayam, puyuh, itik, dan kadang-kadang babi. Pemakaian
jagung untuk pakan ikan, serta ayam kampung, itik, dan babi yang dipelihara secara tradisional masih sangat sedikit. Pemakaian jagung dalam ransum broiler
biasanya lebih tinggi dibanding ayam petelur karena broiler membutuhkan energi yang lebih tinggi.
Daya simpan untuk menghindari variasi suplai dan harga di kalangan produsen masih rendah, sehubungan masih sedikitnya tersedia silo penyimpanan
dan pengeringan jagung di sentra-sentra produksi jagung. Penyimpanan sederhana yang terlalu lama di tingkat petani atau pengumpul akan meningkatkan kandungan
aflatoksin pada jagung yang menurunkan kualitas komoditi tersebut. Setidaknya 24 jam setelah panen, jagung sudah bisa dikirim ke pabrik pakan.
Kebanyakan penanaman jagung dilakukan pada lahan kering yang mengandalkan dukungan curah hujan sehingga biasanya saat musim tanam
dilakukan serempak pada saat musim hujan. Biasanya berlangsung pada bulan Februari - Maret sehingga panen akan berlangsung hampir bersamaan.
Benih jagung lokal hanya mampu menghasilkan sekitar 2,9 ton per hektar, sementara jagung varietas unggul mempunyai produktivitas 4,5 - 5,7 ton per
hektar. Belakangan ini mulai populer diperkenalkan jagung hibrida yang mampu menghasilkan lebih dari 6 ton per hektar, dengan berbagai kelebihan karakteristik
seperti tahan terhadap kekeringan dan kebasahan, serta tahan serangan hama penyakit yang biasa menyerang tanaman jagung. Perbedaan perilaku industri
dalam penggunaan input untuk kawasan Lampung dan Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Perbedaan Perilaku Penggunaan Bahan Baku pada Industri Pakan Ternak di Lampung dan Jawa Barat
Indikator Propinsi
HJGG SPJG SJGL HBKD SPBK SBKL Lampung
1 081.71 48.086
93.6 2 108.31
11.964 56.7
Jawa Barat 1 029.36
38.004 82.5
1 097.78 16.528
41.2 Keterangan : HJGG = Harga jagung Rpkg
SPJG = Pangsa penggunaan jagung
SJGL = Pangsa penggunaan jagung lokal
HBKD = Harga bungkil kedele Rpkg SPBK = Pangsa penggunaan bungkil kedele
SBKL = Pangsa penggunaan bungkil kedele lokal
Pangsa pemakaian jagung di dalam komposisi pakan pada industri pakan di Lampung berkisar 48.086 persen, dimana pangsa penggunaan jagung lokalnya
adalah 93.6 persen. Pemakaian jagung ini lebih tinggi dibandingkan Jawa Barat yang hanya 38.004 persen dengan pangsa penggunaan jagung lokalnya sedikit
lebih rendah yaitu 82.5 persen. Hal ini mengingat Lampung merupakan sentra produksi jagung sehingga pabrik pakan tidak banyak menemukan kesulitan di
dalam mendapatkan jagung dengan harga berkisar Rp. 1 081.71 per kg. Namun harga jagung di Jawa Barat sedikit lebih rendah yaitu Rp. 1 029.36 per kg. Hal ini
dikarenakan harga jagung impor yang biasanya lebih murah dibandingkan jagung lokal.
Pangsa pemakaian bungkil kedele di dalam komposisi ransum pada industri pakan di Lampung berkisar 11.964 persen, dimana pangsa penggunaan
bungkil kedele lokalnya adalah 56.7 persen. Pemakaian bungkil kedele ini lebih rendah dibandingkan Jawa Barat yang berkisar 16.528 persen, namun pangsa
penggunaan bungkil kedele lokalnya lebih rendah yaitu 41.2 persen. Diakui bahwa industri pakan di Jawa Barat kesulitan mendapatkan kedelai di dalam
negeri dikarenakan produksinya yang rendah sehingga dibutuhkan impor. Industri
pakan di Jawa Barat sebenarnya lebih senang mengimpor bahan baku selain karena harganya lebih murah, kualitasnya lebih baik dan kontinuitas bahan baku
terjamin. Jawa Barat juga secara geografis dekat dengan pelabuhan masuknya barang impor di kota Jakarta sehingga dibutuhkan biaya transportasi yang kecil di
dalam mendapatkan bahan baku bungkil kedele. Hal ini terlihat dari perbedaan harga bungkil kedele yang besar, yang dibeli oleh industri pakan di Lampung dan
Jawa Barat. Di Lampung harga bungkil kedele rata-rata berkisar Rp. 2 108.31 per kg, sementara di Jawa Barat Rp. 1 097.78 per kg.
Kenyataan bahwa akhir-akhir ini perusahaan lebih banyak membeli bahan baku pakan raw material didalam negeri, tidak terlepas dari peran pemerintah
yang telah mengeluarkan kebijakan bagi industri pakan untuk lebih banyak membeli jagung dan bungkil kedele di dalam negeri. Pemerintah mewajibkan
importir membeli bungkil kedele dalam negeri dengan rasio impor 40 dibanding 60 persen.
Pada tahun 2000, industri pakan mulai menunjukkan pertumbuhan setelah produksi pakan turun hingga 60 persen akibat krisis ekonomi. Industri pakan
memfokuskan pengadaan jagung dari dalam negeri meskipun impor jagung masih dilakukan untuk menutupi kekurangan pasokan. Upaya industri pakan untuk
memperoleh jagung dalam negeri antara lain dilakukan dengan membuka ladang jagung sendiri dengan menggunakan benih hibrida, membuka pabrik pakan baru
di daerah sentra produksi jagung sehingga memungkinkan berhubungan langsung dengan petani, dan membuka serta membangun fasilitas pengeringan dan
pergudangan silo skala besar di daerah sentra produksi.