Konsep Pemecahan Masalah dengan Program Linier

Z 1a Z 1c . Dengan adanya jual beli produk antara ini akan merangsang petani untuk meningkatkan output dibanding bila petani hanya menggunakan produk sendiri.

3.3. Konsep Pemecahan Masalah dengan Program Linier

Pemecahan masalah maksimisasi dapat dilakukan dengan program non linier maupun dengan program linier. Menurut Debertin 1986, masalah maksimisasi dengan kendala menggunakan fungsi lagrang merupakan salah satu contoh dari masalah program non linier. Pada kasus ini, salah satu dari fungsi tujuan atau kendala bersifat non linier, atau dapat pula keduanya bersifat non linier. Sedangkan pada program linier, untuk masalah maksimisasi atau minimisasi baik fungsi tujuan maupun kendalanya merupakan fungsi linier. Tujuan mengoptimalkan alokasi sumberdaya disamping maksimisasi keuntungan atau minimisasi biaya, juga tercapainya penggunaan sumberdaya atau faktor produksi secara optimal, yang berarti tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien. Dengan demikian terdapat hubungan yang erat antara fungsi produksi dengan program linier. Menurut Debertin 1986, program linier merupakan fungsi linier, tetapi mempunyai tipe yang sangat khusus. Fungsi produksi yang mendasari model program linier biasa disebut fixed-proportion production function. Pada model ini antar input tidak dapat saling mensubstitusi satu sama lain dan bersifat constant return to scale, sedangkan pada fungsi produksi linier input dapat saling mensubstitusi. Secara grafis, hubungan antar input pada program linier dapat dijelaskan melalui kurva isokuan sebagaimana ditampilkan Gambar 3. Gambar 3 menunjukkan kurva isokuan, dimana kombinasi input X 1 dan X 2 digunakan untuk menghasilkan output tertentu Y 1 dan Y 2 dengan alternatif teknik B’ C’ A C C’ B’ A C C’ B produksi 1, 2 dan 3 . Pada titik A, B, dan C, Y 1 dapat diproduksi hanya dengan menggunakan satu aktivitas produksi yaitu teknik produksi 1 dengan menggunakan kombinasi input X 1 dan X 2 , dengan proporsi masing-masing input yang tetap pada titik A. Demikian pula untuk titik B dan C. Pada garis AB, seluruh input yang digunakan harus dapat memenuhi persyaratan untuk teknik produksi 1 dan 2, yang dapat menghasilkan output Y 1 . Demikian pula untuk garis BC, kombinasi input X 1 dan X 2 dapat menghasilkan output Y 1 dengan menggunakan gabungan aktivitas produksi dengan teknik 2 dan teknik 3. Dengan cara yang sama, produksi Y 2 dapat dihasilkan dengan teknik produksi 1, 2 dan 3, dengan kombinasi input X 1 dan X 2 yang tetap pada titik A’, B’ dan C’. Sumber : Henderson and Quandt 1980 Gambar 3. Isokuan dari Program Linier Solusi yang diberikan dari pemecahan masalah dengan program linier yang memberikan berapa jumlah output sebaiknya diproduksi dengan sejumlah input tertentu sehingga memberikan penerimaan maksimum sebagaimana Teknik produksi 1 Teknik produksi 3 Teknik produksi 2 X 2 X 1 Teknik produksi 1 Teknik produksi 3 Teknik produksi 2 X 2 X 1 Teknik produksi 1 Teknik produksi 3 Teknik produksi 2 X 2 X 1 A’ Y 1 Y 2 B’ A C C’ Teknik produksi 1 Teknik produksi 3 Teknik produksi 2 X 2 X 1 dikemukakan sebelumnya, disebut dengan analisis masalah primal. Penyelesaian masalah program linier sekaligus juga akan memberikan jawaban atas masalah dual yaitu alokasi sumberdaya yang dapat meminimalkan biaya. Jika tujuan utama atau masalah primalnya adalah memaksimumkan keuntungan, maka masalah dualnya adalah meminimalkan biaya. Masalah primal dan dual dalam linear programming ini diuraikan lebih jelas dalam Taha 2003; Heady dan Candler 1960. Asumsi yang harus dipenuhi agar program linier dapat berlaku adalah: 1. Aktivitas input sumberdaya bersifat aditif, artinya jumlah hasil yang diperoleh dari dua atau lebih aktivitas sama dengan jumlah hasil yang diperoleh dari masing-masing aktivitas dan jumlah suatu input yang digunakan harus sama dengan jumlah input yang digunakan oleh tiap-tiap aktivitas. 2. Fungsi tujuan bersifat linier, artinya tidak ada pengaruh skala operasi atau produksi pada saat constant return to scale. 3. Besarnya suatu aktivititas yang diusahakan tidak boleh negatif. 4. Besarnya input dan aktivitas dapat dipecah-pecah dan kontinyu. 5. Banyaknya aktivitas dan pembatas terhingga. 6. Hubungan aktivitas dan input yang digunakan merupakan hubungan linier. 7. Koefisien input-output, harga-harga input dan output serta besarnya faktor pembatas telah diketahui dan tertentu atau deterministik. Model matematik secara lengkap adalah sebagai berikut: Fungsi Tujuan: Maksimum Z = C 1 X 1 + C 2 X 2 + …… + C n X n Dengan pembatas: a 11 X 1 + a 12 X 2 + ……….. + a 1n Xn b 1 a 21 X 1 + a 22 X 2 + ……….. + a 2n Xn b 2 a 31 X 1 + a 32 X 2 + ……….. + a 3n Xn b 3 . . . . . . a m1 X 1 + a m2 X 2 + ……….. + a mn Xn b m dimana: i = 1,2,3, …,.m j = 1,2,3,…., n Z = Fungsi tujuan C j = Koefisien fungsi tujuan X j = Variabel keputusan a ij = Koefisien fungsi kendala b i = Nilai kendala atau batas sumberdaya yang tersedia Pada tahap optimal terdapat beberapa penafsiran dari proses pemecahan masalah dengan program linier menurut Soekartawi 1992; Nasendi dan Anwar 1985, yaitu: 1. Aktivitas yang masuk dalam program optimal akan memiliki reduced cost atau opportunity cost sama dengan nol. Hal ini berarti memperluas pengusahaan yang masuk dalam program optimal sebesar satu unit tidak akan merubah nilai program optimal. 2. Untuk aktivitas yang tidak masuk dalam program optimal akan memiliki reduced cost tidak sama dengan nol. Jika satu unit aktivitas ini dimasukkan dalam program optimal akan menurunkan nilai fungsi tujuan sebesar opportunity cost nya. 3. Sumberdaya yang terpakai habis akan memiliki harga bayangan dual shadow price yang positif dan tidak sama dengan nol. Penambahan satu unit faktor produksi yang terbatas penyediaannya akan menambah nilai fungsi tujuan sebesar harga bayangan sumberdaya yang terbatas tersebut. 4. Faktor produksi yang tidak habis terpakai, harga bayangannya menjadi sama dengan nol. Penambahan satu unit faktor produksi ini ke dalam program optimal tidak akan merubah nilai fungsi tujuan.

3.4. Kerangka Konseptual