Faktor-faktor yang Mempengaruhi Derajat Penerapan Teknologi Padi

Tabel 38. Hasil Output SPSS Uji Mann Whitney Derajat Penerapan Teknologi Padi Sehat di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Derajat Penerapan Teknologi Padi Sehat Mann-Whitney U 141.500 Wilcoxon W 606.500 Z -4.083 Asymp. Sig. 2-tailed .000 Perbedaan yang signifikan ini dikarenakan motivasi petani mitra dan petani non mitra dalam mengusahakan padi sehat berbeda. Petani non mitra melakukan penerapan teknologi padi sehat sebagian besar alasannya karena mengikuti SL Sekolah Lapang Padi Sehat, sehingga masih dalam tahap belajar dan hanya coba-coba saja. Sedangkan sebagian besar alasan petani mitra mengusahakan padi sehat karena ingin mendapatkan harga jual gabah yang lebih tinggi dibandingkan harga gabah konvensional. Untuk mendapatkan harga gabah yang lebih tinggi ini tentu petani mitra harus melakukan standar penerapan teknlogi dengan baik agar kualitas dan kuantitas gabah padi sehat yang dihasilkan optimal.

7.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Derajat Penerapan Teknologi Padi

Sehat Berdasarkan hasil literatur dan penelitian terdahulu, serta dari pengamatan di lapang, diduga ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi derajat penerapan teknologi padi sehat selain kemitraan, antara lain: umur petani, pengalaman mengusahakan padi sehat, status kepemilikan lahan, pendidikan, pekerjaan utama, luas lahan yang dikuasai, pendapatan non usahatani, pendapatan usahatani non padi sehat, dan jumlah tanggungan keluarga. Untuk melihat adanya pengaruh kemitraan dan faktor-faktor tersebut terhadap penerapan teknologi maka digunakan analisis regresi linier berganda. Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan analisis regresi berganda, faktor jumlah tanggungan keluarga terdapat multikolinier sehingga harus dikeluarkan dalam model. Setelah faktor jumlah tanggungan keluarga dikeluarkan dari model, maka syarat ekonometrika pada model ini terpenuhi, karena berdasarkan nilai VIF Variance Inflation Factor dari hasil output regresi berada disekitar angka satu. Artinya, model tidak terdapat multikolinieritas yaitu antar variabel independen tidak berkorelasi. Model ini juga telah memenuhi asumsi normalitas, homoskedastisitas, dan tidak ada autokorelasi. Hasil output analisis regresi berganda ini secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 8. Hasil perhitungan analisis regresi linier berganda menghasilkan nilai R- square sebesar 54 persen. Hal ini berarti 54 persen variasi nilai derajat penerapan teknologi padi sehat dapat dijelaskan bersama-sama oleh faktor-faktor tersebut kemitraan, umur petani, pengalaman mengusahakan padi sehat, status kepemilikan lahan, pendidikan, pekerjaan utama, luas lahan yang dikuasai, pendapatan non usahatani, dan pendapatan usahatani non padi sehat, sisanya 46 persen dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar model. Nilai R-square yang kecil dikarenakan ada faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model seperti faktor budaya, risiko, dan ketidakpastian. Nilai uji-F atau F hitung terhadap model sebesar 6,009 dengan probabilitas sig. 0,000. Artinya, semua variabel penduga berpengaruh nyata terhadap penilaian penerapan teknologi padi sehat, karena probabilitas sig. lebih kecil dari 0,05. Uji-t dilakukan pada masing-masing variabel bebas yang diduga berpengaruh terhadap derajat penerapan teknologi padi sehat. Hasil perhitungan uji-t pada analisis regresi berganda dengan menggunakan SPSS ini dapat dilihat pada Tabel 39. Tabel 39. Hasil Perhitungan Uji-t Faktor-faktor yang Mempengaruhi Derajat Penerapan Teknologi Padi Sehat di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF Constant 56.335 8.059 6.991 .000 Kemitraan 9.123 2.610 .411 3.495 .001 .723 1.382 Umur -.014 .137 -.012 -.100 .921 .693 1.443 Pengalaman 1.032 .302 .414 3.421 .001 .683 1.463 Status kepemilikan lahan -.312 2.369 -.014 -.132 .896 .903 1.108 Pendidikan -.914 3.691 -.033 -.248 .806 .570 1.754 Pekerjaan Utama -2.904 4.202 -.081 -.691 .493 .726 1.378 Luas Lahan .739 1.660 .054 .445 .658 .684 1.462 Pendapatan Non Usatani -3.094E- 007 .000 -.060 -.508 .614 .724 1.381 Pendapatan Usahatani non padi sehat 9.706E- 007 .000 .161 1.354 .182 .708 1.412 Berdasarkan hasil perhitungan uji-t pada Tabel 39 diatas, gambaran pengaruh variabel-variabel bebas terhadap derajat penerapan teknologi padi sehat, diuraikan sebagai berikut:

1. Kemitraan

Kemitraan berpengaruh nyata terhadap derajat penerapan teknologi padi seha t karena perhitungan sig. ≤ 0,05. Kemitraan berpengaruh signifikan pada nilai penerapan teknologi padi sehat dengan nilai elastisitas 0,411. Hal ini berarti ketika kemitraan meningkat 100 persen maka nilai penerapan teknologi padi sehat akan bertambah 41,1 persen. Hal ini dikarenakan petani yang ingin menjual gabah padi sehatnya ke Gapoktan Mekar Tani yang selanjutnya akan dijual ke perusahaan mitra harus memenuhi standar penerapan teknologi yang baik. Petani tidak boleh menggunakan bahan kimia dalam budidaya padi sehat, pupuk maupun pestisida kimia. Walaupun dalam standar penerapan teknologi budidaya padi sehat penggunaan pupuk kimia yang diperbolehkan maksimal 100 kgha, namun petani yang menggunakan bahan kimia dalam budidaya padi sehat tidak boleh menjual hasil panennya ke perusahaan mitra. Kemitraan mendorong petani untuk menerapkan teknologi padi sehat dengan baik agar mendapatkan hasil yang optimal, secara kualitas dan kuantitas sehingga harga yang didapatkan semakin tinggi.

2. Umur Petani

Umur petani berpengaruh negatif terhadap penerapan teknologi, hal ini sesuai dengan dugaan. Dimana semakin tua umur petani maka derajat penerapan teknologinya akan semakin kecil. Hal ini dikarenakan petani dengan umur yang lebih tua mempunyai pemikiran yang lebih tertutup mengenai penerapan teknologi baru. Namun pengaruh umur petani tidak signifikan, karena nilai elastisitasnya hanya -0,012. Bila umur petani meningkat 100 persen, maka derajat penerapan teknologi hanya menurun 1,2 persen. Hal ini berarti petani dengan umur berapapun dapat menerapkan teknologi padi sehat yang baik.

3. Pengalaman Mengusahakan Padi Sehat

Pengalaman mengusahakan padi sehat berpengaruh signifikan pada derajat penerapan teknologi dengan nilai elastisitas sebesar 0,414. Hal ini berarti setiap penambahan pengalaman mengusahakan padi sehat meningkat sebesar 100 persen maka nilai penerapan teknologi padi sehat akan bertambah 41,4 persen. Hasil wawancara juga menunjukkan petani yang mempunyai pengalaman yang banyak, sudah sangat paham cara budidaya padi sehat sesuai standar prosedur operasional. Bahkan beberapa petani yang telah berpengalaman budidaya padi sehat telah menjadi penyuluh swadaya yang dibayar saat penyuluhan dan pelatihan.

4. Status Kepemilikan Lahan

Status kepemilikan lahan yang diduga berpengaruh positif dalam penerapan teknologi padi sehat, yaitu bila statusnya milik maka derajat penerapan teknologi akan semakin tinggi dan bila bukan milik maka akan sebaliknya. Hal ini diduga karena petani yang status kepemilikkannya bukan milik biasanya akan menggunakan sistem paroan atau lainnya untuk membagi hasil produksi dengan pemilik lahan. Bila hasil produksinya menurun karena baru menerapkan teknologi ini maka menurun juga penghasilan mereka, sehingga keinginan untuk menerapkan teknologi padi sehat semakin rendah. Setelah dilakukan uji-t, ternyata status kepemilikan lahan berpengaruh negatif. Namun pengaruhnya tidak signifikan dengan nilai elatisitas – 0,014. Berarti, bila status lahan milik meningkat 100 persen maka derajat penerapan teknologi akan berkurang 1,4 persen. Hal ini berarti, petani dengan status kepemilikan lahan apapun dapat menerapkan teknologi padi sehat dengan baik. Petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes walaupun status kepemilikan lahannya bukan milik, namun mereka cukup berantusias untuk menerapkan teknologi padi sehat dengan benar. Status kepemilikan lahan tidak menjadi masalah untuk menerapkan teknologi padi sehat. Hal ini kemungkinan terjadi karena petani mempunyai lahan lain yang digunakan untuk menanam komoditi lainnya atau luas lahan yang digunakan untuk menanam padi sehat sedikit sehingga bila terjadi penurunan produksi maka kerugiannya tidak terlalu besar.

5. Pendidikan

Pendidikan yang diduga berpengaruh positif karena petani yang mempunyai pendidikan yang semakin tinggi maka akan semakin terbuka pemikirannya untuk menerapkan teknologi padi sehat yang lebih ramah lingkungan dan baik bagi kesehatan. Ternyata setelah dilakukan uji-t, berpengaruh negatif, namun tidak signifikan dengan nilai elastisitas sebesar – 0,033. Bila pendidikan meningkat 100 persen maka derajat penerapan teknologi akan berkurang 3,3 persen. Hal ini berarti, petani dengan tingkat pendidikan apapun dapat menerapkan teknologi padi sehat dengan baik. Hasil wawancara menunjukkan petani responden yang memiliki tingkat pendidikan lebih besar atau sama dengan SMA ≥ SMA penerapan teknologi padi sehat lebih banyak yang berada diatas rata-rata dibandingkan petani dengan pendidikan dibawah SMA SMA. Sebanyak 11 orang petani dengan pendidikan ≥SMA, sembilan orang diantaranya 63,63 persen nilai derajat penerapan teknologi padi sehatnya lebih besar dari rata-rata. Sedangkan petani responden yang pendidikannya kurang dari SMA sebanyak 45 orang, 17 orang diantaranya 37,77 persen nilai derajat penerapan teknologi padi sehatnya lebih besar dari rata-rata.

6. Pekerjaan Utama

Pekerjaan utama yang diduga berpengaruh positif terhadap penerapan teknologi. Hal ini dikarenakan pekerjaan utama sebagai petani akan mempunyai waktu yang lebih banyak untuk menerapkan teknologi padi sehat dengan baik dibandingkan yang pekerjaan utama lainnya. Pekerjaan utamanya yang bukan petani hanya ke sawah bila ada waktu luang dan penerapannya pun tidak langsung dilakukan sendiri. Ternyata setelah dilakukan uji-t pekerjaan utama berpengaruh negatif, namun tidak signifikan dengan nilai elastisitas sebesar – 0,081. Bila pekerjaan utama sebagai petani meningkat 100 persen maka derajat penerapan teknologi akan berkurang 8,1 persen. Hal ini berarti, pekerjaan utama apapun yang dilakukan, walau bukan petani, dapat menerapkan teknologi padi sehat dengan baik. Tidak berpengaruh signifikan pekerjaan utama terhadap penerana teknologi sesuai dengan hasil wawancara. Petani responden yang pekerjaan utamanya adalah petani sebanyak 50 orang, 24 orang diantaranya 48 persen nilai derajat penerapan teknologinya lebih besar dari rata-rata. Sedangkan petani responden yang pekerjaan utamanya bukan petani ada sebanyak enam orang, tiga orang 50 persen diantaranya nilai derajat penerapan teknologinya lebih besar dari rata-rata. Perbedaan persentase yang tidak terlalu besar ini berarti memang pekerjaan utama tidak berpengaruh terhadap penerapan teknologi padi sehat. Hal ini dikarenakan petani non mitra dapat meminta bantuan orang lain pekerja yang sudah paham menerapkan teknologi padi sehat dengan baik tanpa harus turun ke sawah setiap hari.

7. Luas Lahan

Luas lahan yang dimaksud adalah seluruh luas lahan yang dikuasai petani, baik sawah maupun bukan. Luas lahan berpengaruh positif terhadap penerapan teknologi padi sehat. Hal ini kemungkinan dikarenakan petani mempunyai lahan lainnya yang dapat digunakan untuk membudidayakan komoditi lain. Petani yang melakukan penerapan teknologi padi sehat walaupun memiliki peluang rugi terjadi penurunan produksi pada awal budidaya, tetap mempunyai penghasilan dari hasil produksi lahan yang lainnya. Dengan semakin luas lahan yang dikuasai, petani juga dapat meningkatkan teknologi padi sehat dengan meningkatkan luas sawah yang ditanami padi sehat. Hal ini sesuai dengan dugaan, namun tidak signifikan dengan nilai elatisitas sebesar 0,054. Bila luas lahan meningkat 100 persen maka derajat penerapan teknologi hanya akan meningkat 5,4 persen. Hal ini berarti, petani dengan luas lahan berapapun dapat menerapkan teknologi padi sehat dengan baik.

8. Pendapatan Non Usahatani

Pendapatan non usahatani diduga berpengaruh positif terhadap penerapan teknologi. Bila terjadi penurunan produksi merugi karena baru menerapkan teknologi padi sehat maka petani masih mempunyai pendapatan non usahatani. Ternyata setelah dilakukan uji-t, pendapatan non usahatani berpengaruh negatif terhadap penerapan teknologi, namun tidak signifikan, dengan nilai elastisitas sebesar –0,06. Bila pendapatan non usahatani meningkat 100 persen, maka derajat penerapan teknologi akan berkurang sebesar 0,6 persen. Hal ini berarti, untuk menerapkan teknologi padi sehat dengan baik tidak perlu mempunyai pendapatan non usahatani yang tinggi. Tidak berpengaruh signifikan pendapatan non usahatani terhadap penerapan teknologi sesuai dengan hasil wawancara. Petani responden yang tidak mempunyai pendapatan non usahatani dan pendapatan non usahataninya kurang dari sama dengan Rp 1 juta sebanyak 23 orang, 11 diantaranya 47,83 persen, nilai derajat penerapan teknologinya lebih besar dari rata-rata. Sedangkan petani responden yang pendapatan non usahataninya lebih besar dari Rp 1 juta sebanyak 33 orang, 16 orang diantaranya 48,48 persen nilai derajat penerapan teknologinya lebih besar dari rata-rata. Persentase yang tidak berbeda ini menujukkan bahwa pendapatan non usahatani memang tidak berpengaruh terhadap penerapan teknologi. Pendapatan non usahatani yang dihitung merupakan pendapatan anggota keluarga yang lain. Berarti petani dalam menerapkan teknologi padi sehat, tidak mempertimbangkan pendapatan non usahatani yang dimilikinya sendiri maupun anggota keluarga yang lain.

9. Pendapatan Usahatani Non Padi Sehat

Pendapatan non usahatani berpengaruh positif terhadap penerapan teknologi, karena bila terjadi terjadi penurunan produksi karena baru menerapkan teknologi padi sehat maka masih mempunyai pendapatan usahatani non padi sehat. Pendapatan usahatani non padi sehat yang berpengaruh positif, berbeda dengan pendapatan non usahatani padi sehat yang berpengaruh negatif, karena sebagian besar petani responden mempunyai pekerjaan sampingan yang berhubungan dengan pertanian secara luas. Hal ini sesuai dengan dugaan, namun tidak signifikan, dengan nilai elastisitas sebesar 0,161. Bila pendapatan usahatani non padi sehat meningkat sebesar 100 persen, maka derajat penerapan terknologi padi sehat akan meningkat 16,1 persen. Berarti, untuk menerapkan teknologi padi sehat dengan baik tidak perlu mempunyai pendapatan non padi sehat yang tinggi. Tidak berpengaruh signifikan pendapatan usahatani non padi sehat terhadap penerapan teknologi padi sehat berbeda dengan hasil wawancara. Petani responden yang mempunyai pendapatan usahatani non padi sehat kurang dari sama dengan Rp 1 juta atau yang tidak mempunyai pendapatan usahatani non padi sehat sebanyak 39 orang, 16 orang diantaranya 41,03 persen, nilai derajat penerapan teknologinya lebih besar dari rata-rata. Sedangkan petani responden yang mempunyai pendapatan usahatani non padi sehat lebih dari Rp 1 juta sebanyak 17 orang, 11 orang diantaranya 64,70 persen nilai derajat penerapan teknologinya lebih besar dari rata-rata. Berarti petani responden dalam menerapkan teknologi padi sehat terlebih dahulu mempertimbangkan pendapatan usahatani non padi sehat yang dimilikinya karena sebagian besar petani responden menggantungkan hidupnya dari usahatani petani. VIII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT 8.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani responden sebesar 6,2 tonha. Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani mitra sebesar 6,6 tonha. Jumlah ini lebih besar dibandingkan petani non mitra yang sebesar 5,8 tonha. Hal ini dikarenakan luas sawah padi sehat petani non mitra lebih sempit dibandingkan petani mitra sehingga produktivitasnya lebih rendah. Rata-rata luas sawah yang ditanam padi sehat petani mitra sebesar 0,4 ha, sedangkan petani non mitra sebesar 0,3 ha. Lebih sedikitnya luas sawah yang ditanam padi sehat oleh petani non mitra karena mereka mengusahakan padi sehat hanya untuk percobaan atau hanya untuk memenuhi pangan sehat bagi keluarga, padahal luas sawah yang dikuasainya hampir sama sekitar 0,5 ha. Hal ini juga dikarenakan rata-rata luas lahan yang dikuasai sawah maupun bukan petani mitra 0,67 ha lebih besar dibandingkan petani non mitra 0,54 ha sehingga petani mitra lebih berani menerapkan padi sehat lebih luas pada sawahnya dibandingkan petani non mitra. Hasil produksi padi sehat tidak semua dijual oleh petani responden. Jumlah produksi rata-rata yang dijual oleh petani mitra sebesar 5,1 tonha 77,47 persen lebih banyak dibandingkan petani non mitra yang sebesar 3,4 tonha 58,34. Harga jual rata-rata gabah padi sehat yang diterima petani mitra sebesar Rp 3.544,23 per kg, sedangkan petani non mitra sebesar Rp 3.006,67 per kg, sehingga rata-rata penerimaan tunai petani mitra lebih besar 45,17 persen dari petani non mitra. Lebih banyaknya petani mitra yang menjual hasil produksinya, menunjukkan petani non mitra lebih banyak menyimpan hasil produksinya untuk konsumsi dan untuk benih. Hal ini terbukti dari rata-rata penerimaan diperhitungkan petani mitra lebih rendah 28,78 persen dari petani non mitra. Petani non mitra lebih banyak yang menyimpan hasil produksinya untuk konsumsi karena luas sawah yang mereka kuasai lebih sempit dibandingkan petani mitra sehingga mereka lebih memilih menyimpan hasil produksi untuk konsumsi dibandingkan menjualnya. Walaupun rata-rata luas sawah yang dikuasai petani mitra dan non mitra tidak berbeda sekitar 0,5 ha, namun sebaran luas sawah petani non mitra 66,67 persen berada dibawah 0,41 ha. Petani non mitra juga sebagian besar tidak mempunyai pekerjaan sampingan. Walaupun mempunyai pekerjaan sampingan, pendapatan non usahatani dan pendapatan usahatani non padi sehat paling banyak berada dikisaran kurang dari Rp 1 juta per bulan. Sehingga petani non mitra menjadikan usahatani padi sehat tempat memenuhi pangan keluarga. Karena menurut mereka harga beras di pasar sekarang mahal dan kualitasnya kurang bagus sehingga mereka lebih memilih menyimpan hasil produksinya untuk memenuhi konsumsi rumah tangga mereka selama satu musim kedepan. Rata-rata hasil produksi yang disimpan untuk konsumsi oleh petani non mitra sebesar 2,4 tonha 41,40 persen, sedangkan petani mitra sebesar 1,5 tonha 22,52 persen. Total penerimaan usahatani padi sehat yang diperoleh petani mitra lebih besar 26,38 persen dari petani non mitra. Rata-rata penerimaan usahatani padi sehat yang diterima petani responden per ha dapat dilihat pada Tabel 40. Tabel 40. Rata-rata Penerimaan Usahatani Padi Sehat per hektar di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Sistem Penerimaan Petani Mitra Rpha Persentase Petani Non Mitra Rpha Persentase Penerimaan Tunai 18.375.571,51 78,10 10.074.424,80 58,20 Penerimaan Diperhitungkan Konsumsi 5.150.851,56 21,89 7.210.070,55 41,65 Benih 2.692,31 0,01 25.858,59 0,15 TOTAL PENERIMAAN 23.529.115,38 100 17.310.353,94 100,00 Penerimaan tunai dan total penerimaan usahatani padi sehat antara petani mitra dengan non mitra berbeda nyata karena berdasarkan uji Mann Whitney, nilai Asymp. Sig . 2 ≤ 0,05. Sedangkan penerimaan diperhitungkan antara petani mitra dan non mitra tidak berbeda nyata. Penerimaan tunai yang berbeda nyata signifikan antara petani mitra dan non mitra menunjukkan bahwa dengan adanya kemitraan petani mitra dapat dengan mudah mengakses pasar gabah padi sehat yang masih jarang di Kecamatan Kebon Pedes mempermudah pemasaran. Sedangkan petani non mitra dalam mengusahakan padi sehat sebagian besar belum berorientasi pasar, namun hanya untuk percobaan dan memenuhi pangan sehat bagi keluarga. Hasil perhitungan dengan menggunakan Uji Mann Whitney ini dapat dilihat pada Tabel 41. Tabel 41. Hasil Output SPSS Uji Mann Whitney Penerimaan Usahatani Padi Sehat di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Penerimaan Tunai Penerimaan Diperhitungkan Total Penerimaan Mann-Whitney U 177.500 383.500 214.500 Wilcoxon W 642.500 734.500 679.500 Z -3.492 -.107 -2.884 Asymp. Sig. 2- tailed .000 .915 .004

8.2. Biaya Usahatani Padi Sehat