maka penerimaan dari kompos adalah sebesar Rp 8 617.87 ribu. Kondisi ini menunjukkan bahwa potensi ekonomi limbah ternak ini sangat besar, sehingga
jika diusahakan oleh petani akan menjadi salah satu sumber penghasilan bagi petani. Final product dari model integrasi padi-ternak yang memiliki nilai
ekonomi adalah beras dan daging
7.3.2. Nilai Ekonomi Model Integrasi Kakao-Ternak
Model integrasi tanaman kakao dengan ternak dilaksanakan dengan derajat pemberian Kulit Buah Kakao KBK sebanyak 30 persen dari kebutuhan hijauan
dan 70 persen berasal dari rumput alam untuk model pertama dan komposisi 50 persen KBK, 50 persen rumput alam untuk model kedua. Hasil yang diperoleh
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 6. Secara ekonomi, maka model integrasi kakao-ternak yang dapat
memaksimalkan pendapatan adalah pemeliharaan ternak dengan pemberian pakan 30 persen KBK dan 70 persen rumput alam. Biaya pakan untuk model integrasi
kakao-ternak sebesar Rp 1 509.27 ribu, yang terdiri dari biaya pembelian rumput Rp 556.92 ribu, dedak Rp 949.98 ribu dan kulit buah kakao Rp 2.37 ribu.
Rendahnya biaya KBK disebabkan pemberian KBK kepada ternak dalam bentuk segar dan hanya dilakukan pencacahan.
Kelebihan pakan KBK yang dijual sebanyak 372.07 kg, sebagian besar berasal dari hasil panen raya pada bulan April sebanyak 202.92 kg dan bulan Mei
sebanyak 158.54 kg dapat dilihat pada lampiran hasil. Untuk mengatasi kelebihan KBK pada bulan tertentu dapat diatasi dengan melakukan fermentasi
KBK, sehingga kelebihan pakan pada saat panen raya kakao dapat disimpan untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak pada bulan-bulan lainnya.
Ket : final product intermediate product Gambar 6. Bagan Alur Produksi Hasil Solusi Optimal Model Integrasi
Kakao-Ternak Jumlah ternak yang dapat dipelihara pada model integrasi kakao-ternak ini
adalah sebanyak 18.3 ekor kambing atau setara dengan 2.1 ST. Kompos yang dihasilkan oleh ternak setelah digunakan pada areal pertanian masih bersisa dan
dapat dijual sebanyak 1 905.32 kgtahun dan memberikan penghasilan sebesar Rp 2 286.38. Final product dari integrasi kakao-ternak yang memberikan hasil
secara ekonomi adalah paroduk daging, kompos dan kulit buah kakao.
7.3.3. Analisis Pendapatan Usahatani Model Integrasi Tanaman-Ternak
Berdasarkan pola usahatani hasil pemecahan optimal, diperoleh pendapatan bersih usahatani sebagaimana terlihat pada Tabel 22. Pendapatan
tertinggi diperoleh pada model integrasi padi-ternak, sementara untuk model
Input Terna
Input Jual KBK
372.07 kg Kompos
Jual Kompos 1 905.32kg
Rumput 3
Outpu
Daging Prose
Proses Kulit
Buah Pupuk
Input Kakao
Output
Beli Dedak
1 Dijual
309.5 kg
KBK 1.18 ha
Dijual 531.85 Lahan
Tenaga Kerja
Biji Kakao Kering
integrasi kakao-ternak justru lebih rendah dari pola tanpa integrasi. Hal ini disebabkan produksi kakao yang sangat rendah yaitu 449 kghektartahun atau
sekitar 40 persen dari produksi normal yang seharusnya dapat dicapai. Jika dibandingkan dengan pendapatan model tanpa integrasi, maka pendapatan padi-
ternak lebih tinggi 20.94 persen, sedangkan pendapatan model kakao-ternak lebih rendah 15.20 persen.
Tabel 22. Pendapatan Berdasarkan Model Integrasi Tanaman-Ternak dan Tanpa Integrasi
Rp 000Thn
Model Integrasi Uraian
Padi-Ternak Kakao-Ternak Tanpa Integrasi
Penerimaan Jual Padi
17 288.72 12 643.72
12 643.72 Jual Kedelai
0.00 7 161.00
7 161.00 Jual Kakao
0.00 8 275.55
0.00 Jual Kelapa
15 956.92 1 417.52
15 956.92 Jual Sapi
0.00 4 393.75
Jual Kambing 7 615.71
5 571.19 0.00 Jual Jerami
1.50 0.00
0.00 Jual Kulit Buah Kakao
0.00 334.86
0.00 Jual Kompos
8 617.88 2 286.38
0.00 Jumlah
49 480.72 37 690.22
40 155.38 Pengeluaran
Padi 4 039.23
2 984.38 2 984.38
Kedelai 0.00
1 390.43 1 390.43
Kakao 0.00
2 126.38 0.00
Kelapa 2 365.17
210.11 2 365.17
Sapi 0.00
0.00 98.77
Kambing 384.34
281.16 0.00
Beli Jerami 346.04
0.00 0.00
Beli Kulit Buah Kakao 0.00
2.37 0.00
Beli Dedak 1 316.53
949.98 0.00
Biaya Tenaga Kerja 2 853.34
2 754.48 1 769.40
Biaya Bunga 701.15
715.30 561.54
Jumlah 12 005.81
11 414.58 9 169.68
Pendapatan 37 474.92
26 275.64 30 985.70
Pendapatan pada model integrasi padi-ternak lebih tinggi dibandingkan dengan model tanpa integrasi dan model kakao-ternak, disebabkan pemeliharaan
ternak pada model ini lebih banyak yaitu 2.9 ST, serta adanya tambahan penerimaan yang cukup besar dari hasil penjualan kompos. Selain itu penerimaan
dari aktivitas produksi kelapa juga cukup besar, sementara pada model kakao- ternak karena adanya tujuan subyektif untuk memanfaatkan kulit buah kakao
sebagai pakan, menyebabkan aktivitas produksi pada lahan kebun yang terpilih pada pemecahan optimal adalah tanaman kakao yang produktivitasnya jauh lebih
rendah dari tanaman kelapa. Hal ini pulalah yang menyebabkan pendapatan model integrasi kakao-ternak lebih rendah dari pola padi-ternak, bahkan pada pola tanpa
integrasi. Jika ditinjau dari produktivitas tenaga kerja terhadap pendapatan yang
dapat diperoleh untuk setiap HOK, maka tenaga kerja yang dicurahkan pada model integrasi padi-ternak paling produktif dibandingkan pola lainnya, dimana
setiap satu HOK mampu memberikan pendapatan sebesar Rp 76.89 ribu. Untuk model kakao-ternak, produktivitas tenaga kerjanya paling rendah yaitu Rp 45.11
ribuHOK, sedangkan untuk model tanpa integrasi produktivitas tenaga kerjanya adalah Rp 83.09 ribuHOK.
7.4. Analisis Sensitivitas