Perilaku Industri Pakan Ternak
kandungan zat-zat makanan dalam ransum. Pada perusahaan pakan ternak dengan produk terdiferensiasi atau beragam, pangsa penggunaan bungkil kedele lebih
tinggi terutama untuk perusahaan yang juga menghasilkan pakan konsentrat sebagai pakan sumber protein.
Dari hasil estimasi di atas kiranya sesuai dengan kenyataan yang ada bahwa bungkil kedele dapat bersubstitusi dengan jagung. Bila komposisinya
dalam pakan bersamaan dengan jagung, maka penggunaan bungkil kedele berkisar 10-15 persen. Namun bila harga jagung mahal dan langka di pasaran,
kedelai dapat dicampur dengan gaplek atau ubi kayu dengan komposisi 22-28 persen kedelai dan 75-78 persen gaplek atau ubi kayu. Campuran ini perlu diolah
lebih lanjut, terutama kedelai, agar tidak beracun bagi unggas, karena biji kedelai mengandung racun yang dapat menekan produktivitas unggas.
Peningkatan persaingan akan mendorong perusahaan untuk menekan biaya produksi dan salah satu cara adalah mengurangi penggunaan input bahan baku
yang harganya relatif mahal dan susah didapat. Hal ini diduga menjadi penyebab peningkatan jumlah pesaing dalam industri akan menurunkan pangsa penggunaan
bungkil kedele dalam pakan. Seperti diketahui, di dalam negeri produksi kedelai sangat sedikit, sehingga untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, kita
mengimpor kedelai dalam jumlah besar, lebih dari dua juta ton per tahun. Penggunaan bungkil kedele signifikan lebih tinggi pada perusahaan yang berada
pada kawasan Jawa Barat dibanding Lampung dan ini akan mengindikasikan perbedaan dalam kualitas pakan yang dapat dilihat pada harga pakan masing-
masing perusahaan. Untuk wilayah Jawa Barat memang lebih mudah bagi perusahaan dengan mengimpor bungkil kedele dan biaya yang dikeluarkan juga
relatif kecil apabila mengimpor dalam jumlah besar. Hal ini dikarenakan wilayah Jawa Barat yang dekat pelabuhan masuknya barang impor di Jakarta.
Ketergantungan terhadap impor serta tersedianya berbagai bahan baku pakan sumber protein pengganti diduga menjadi penyebab penurunan signifikan pangsa
penggunaan bungkil kedele dalam pakan ternak dari tahun ke tahun. Sementara dalam jangka pendek, pangsa penggunaan bungkil kedele sangat respon terhadap
perubahan harga bungkil kedele dan jumlah pesaing. Hal yang sama terjadi pada bahan baku penyusun pakan utama lain
dimana peningkatan harga jagung akan menyebabkan penurunan signifikan pangsa penggunaan jagung. Sebaliknya pangsa penggunaan jagung akan
meningkat signifikan jika terjadi penurunan pangsa penggunaan bungkil kedele akibat kenaikan harga bungkil kedele dan penurunan pangsa penggunaan bahan
baku lainnya. Kebalikan dengan bungkil kedele, maka dengan semakin terdiferensiasi atau bervariasi output perusahaan maka penggunaan jagung akan
semakin kecil. Sementara itu, peningkatan pangsa penggunaan jagung dapat menurunkan biaya produksi sehingga untuk meningkatkan daya saing maka
perusahaan akan meningkatkan penggunaan jagung. Hal ini diduga menjadi penyebab meningkatnya jumlah pesaing akan mendorong peningkatan
penggunaan jagung sebagai bahan baku penyusun ransum. Penggunaan jagung signifikan lebih tinggi pada perusahaan pakan di kawasan Lampung dibanding
Jawa Barat. Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa di Lampung, produksi jagung cukup besar dan Lampung termasuk daerah sentra produksi jagung di
Indonesia. Penurunan signifikan pangsa penggunaan bungkil kedele akan diikuti dengan peningkatan signfikan pangsa penggunaan jagung dari tahun ke tahun.
Pangsa penggunaan jagung ternyata juga sangat respon terhadap perubahan jumlah pesaing. Namun kurang respon terhadap perubahan harganya
sendiri. Hal ini mengindikasikan tingkat persaingan industri pakan di dalam mendapatkan bahan baku pakan.
Apabila dilihat dari komposisi ransum ayam, baik untuk broiler maupun petelur, maka kandungan jagung yang terdapat didalamnya rata-rata mencapai 41
persen dari total ransum. Hal ini jelas dikarenakan pakan ayam membutuhkan sumber energi yang diperoleh dari jagung. Memang sumber energi bisa diperoleh
dari bahan lain seperti sorgum, singkong maupun minyak. Akan tetapi dengan keterbatasan jumlah, harga dan nilai gizi, maka jagung masih merupakan bahan
baku utama untuk membuat ransum ayam. Dari data statistik yang ada menunjukkan bahwa produksi jagung akan
meningkat pada tahun-tahun mendatang seiring dengan konsumsinya. Hal ini didasarkan atas perkembangan industri pakan yang terus meningkat di masa
mendatang dan juga terjadinya peningkatan produksi jagung. Peningkatan produksi dapat terjadi apabila usaha ekstensifikasi dan intensifikasi tanaman
jagung juga ditingkatkan. Penanaman jagung hibrida yang mempunyai produksi yang lebih tinggi masih bisa ditingkatkan. Saat ini diperkirakan penanaman
jagung hibrida masih kurang dari 30 persen dari total penanaman jagung. Kondisi ini masih jauh tertinggal dibanding Thailand, bahkan China. Rendahnya
penanaman jagung hibrida di Indonesia bisa ditunjukkan dari rataan produktivitas jagung yang masih di bawah 3 ton per hektar.
Selain itu produksi jagung saat ini diperoleh dari luas areal tanaman sebesar 3.5 juta ton Statistik pertanian, 2005. Apabila dilihat dari data lima
tahun terakhir ini, luas areal penanaman jagung tidak banyak berubah. Apabila menginginkan peningkatan produksi jagung dalam negeri maka perluasan areal
tanaman jagung perlu ditingkatkan. Lahan tidak berfungsi di Indonesia masih luas dan ini bisa dimanfaatkan untuk perkebunan jagung.
Perilaku produksi seperti di atas akan berpengaruh terhadap alokasi sumber daya finansial terutama berkaitan dengan biaya produksi seperti pada
Tabel 11. Peningkatan harga dan volume penggunaan jagung akan meningkatkan secara signifikan pangsa biaya jagung tetapi sebaliknya jika pangsa biaya lainnya
dan penggunaan bungkil kedele meningkat maka pangsa biaya bahan jagung akan mengalami penurunan signifikan. Pangsa biaya jagung akan meningkat signifikan
apabila pangsa penggunaan jagung lokal meningkat. Peningkatan jumlah perusahaan pakan mendorong peningkatan permintaan terhadap input sehingga
harga-harga input akan naik, sehingga pangsa biaya input mengalami peningkatan. Selanjutnya perusahaan akan mengurangi penggunaan input jagung
di dalam produksi apabila harganya naik sehingga pangsa biaya jagung ikut turun. Sejalan dengan penggunaan jagung yang relatif kecil apabila produk
terdiferensiasi, maka pangsa biaya jagung juga mengalami penurunan signifikan apabila produk terdiferensiasi. Dikarenakan penggunaan jagung lebih tinggi di
kawasan Lampung maka pangsa biaya jagung juga lebih besar dibandingkan Jawa Barat. Meningkatnya penggunaan jagung akibat meningkatnya produksi jagung
dalam negeri menyebabkan pangsa biaya jagung dari tahun ke tahun mengalami peningkatan signifikan.
Hal yang sama terjadi pada pangsa biaya bahan baku bungkil kedele dimana terjadi peningkatan signifikan akibat kenaikan volume penggunaan
bungkil kedele. Penurunan signifikan pangsa biaya bahan baku bungkil kedele terjadi jika harga dan penggunaan bahan baku lainnya seperti jagung mengalami
peningkatan. Faktor lain yang menyebabkan penurunan pangsa biaya bahan baku bungkil kedele adalah dengan meningkatnya biaya lain-lain seperti biaya iklan
dan promosi. Meningkatnya jumlah perusahaan pakan akan meningkatkan persaingan industri di dalam mendapatkan bahan baku sehingga menurunkan
pangsa biaya bungkil kedele, akibat turunnya penggunaan bungkil kedele di dalam ransum. Sementara bila produksi perusahaan naik, maka pangsa biaya
bungkil kedele juga ikut naik. Berbeda dengan perusahaan besar yang mampu mengimpor bungkil kedele dalam jumlah besar sehingga menghemat biaya,
kesulitan dalam memperoleh bahan baku bungkil kedele ini terindikasi juga dengan semakin kecil skala perusahaan maka semakin besar pangsa biaya bahan
baku bungkil kedele. Hubungan yang erat antara penggunaan jagung dan bungkil kedele sebagai bahan baku penyusun ransum menyebabkan kenaikan pangsa
biaya bahan baku jagung dari tahun ke tahun mendorong penurunan biaya bahan baku bungkil kedele dari tahun ke tahun.
Biaya lain yang cukup signifikan mempengaruhi perilaku perusahaan pakan ternak adalah biaya tenaga kerja. Pangsa biaya tenaga kerja akan meningkat
signifikan dengan menurunnya struktur tenaga kerja yang artinya perusahaan dengan porsi tenaga kerja non produksi yang lebih besar akan mengeluarkan biaya
lebih besar dibandingkan perusahaan dengan porsi tenaga kerja produksi yang lebih besar. Pangsa biaya jagung yang meningkat akibat meningkatnya
penggunaan jagung, juga signifikan meningkatkan pangsa biaya tenaga kerja. Selanjutnya pangsa biaya tenaga kerja akan meningkat signifikan apabila produksi
pakan perusahaan turun. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan tenaga kerja dalam perusahaan masih belum optimal dalam kapasitas sebenarnya untuk
berproduksi. Diferensiasi produk akan membutuhkan tenaga kerja produksi yang lebih besar sehingga apabila diferensiasi produk meningkat maka pangsa biaya
tenaga kerja juga akan meningkat. Pangsa biaya tenaga kerja signifikan lebih tinggi pada perusahaan pakan di kawasan Jawa Barat dibanding Lampung.
Bila dilihat dari nilai elastisitas, baik pangsa biaya bahan baku jagung, bungkil kedele maupun pangsa biaya tenaga kerja sangat respon terhadap
perubahan jumlah perusahaan pakan.