2.6. Pendekatan Ekonomi Kelembagaan Terhadap Perilaku Industri
Kajian terhadap perilaku suatu lembaga ekonomi sangat tergantung pada konsep pemikiran ekonomi yang mendasarinya. Saat ini terdapat dua aliran
pemikiran besar yang mewarnai hampir setiap kajian ekonomi mikro modern Spechler, 1990, yaitu pendekatan neo-klasik dan pendekatan ekonomi
kelembagaan institusional. Pendekatan neo-klasik menekankan pada asumsi- asumsi dasar yang telah mapan dan berbagai perangkat teori yang telah lengkap
dan mantap, terutama dalam menjelaskan berbagai perilaku perusahaan, perilaku konsumen, perilaku pasar, dan hal-hal yang berkaitan dengan kesejahteraan
masyarakat; sebagai hasil dari proses berbagai kajian yang panjang. Neo-klasik mendasari pemikiran tentang perilaku ekonomi pada beberapa perspektif dasar
yaitu : a adanya keseimbangan pasar bersaing sempurna dan ketidaksempurnaan pasar hanya merupakan pengecualian, b faktor produksi mendapat imbalan
sesuai dengan nilai dan kontribusi marjinalnya terhadap produksi, hal yang dapat mempengaruhi kondisi tersebut umumnya diabaikan, c selera diasumsikan tetap
dan universal, d faktor organisasi dan manajemen diabaikan, e pengaruh politis dan sosial dianggap minimal, dan f masalah pemerataan ditangani secara
terpisah dari efisiensi. Dilain pihak pendekatan ekonomi kelembagaan justru berusaha untuk
mendalami hal-hal yang dinilai sebagai kelemahan dalam pendekatan neo-klasik. Berangkat dari pemikiran Thorstein Veblen 1857-1929, dan dalam pengaruh
pemikiran beberapa guru ekonomi dan sosiolog Eropa, seperti Gustav Schmoller 1839-1917, Max Weber 1864-1920 dan Werner Sombart 1883-1941;
pemikiran ekonomi kelembagaan justru berkembang di Amerika, walaupun salah
satu penulis kelembagaan terkemuka, yaitu John Kenneth Galbraith 1908-.... menolak untuk dikatakan sebagai “orang kelembagaan”. Walaupun beberapa
bentuk mekanisme kajian yang dilakukan mungkin juga menggunakan teknik yang dikembangkan oleh neo-klasik, perspektif ekonomi kelembagaan yang
dikembangkan para pemikir di atas menegaskan pentingnya beberapa hal yang tidak terdapat pada pendekatan neo-klasik Spechler, 1990.
Pertama, fokus kajian ekonomi kelembagaan ditujukan pada lembaga atau organisasi sebagai unit analisa. Dalam hal ini yang dimaksud kelembagaan adalah
pengaturan-pengaturan sosial tentang hubungan antar individu dan kelompok. Ekonomi kelembagaan menempatkan norma, peraturan, kesepakatan dan berbagai
bentuk serupa; yang kemudian tercermin dalam bentuk struktur hak property rights
dan hal-hal yang diakui bersama common denominator, sebagai faktor penentu dalam pengambilan keputusan ekonomi. Perbedaan unsur kelembagaan
tersebut akan membedakan kriteria pencapaian tujuan suatu kegiatan ekonomi. Hal berbeda dengan pendekatan neo-klasik yang umumnya memandang
rasionalitas dari pencapaian keuntungan maksimum dan kriteria hedonistik lainnya. Kedua, kegiatan ekonomi dipandang sebagai suatu proses evolusi yang
berkelanjutan menuju pencapaian tujuan tertentu bukan sekedar hanya mencari keseimbangan, dan tujuan tersebut bukan hanya keuntungan maksimum. Proses
evolusi dari lembaga ekonomi tersebut mirip dengan proses evolusi berdasarkan teori Darwin. Kondisi lembaga pada tahap berikut ditentukan oleh kemampuan
lembaga yang bersangkutan beradaptasi dengan perkembangan kondisi lingkungan. Ketiga, setiap lembaga dan aktivitas ekonomi dapat memiliki tujuan
yang berbeda atau memiliki beberapa tujuan. Dan keempat, ekonomi
kelembagaan menekankan pentingnya memperhatikan berbagai orientasi normatif sosial, politik, dan sebagainya yang dapat mempengaruhi tujuan atau perilaku
suatu kegiatan ekonomi. Salah satu pendekatan yang dikembangkan oleh pendekatan ekonomi
kelembagaan adalah bahwa kelembagaan memandang perilaku sebagai bagian dari rangkaian Struktur – Perilaku - Kinerja Structure – Conduct - Performance.
Struktur dianggap akan menentukan pola perilaku, dan pola perilaku akan mempengaruhi kinerja, serta pada akhirnya kinerja akan mempengaruhi kondisi
struktur kelembagaan ekonomi yang bersangkutan Cook, 1995; Schmid, 1987 dalam Krisnamurthi, 1998. Oleh sebab itu kajian terhadap perilaku usaha perlu
dimulai dengan memahami struktur kelembagaan atau dapat pula diartikan sebagai berbagai faktor yang dapat mempengaruhi perilaku; yang kemudian
dilanjutkan dengan mengidentifikasi pola perilaku lembaga serta berbagai penjelasan mengapa perilaku tersebut terbentuk; serta dilanjutkan dengan usaha
untuk memahami keterkaitan perilaku dengan keragaan yang ditimbulkannya. Dalam satu sistem yang berkelanjutan proses, kinerja pada gilirannya kemudian
akan mempengaruhi struktur kelembagaan karena unsur-unsur dari struktur berkembang sebagai akibat tingkat kinerja yang diperoleh. Jika seluruh proses
tersebut mengarah kepada tujuan yang telah disepakati oleh unsur-unsur dalam lembaga maka kegiatan yang dilakukan oleh lembaga dinilai menunjukkan
kemajuan. Dalam konteks struktur, terdapat satu aspek yang dinilai oleh para pemikir
ekonomi kelembagaan memiliki pengaruh yang besar, yaitu aspek hak rights atau property rights.
Perbedaan atau perubahan struktur hak-hak pelaku dalam setiap
kelembagaan merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap perilaku, dengan memperhatikan karakteristik interdepedensi dan karakteristik sumberdaya
Schmid, 1987 dalam Krisnamurthi, 1998.
2.7. Tinjauan Studi Terdahulu 2.7.1. Studi Mengenai Industri Pakan Ternak