Model integrasi wisata–perikanan di gugus pulau Batudaka kabupaten Tojo Una Una provinsi Sulawesi Tengah

(1)

MODEL INTEGRASI WISATA-PERIKANAN DI GUGUS

PULAU BATUDAKA KABUPATEN TOJO UNA-UNA

PROVINSI SULAWESI TENGAH

DWI SULISTIAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Model Integrasi Wisata-Perikanan di Gugus Pulau Batudaka Kabupaten Tojo Una-Una Provinsi Sulawesi Tengah adalah hasil karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, April 2011

Dwi Sulistiawati NIM C261060031


(4)

Islands Tojo Una-Una Regency Central Sulawesi Province. Under supervision of LUKY ADRIANTO, ISMUDI MUCHSIN, and A. MASYAHORO.

Social and ecological characteristics are very important for small-island management and development. The objectives of the study are: 1) to analyze marine ecological character interactions and to estimate resource carrying capacity, and 2) to formulate tourism-fisheries integration on Batudaka islands. The DPSIR (drivers- pressures - states - impacts - responses) framework was used in scoping biodiversity management issues and problems. Data were analyzed using spatial analysis with GIS (Geographic Information System) approach, TEF (Touristic Ecological Footprint) and FEF (Fisheries Ecological Footprint), HANPP (Human Appropriation of Net Primary Productivity), CLSA (Coastal Livelihood System Analysis), supply-demand approach for economic valuaion and dynamic simulation using Stella software. Results of the study showed that the suitability index obtained on the category of tourism (diving, snorkeling) and fisheries (reef fishes, seagrass) were in accordance with the carrying capacity utilization of 23 195 tourists per year. Rate of marine fisheries exploitation was 0.04 ha/capita (local scale/Una-Una district), or 0.3 ha/capita (regional scale/Tojo Una-Una regency). This supported HANNP to higher regional level appealed by local level. The available CLSA strategies were alternative employment creation, proximity to capital source, new technological introduction, market, collectivity and solidarity action on society. Analysis of supply demand obtained a consumer surplus value of US$ 21 817 per individual per year and the region’s economic value of US$ 58 273. The model of tourism-fisheries integration indicated that ecological surplus can be maintained at the level of 5 917 tourists on the end simulation with surplus fisheries area, as sustainable indicator on tourism and fisheries activity.


(5)

RINGKASAN

DWI SULISTIAWATI. Model Integrasi Wisata-Perikanan di Gugus Pulau Batudaka Kabupaten Tojo Una-Una Provinsi Sulawesi Tengah. Dibimbing Oleh : LUKY ADRIANTO, ISMUDI MUCHSIN, dan A. MASYAHORO.

Gugus Pulau Batudaka terletak di Kepulauan Togean Teluk Tomini yang ditetapkan sebagai Kawasan Pelestarian Sumberdaya Alam dengan status Taman Nasional Kepulauan Togean (TNKT). Kawasan ini memiliki potensi sumberdaya alam pulau-pulau kecil (PPK) yang dimanfaatkan untuk aktivitas ekonomi masyarakat. Meningkatnya aktivitas masyarakat seperti kegiatan wisata, dan perikanan menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan terhadap ekosistem yang mengancam eksistensi dan keberlanjutan sumberdaya PPK. Pengembangan Gugus Pulau Batudaka dapat dilakukan apabila penataan ruang dalam rangka optimalisasi pemanfaatan sumberdaya dilakukan dengan baik, yaitu memperhatikan karakteristik pulau kecil terkkait interaksi sifat ekologis perairan tehadap keterkaitan kesesuaian pemanfaatan ruang, daya dukung kawasan melalui integrasi wisata-perikanan, dan pengelolaan yang efektif, lestari serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut. Tujuan umum penelitian adalah mendesain pemanfaatan ruang kawasan berbasis sistem sosial ekologi secara berkelanjutan. Tujuan khusus penelitian adalah (1) Menganalisis interaksi sifat ekologis perairan dan mengestimasi daya dukung lingkungan dan sumberdaya kawasan yang dimanfaatkan bagi kegiatan wisata dan perikanan berkelanjutan, dan (2) Merumuskan pengelolaan wisata-perikanan yang terintegrasi secara spasial di Gugus Pulau Batudaka.

Penelitian dilakukan di Gugus Pulau Batudaka pada bulan Oktober 2008– Juni 2010 dalam wilayah administratif Kecamatan Una Kabupaten Tojo Una-Una Provinsi Sulawesi Tengah. Wilayah penelitian yakni kawasan pulau yang memiliki kegiatan pemanfaatan wisata dan perikanan di Gugus Pulau Batudaka dengan 15 stasiun pengamatan biofisik dan pengambilan data sosial ekonomi 6 desa. Jenis data yang dikumpulkan yakni data biofisik kimia perairan, sosial ekonomi (wisatawan, nelayan dan masyarakat setempat) dan kelembagaan (institusi), serta data citra satelit. Data tersebut bersumber dari data primer (dilakukan dengan metode wawancara dan pengukuran/pengamatan langsung di lapangan dan laboratorium) dan sumber data sekunder dari instansi terkait. Penggalian isu dan permasalahan difokuskan pada pendekatan DPSIR (Drivers–

Pressures–States–Impacts–Responses) untuk mengetahui keterkaitan faktor-faktor

penyebab terjadinya tekanan terhadap ekosistem dan dampak berupa respon ekologi, sosial, dan ekonomi yang dibutuhkan untuk pengelolaan Gugus Pulau Batudaka. Ketiga respon tersebut dihitung dengan analisis kesesuaian pemanfaatan ruang (GIS) yang dapat memberikan gambaran dampak aktivitas utama masyarakat terhadap tata guna lahan dan kondisi perairan di Gugus Pulau Batudaka; Penilaian pemanfaatan wisata dan perikanan dalam hubungannya dengan kapasitas area di kawasan tersebut menggunakan pendekatan Ecological

Footprint Analysis/EFA, HANPP (Human Appropriation of Net Primary

Production), CLSA (CoastalLivelihood SystemAnalysis) serta valuasi ekonomi

pemanfaatan gugus pulau yang diintegrasikan dengan optimasi model dinamik untuk kegiatan wisata dan perikanan secara berkelanjutan.


(6)

kuantitas ekosistem sepeti konsumsi, produksi, pemukiman, perpindahan penduduk. Pressure atau tekanan pada ekosistem akibat faktor pengarah tersebut, yakni polusi, limbah, ekstraksi sumberdaya alam, penggunaan lahan. State

merupakan indikator status yang menggambarkan kondisi sistem dan tipe maupun karakteristik secara fisik, kimiawi, dan biologi. Impact merupakan akibat tekanan pada kondisi ekosistem, kesehatan masyarakat dan kondisi kehidupan atau dengan kata lain bagaimana kondisi perubahan ekosistem yang diakibatkan hasil aplikasi tekanan yang terjadi. Penilaian tekanan yang terjadi di Gugus Pulau Batudaka menggunakan kerangka DPSIR maka pada aspek ekologi ditekankan bahwa penyusunan tata ruang di kawasan tersebut harus sesuai dengan daya dukung, memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan sehingga dalam penyusunannya harus melibatkan partisipasi masyarakat dan stakeholder yang memanfaatkan sumberdaya pesisir serta pada aspek kebijakan, arahan penyusunan tata ruang harus bersesuaian dengan pembangunan berkelanjutan.

Hasil analisis kesesuaian wisata dan daya dukung ekologis kawasan Gugus Pulau Batudaka masih layak untuk mendukung kegiatan wisata dengan kategori sangat sesuai (79 ha) untuk wisata selam, sangat sesuai (129 ha) untuk wisata

snorkeling dan kategori sangat sesuai (845 ha) untuk penangkapan ikan karang

dan kategori sesuai (2 858 ha) untuk kegiatan budidaya rumput laut serta dengan daya dukung sebanyak 21 817 wisatawan/tahun yang ditunjang pemanfaatan wilayah perairan untuk perikanan yang rendah yaitu sebesar 0.04 ha/kapita (skala lokal) dan 0.3 ha/kapita untuk skala regional dan didukung hasil analisis HANNP untuk level regional lebih tinggi dibanding lokal.

Hasil CLSA bahwa mata pencahariannya dikategorikan sebagai usaha sumberdaya perikanan (produksi, pengolahan, distribusi, pemasaran), usaha pemanfaatan sumberdaya lainnya (pariwisata, penelitian) dan usaha pendukung lainnya (transportasi, indutri perdagangan, usaha penyedia konsumsi rumah tangga nelayan). Pengaruh aktivitas masyarakat terhadap ekosistem pesisir terutama terjadi perubahan pada ekosisitem terumbu karang akibat terjadinya penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan (bom dan bius). Kebutuhan masyarakat pesisir Gugus Pulau Batudaka adalah bagaimana meningkatkan taraf hidup dari usaha yang dilakukan melalui tambahan pengetahuan dan keterampilan serta diversifikasi usaha sebagai alternatif mata pencaharian serta modal, dengan pilihan insentif dari pemerintah. Strateginya yakni penciptaan lapangan kerja alternatif, mendekatkan dengan sumber modal, teknologi, pasar serta aksi solidaritas di masyarakat. Hasil valuasi ekonomi untuk wisata memperoleh nilai surplus konsumen sebesar US$ 21 813 per individu per tahun dan nilai ekonomi kawasan wisata kawasan Gugus Pulau Batudaka sebesar US$ 58 273.

Hasil simulasi integrasi wisata dan perikanan di Gugus Pulau Batudaka menunjukkan surplus ekologis (0.02 kali dari kapasitas area tangkapan) dapat menampung wisatawan sebanyak 5 917 wisatawan pada akhir tahun simulasi, didukung kebutuhan area sumberdaya perikanan yang surplus sebagai indikator keberlanjutan bagi kegiatan wisata perikanan.

Kata Kunci: Wisata, Perikanan, Gugus Pulau Batudaka, Model Integrasi vi


(7)

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(8)

(9)

MODEL INTEGRASI WISATA-PERIKANAN DI GUGUS

PULAU BATUDAKA KABUPATEN TOJO UNA-UNA

PROVINSI SULAWESI TENGAH

DWI SULISTIAWATI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(10)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup 1. Dr. Ir. Sonny Koeshendrajana, M.Sc. 2. Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc.

Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka 1. Dr. Sudirman Saad


(11)

Judul Disertasi : Model Integrasi Wisata–Perikanan di Gugus Pulau Batudaka Kabupaten Tojo Una-Una Provinsi Sulawesi Tengah

Nama : Dwi Sulistiawati

NRP : C261060031

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc. Ketua

Prof. Dr. Ir. Ismudi Muchsin Dr. Ir. A. Masyahoro, M.Si. Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA. Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr


(12)

(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga Disertasi yang berjudul “Model Integrasi Wisata-Perikanan di Gugus Pulau Batudaka Kabupaten Tojo Una-Una Provinsi Sulawesi Tengah” dapat diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr.Ir. Luky Adrianto, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof.Dr.Ir. Ismudi Muchsin dan Dr.Ir. A. Masyahoro, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis mulai dari penyusunan Proposal Penelitian sampai penulisan Disertasi ini, juga kepada Dr. Ir. Sonny Koeshendrajana, M.Sc, Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc. selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup, Dr. Sudirman Saad dan Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka, Ketua Program Studi SPL, Dosen dan Mahasiswa Program Studi SPL yang telah memberikan masukan yang sangat berarti bagi perbaikan Disertasi ini. Ucapan terima kasih kami sampaikan pula kepada Rektor Universitas Tadulako yang telah memberikan izin tugas belajar dengan beasiswa BPPS Dikti, Lembaga Penelitian Universitas Tadulako yang memfasilitasi dan membantu percepatan penyelesaian studi pascasarjana seluruh staf pengajarnya di seluruh perguruan tinggi melalui pemberian bantuan dana penelitian, Hibah Penelitian Dikti (Hibah Doktor dan Penelitian Strategis Nasional), Pemda Provinsi Sulawesi Tengah, dan bantuan penulisan disertasi dari Coremap II.

Penulis menyadari bahwa Disertasi penelitian ini masih banyak kekurangannya, untuk itu penulis memohon masukan dari berbagai pihak.

Bogor, April 2011 Penulis


(14)

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palu Provinsi Sulawesi Tengah pada tanggal 30 Agustus 1969 sebagai anak kedua dari pasangan H. Supandi Abd. Aziz dan H. Muznah. Pendidikan Sarjana ditempuh di Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, lulus pada tahun 1993. Pada tahun 1996 penulis melanjutkan pendidikan Magister Pertanian di Program Studi Ilmu Peternakan Universitas Gadjah Mada dan menamatkannya pada 1998. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Sekolah Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 2006. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar tetap pada Fakultas Pertanian Universitas Tadulako sejak tahun 1994. Bidang keilmuan yang penulis geluti adalah nutrisi ternak berbasis ikan dan bidang penelitian yang ditekuni sejak penulisan tesis sampai disertasi dan penelitian-penelitian hibah strategis, serta berbagai kegiatan di tingkat nasional difokuskan pada kajian nutrisi ikan dan manajemen sumberdaya pesisir dan lautan.

Karya ilmiah berjudul “Manajemen Konflik Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (Kasus di Teluk Palu Sulawesi Tengah)” telah diterbitkan dalam Prosiding Konferensi Sains Kelautan dan Perikanan Indonesia I yang diterbitkan oleh Masyarakat Sains Kelautan dan Perikanan Indonesia (MKSPI) tahun 2007. Sebuah artikel berjudul “Penilaian Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Berdasarkan Produktivitas Primer di Kecamatan Una-Una dan Kabupaten Tojo Una-Una Provinsi Sulawesi Tengah” Jurnal Kebijakan dan Riset Sosial ekonomi Kelautan dan Perkanan, “Penilaian Integrasi Dampak Biodiversitas Laut (Kasus di Gugus Pulau Batudaka Provinsi Sulawesi Tengah)” pada Jurnal Mutiara. Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari disertasi penulis.


(16)

(17)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR TABEL ... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiv

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 8

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 8

1.5 Kebaruan (Novelty) ... 9

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau Kecil (PPK) ... 11

2.2 Sistem Ekologi dan Ekonomi Pulau-Pulau Kecil... 13

2.3 Konservasi Sumberdaya Pulau-pulau Kecil ... 20

2.4 Model Keberlanjutan Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil ... 27

2.4.1 Pendekatan DPSIR (Drivers-Pressures-States-Impacts-Responses) ... 27

2.4.2 Pendekatan Ruang Ekologis (Ecological footprint Analysis) ... 30

2.4.3 Pendekatan HANPP (Human Appropriation of Net Primary Production) ... 32

2.4.4 Pendekatan Keberkelanjutan Mata Pencaharian(Coastal Livelihood System Analysis-CLSA) ... 34

2.4.5 Konsep Pemodelan Dinamik Integrasi Wisata Perikanan ... 38

2.5 Integrasi Wisata dalam Pengelolaan Pesisir Terpadu ... 41

2.6 Integrasi Perikanan dalam Pengelolaan Pesisir Terpadu ... 44

2.7 Konsep Model Integrasi Wisata-Perikanan dalam Pengelolaan Daerah Konservasi ... 47

2.7.1 Wisata ... 49

2.7.2 Perikanan ... 50

2.8 Penelitian Terdahulu ... 51

3 METODOLOGI PENELITIAN ... 55

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 55

3.2 Metode Penelitian ... 55

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 55

3.3.1 Jenis Data ... 55

3.3.2 Metode Pengambilan Data ... 57

3.4 Metode Analisis Data ... 64

3.4.1 Pendekatan DPSIR (Drivers–Pressures–States–Impacts–Responses) ... 65

3.4.2 Analisis Kesesuaian Pemanfaatan ... 65

3.4.3 Analisis Daya Dukung (Ecological Footprint Analysis) ... 70

3.4.4 HANPP (Human Appropriation of Net Primary Productvity) ... 75

3.4.5 Analisis Mata Pencaharian Masyarakat Pesisir (Coastal Livelihood System Analysis-CLSA) ... 76

3.4.6 Valuasi Ekonomi Pemanfaatan Gugus Pulau ... 76

3.4.7 Analisis Dinamik Strategi Pengelolaan ... 80

4 SISTEM SOSIAL EKOLOGI WILAYAH PENELITIAN ... 91


(18)

4.1.4 Dampak (Impact) ... 101

4.1.5 Kebijakan (Policy Response Options) ... 106

4.2 Sistem Ekologi ... 109

4.2.1 Batas Sistem Ekologi ... 109

4.2.2 Kondisi Morfologi ... 115

4.2.3 Kondisi Iklim ... 118

4.2.4 Kondisi Oseanografi Perairan ... 119

4.3 Sistem Sosial Ekonomi dan Kelembagaan ... 124

4.3.1 Sistem Sosial ... 124

4.3.2 Kegiatan Ekonomi ... 126

4.3.3 Kelembagaan ... 134

5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 137

5.1 Analisis Kesesuaian Pemanfaatan ... 137

5.1.1 Karakteristik Lingkungan Perairan Gugus Pulau Batudaka ... 137

5.1.2 Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Spasial Gugus Pulau Kecil ... 141

5.1.3 Analisis Eksisting Zonasi Kawasan Konservasi Gugus Pulau Batudaka ... 160

5.2 Analisis Daya Dukung Pemanfaatan Gugus Pulau Kecil ... 172

5.2.1 Daya Dukung Wisata ... 172

5.2.2 Daya Dukung Perikanan ... 176

5.3 Analisis HANPP (Human Appropriation of Net Primary Production) . 180 5.3.1 Profil Metabolik ... 180

5.3.2 HANPP (Human Appropriation of Net Primary Productvity) ... 184

5.4 Analisis Keberkelanjutan Mata Pencaharian (Coastal Livelihood System Analysis-CLSA) ... 186

5.4.1 Kondisi Sumberdaya Alam dan Mata Pencaharian Masyarakat ... 186

5.4.2 Analisis Pengaruh Masyarakat Pesisir terhadap Kondisi Sumberdaya Pesisir dan Laut Gugus Pulau Batudaka ... 189

5.4.3 Identifikasi Kebutuhan Masyarakat Pesisir Gugus Pulau Batudaka ... 200

5.4.4 Pemilihan Insentif ... 205

5.4.5 Menyusun Strategi Pilihan Mata Pencaharian. ... 206

5.5 Valuasi Ekonomi Pemanfaatan Gugus Pulau ... 208

5.5.1 Wisata ... 208

5.5.2 Perikanan ... 217

5.6 Analisis Skenario Pengelolaan Gugus Pulau ... 218

5.6.1 Sub Model Wisata ... 219

5.6.2 Sub Model Perikanan ... 222

6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 233

6.1 Kesimpulan ... 233

6.2 Saran ... 233

DAFTAR PUSTAKA ... 235


(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka pemikiran model integrasi wisata-perikanan Gugus Pulau Batudaka 7 2 Perbandingan antara paradigma pengelolaan saat ini dengan pengelolaan

berdasarkan pendekatan ekosistem (Nganro dan Suantika 2009) ... 16

3 Model DPSIR yang diperluas : turunan indikator lingkungan untuk meng- evaluasi keberlanjutan pengelolaan sumberdaya alam (Turner et al. 2000) .... 28

4 Pendekatan ECCO untuk optimalisasi pemanfaatan sumberdaya di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil (dimodifikasi dari Moffat dan Hanley 2001) .... 31

5 Keterkaitan antara sistem sosial ekologi pulau-pulau kecil (Modifikasi Erb et al. 2007) ... 34

6 Kerangka konseptual untuk analisis keberlanjutan mata pencaharian (DFID 1999 dalam Clark dan Carney 2008)... 35

7 Kerangka makro pengembangan mata pencaharian alternatif (Ellison dan Allis 2001) ... 36

8 Langkah-langkah mendisain CLSA (Emmerton 2001) ... 37

9 Interaksi Komponen Minimal Model keberlanjutan Pariwisata T = wisatawan, E = lingkungan, C = modal (Casagrandi dan Rinaldi 2002) .. 44

10 Pendekatan dinamik EF perikanan untuk kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil (Adrianto dan Matsuda 2004) ... 47

11 Konsep sederhana keseimbangan di dalam pengelolaan wilayah pesisir (Kay dan Alder 2005) ... 48

12 Lokasi pengambilan contoh biofisik dan sosial ekonomi ... 58

13 Kerangka sampling sosial ekonomi ... 63

14 Tahapan penelitian model integrasi wisata-perikanan di Gugus Pulau Batudaka ... 64

15 Struktur model integrasi pengelolaan wisata dan perikanan di Gugus Pulau Batudaka ... 80

16 Causal loop daya dukung wisata ... 82

17 Causal loop populasi ... 83

18 Causal loop produksi perikanan lokal... 85

19 Causal loop produksi perikanan regional ... 85

20 Causal loop daya dukung perikanan ... 87

21 Causal loop model integrasi wisata-perikanan di Gugus Pulau Batudaka ... 88

22 Pendekatan DPSIR sebagai indikator dalam keberlanjutan pengelolaan Gugus Pulau Batudaka ... 91

23 Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur produktif Tahun 2003-2008 di Kecamatan Una-Una ... 93

24 Peta analisis hasil Citra Landsat 7 ETM+ Tahun 2000 ... 98

25 Peta analisis hasil Citra Landsat 7 ETM+ Tahun 2010 ... 99

26 Persentase rata-rata fraksi subtrat di lokasi penelitian (Hasil Analisis Lab. Ilmu Tanah UNTAD 2009) ... 112

27 Curah hujan dan hari hujan rata-rata Tahun 2002-2008 (BPS Kab. Tojo Una-Una 2003-2009) ... 118


(20)

31 Analisis temporal kesesuaian wisata selam berdasarkan empat waktu ... 142

32 Hasil overlay wisata selam di Gugus Pulau Batudaka ... 144

33 Analisis temporal kesesuaian wisata snorkeling berdasarkan empat waktu... 146

34 Hasil overlay wisata snorkeling di Gugus Pulau Batudaka ... 148

35 Sebaran terumbu karang di Gugus Pulau Batudaka ... 149

36 Hasil overlay kesesuaian penangkapan ikan karang di Gugus Pulau Batudaka ... 151

37 Analisis temporal kesesuaian budidaya rumput laut berdasarkan empat waktu ... 153

38 Hasil overlay kesesuaian budidaya rumput laut di Gugus Pulau Batudaka ... 155

39 Hasil overlay pemanfaatan wisata (selam, snorkeling) di Gugus Pulau Batudaka ... 158

40 Hasil overlay pemanfaatan perikanan (penangkapan ikan karang, budidaya rumput laut) di Gugus Pulau Batudaka ... 159

41 Hasil overlay pemanfaatan wisata-perikanan di Gugus Pulau Batudaka ... 161

42 Peta rencana zonasi kawasan Kepulauan Togean (RDTR Kepulauan Togean 2007) ... 164

43 Zonasi Gugus Pulau Batudaka berdasarkan RDTR Kepulauan Togean ... 165

44 Hasil overlay pemanfaatan wisata (selam, snorkeling) dengan zonasi RDTRKP di Gugus Pulau Batudaka ... 167

45 Hasil overlay penangkapan ikan karang, budidaya rumput laut, dan zonasi RDTRKP di Gugus Pulau Batudaka ... 169

46 Hasil overlay wisata-perikanan dan zonasi RDTRKP di Gugus Pulau Batudaka ... 171

47 Perbandingan EF wisatawan dan KS wisata ... 175

48 Perbandingan EF perikanan dan KS perikanan ... 179

49 HANPP perikanan lokal dan regional ... 185

50 Komposisi keluarga yang bekerja di sektor perikanan (Bappeda Touna Touna 2009) ... 188

51 Perubahan sumberdaya Gugus Pulau Batudaka dalam 10 tahun terakhir ... 192

52 Banyaknya usaha industri di Kecamatan Una-Una (BPS 2009) ... 194

53 Grafik hasil CLSA di Gugus Pulau Batudaka ... 202

54 Kurva penawaran wisata di kawasan Gugus Pulau Batudaka ... 210

55 Kurva permintaan wisata di kawasan Gugus Pulau Batudaka ... 212

56 Kondisi kesetimbangan pasar aktivitas wisata ... 215

57 Kunjungan wisman ke Kepulauan Togean (Disbudpar 2010)... 216

59 Model dinamik jumlah wisatawan, EF dan BC ... 221

60 Diagram alir sektor populasi ... 222

61 Diagram alir sektor produksi ... 224

62 Diagram alir sektor ecological footprint ... 226

63 Hasil simulasi EF perikanan ... 227

64 Model integrasi wisata-perikanan di Gugus Pulau Batudaka ... 228

65 Model dinamik integrasi wisata-perikanan... 228 xx


(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Keterbatasan (limitation) yang ada di metode penelitian ... 9

2 Karakteristik geografi, geologi, biologi dan ekonomi pulau kecil, pulau besar, dan benua ... 13

3 Potensi kemampuan, pemanfaatan jasa, dan ancaman pada ekosistem di sub-wilayah pesisir pulau-pulau kecil ... 17

4 Fungsi ekologis barang dan jasa dari ekosistem terumbu karang ... 19

5 Perbandingan nilai ekonomi yang dihasilkan oleh beberapa tipe ekosistem dan jasa utama yang diperankan ... 19

6 Perkiraan nilai ekonomi sumberdaya perikanan ... 20

7 Pengembangan strategi untuk peningkatan pendapatan pada kegiatan perikanan berkelanjutan ... 51

8 State of the art dan tinjauan hasil penelitian terdahulu ... 53

9 Jenis data biofisik yang digunakan dalam penelitian ... 56

10 Jenis data sosial ekonomi yang digunakan dalam penelitian ... 57

11 Ukuran sampel responden sosial ekonomi ... 62

12 Matriks kesesuaian area untuk wisata kategori selam ... 67

13 Matriks kesesuaian area untuk wisata ketegori snorkeling ... 67

14 Matriks kesesuaian perairan untuk ikan karang ... 68

15 Matriks kesesuaian lahan untuk budidaya rumput laut ... 68

16 Tropik Level berbagai jenis ikan untuk Gugus Pulau Batudaka ... 74

17 Produksi ikan di Kecamatan Una-Una Tahun 2005-2008 ... 75

18 Keterkaitan tujuan dengan metode penelitian ... 90

19 Kondisi kualitas perairan Gugus Pulau Batudaka ... 96

20 Hasil klasifikasi Citra Landsat 7 ETM+ Tahun 2000 dan 2010 ... 100

21 Penggunaan lahan Kecamatan Una-Una Tahun 2007 ... 102

22 PDRB Kabupaten Tojo Una-Una berdasarkan harga berlaku per kecamatan (Rp) ... 105

23 Hasil tekanan terhadap ekosistem pesisir Gugus Pulau Batudaka berdasarkan kerangka DPSIR ... 108

24 Sebaran terumbu karang di Gugus Pulau Batudaka (%) ... 110

25 Lokasi terumbu karang terbaik di Kecamatan Una-Una ... 110

26 Jumlah tegakan, kerapatan relatif, frekuensi relatif, dominasi relatif dan indeks nilai penting pada tiaptingkatan pohon ... 113

27 Data jenis dan kelimpahan lamun di Gugus Pulau Batudaka ... 114

28 Persentase bentuk permukaan tanah dan ketinggian menurut desa ... 115

di Kecamatan Una-Una Kabupaten Tojo Una–Una Tahun 2008 ... 115

29 Pola angin di Kepulauan Togean ... 119

30 Karakteristik arus di Pulau Batudaka Kabupaten Tojo Una-Una ... 120

31 Parameter demografi Kecamatan Una-Una (BPS Touna 2002-2009) ... 124

32 Pencapaian kapal motor menuju Gugus Pulau Batudaka melalui laut ... 128

33 Jumlah sarana dan prasarana akomodasi di Gugus Pulau Batudaka Kecamatan Una-Una ... 129

33 Karakteristik responden wisatawan di Gugus Pulau Batudaka ... 130


(22)

Pulau Batudaka ... 139 37 Luasan perairan untuk kategori kesesuaian wisata selam ... 143 38 Luasan perairan untuk kategori kesesuaian wisata snorkeling ... 145 39 Luasan perairan untuk kategori kesesuaian penangkapan ikan karang ... 150 40 Luasan perairan untuk kategori kesesuaian rumput laut ... 152 41 Luasan untuk kegiatan wisata ... 156 42 Luasan untuk kegiatan perikanan ... 157 43 Luasan untuk kegiatan wisata-perikanan ... 160 44 Luasan rencana zonasi Gugus Pulau Batudaka berdasarkan RDTR ... 163 Kepulauan Togean Tahun 2007 ... 163 45 Luasan kesesuaian kegiatan wisata-perikanan dalam zonasi RDTR

Kepulauan Togean ... 163 46 Persentase kesesuaian kegiatan wisata-perikanan dalam zonasi RDTR

Kepulauan Togean ... 168 47 Built-up land footprint (EF lahan buatan) ... 172 48 Footprint konsumsi sandang dan pangan ... 173 49 Total ecological footprint (EF) dan biocapacity (BC) Gugus Pulau Batudaka

... 173 50 Kebutuhan ruang ekologis sistem akuatik lokal dan regional ... 177 51 Perbandingan kebutuhan ruang ekologis untuk perikanan antara Gugus

Pulau Batudaka dengan daerah lain ... 178 52 Parameter demografi Kecamatan Una-Una dan Kabupaten Tojo Una-Una ... 180 53 Laju tangkap dan estimasi produksi beberapa alat tangkap yang beroperasi di perairan Kecamatan Una-Una Tahun 2009 ... 181 54 Luas area dan produksi perikanan menurut kecamatan di Kabupaten Tojo Una-Una Tahun 2008 ... 181 55 Hasil tangkapan ikan demersal di perairan Kabupaten Tojo Una-Una (ton) 182 56 Perhitungan exosomatic energy lokal dan regional ... 184 57 Kategori dan jenis usaha masyarakat Gugus Pulau Batudaka ... 189 58 Kondisi aset kapital di Gugus Pulau Batudaka ... 190 59 Kondisi aset alam di Gugus Pulau Batudaka ... 191 60 Pendidikan dan kesehatan sebagai indikator aset manusia di Gugus Pulau Batudaka ... 193 61 Kondisi aset sosial di Gugus Pulau Batudaka ... 195 62 Kondisi aset keuangan di Gugus Pulau Batudaka ... 197 63 Kondisi aset buatan di Gugus Pulau Batudaka ... 199 64 Kinerja aktivitas masyarakat Gugus Pulau Batudaka ... 201 65 Perubahan aset alam di Gugus Pulau Batudaka ... 203 66 Tekanan alam pesisir dan laut pada masyarakat Gugus Pulau Batudaka ... 204 68 Biaya operasional pengusaha wisata di Gugus Pulau Batudaka... 209 66 Biaya perjalanan wisatawan, pendapatan dan jarak ke kawasan Gugus

Pulau Batudaka ... 211 67 Kondisi keseimbangan pasar wisata di kawasan Gugus Pulau Batudaka ... 216 68 Volume dan nilai produksi kerapu dari tiga alat tangkap ... 217


(23)

69 Nilai dugaan parameter pada model integrasi wisata-perikanan di Gugus Pulau Batudaka ... 218 70 Proyeksi jumlah wistawan, EF dan BC selama 10 tahun ... 220 71 Parameter yang digunakan untuk sektor populasi penduduk ... 223 72 Parameter yang digunakan untuk sektor produksi ... 225 73 Estimasi konsumsi impor dan konsumsi riil di Gugus Pulau Batudaka ... 225 74 Proyeksi jumlah penduduk, produksi ikan, konsumsi domestik dan EF

perikanan ... 226 75 Proyeksi jumlah wisatawan, EF wisata, jumlah penduduk, laju konsumsi .... 229 domestik dan EF perikanan ... 229 76 Hasil analisis statistik berdasarkan persyaratan validasi ... 231


(24)

Halaman 1 Produksi ikan di perairan Kabupaten Tojo Una-Una (ton) ... 247 

2 Matrik korelasi hasil PCA karakteristik lingkungan perairan GugusPulau Batudaka ... 249 

3 Karakteristik beberapa lokasi spot penyelaman di Gugus Pulau Batudaka.... 250  4 Ecologial Footprint sistem akuatik di perairan Gugus PulauBatudaka

Kecamatan Una-Una ... 252  5 Ecologial Footprint sistem akuatik di perairan Kabupaten Tojo Una-Una.... 253  6 HANPP sistem akuatik di Gugus Pulau Batudaka Kecamatan Una-Una ... 254 

7 Hasil perhitungan analisis penawaran ... 256  8 Hasil perhitungan analisis permintaan ... 257 

9 Rekap kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantaradi

Kabupaten Tojo Una-Una ... 259 

10 Jumlah wisatawan yang mengunjungi Kepulauan Togean berdasarkanasal begara Tahun 2006-2009 ... 259 

11 Hasil identifikasi responden wisatawan ... 260  12 Series hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan dari beberapa jenisalat

tangkap di perairan Gugus Pulau Batudaka (lokal) ... 262  13 Series hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan dari beberapajenis alat

tangkap di perairan Kabupaten Tojo Una-Una (regional) ... 263  14 Estimasi konsumsi ikan impor dan konsumsi nyata di Gugus Pulau Batudaka

... 264  15 Formulasi model integrasi wisata dan perikanan di Gugus PulauBatudaka .. 265 


(25)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gugus Pulau Batudaka dengan luas daratan sebesar 30 075 ha dan perairan sebesar 61 038 ha (4 mil dari pantai), secara administrasi termasuk wilayah Kecamatan Una-Una dengan jumlah penduduk 13 106 jiwa (BPS Touna 2009), terletak di Kepulauan Togean Teluk Tomini. Gugus Pulau Batudaka merupakan bagian Kawasan Pelestarian Sumberdaya Alam dengan status Taman Nasional Kepulauan Togean (TNKT) yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Menteri Kehutanan No. SK 418/Menhut-II/2004 tanggal 19 Oktober 2004 yakni seluas 362 605 ha sebagai Kawasan Pelestarian Alam dengan fungsi Taman Nasional.

Manfaat yang telah diperoleh dari kawasan ini selain sebagai obyek wisata, juga merupakan tempat/areal pemancingan tradisional etnis Bajo sejak dulu. Hal ini berkaitan dengan tradisi bapongka, yaitu suatu pola penangkapan ikan yang dilakukan secara berkelompok (beberapa keluarga) yang memerlukan waktu sekitar dua bulan menjajaki terumbu karang yang satu ke terumbu karang lainnya hingga kembali lagi ke terumbu karang semula (Damanik et al. 2006). Pemanfaatan sumberdaya alam laut dan pesisir di Gugus Pulau Batudaka Kecamatan Una-Una pada sektor perikanan masih dilakukan dalam skala kecil, mereka masih sangat mengandalkan kekuatan unit ekonomi keluarga dan penggunaan peralatan tangkap tradisional (misalnya : pancing, jaring, bubu). Jenis biota seperti teripang, lobster, penyu dan ikan hiu merupakan obyek penangkapan nelayan-nelayan setempat. Penangkapan ikan karang semakin marak dilakukan saat diperkenalkannya perdagangan ikan karang hidup untuk keperluan ekspor. Pengusaha ikan hidup pertama kali masuk di Kepulauan Togean sekitar tahun 1992, dan sedikitnya terdapat 4 perusahaan perdagangan ikan hidup yang beroperasi di Kepulauan Togean (CII 2006). Pada Tahun 2009 ekspor ikan hidup Kecamatan Una-Una sekitar 500 kg/bulan (DKP Kec. Una-Una 2010).

Berbagai jenis ikan karang yang bernilai ekonomis (ekspor) juga merupakan aset yang potensial dari perikanan karang. Berdasaran hasil penelitian yang dilakukan Balai Riset Perikanan Laut (BRPL) pada tahun 2003-2004 di


(26)

daerah Pagimana dan Bualemo (Kab. Banggai) sebagai pusat pendaratan ikan karang dari sekitar Kepulauan Togean, diperoleh jenis dominan yang tertangkap pancing adalah ikan kakap dan ikan kerapu, masing-masing sekitar 7% dan 13% dari total pendaratan; gurita/suntung batu merupakan target penangkapan lain dan memberi kontribusi sekitar 17%. Ikan karang yang paling dominan tertangkap dikelompokan dengan nama ’daging putih’ (Lethrinidae) sebesar 34% dari total hasil tangkapan. Selain itu, terdapat ikan lolosi (Caesio erithrogaster) yang cukup banyak didaratkan (kira-kira 15%), namun jenis ini diduga merupakan hasil tangkapan secara ilegal (pengeboman atau pembiusan) (BRPL 2005).

Kepulauan Togean juga memiliki potensi yang besar pada sektor pariwisata khususnya bagi wisatawan mancanegara (wisman) yang ingin menikmati pemandangan bawah laut. Sejak 20 tahun lalu, Kepulauan Togean telah didatangi oleh wisman, dan makin berkembang pada pertengahan tahun 90-an. Sejak saat itu beberapa investor melihat Kepulauan Togean sebagai tempat potensial untuk mengembangkan usaha jasa wisata, terutama penyediaan tempat penginapan dan penyewaan peralatan selam ScubaDiving dan Snorkeling. Pada Tahun 2003, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata mencanangkan Kepulauan Togean sebagai Kawasan Ekowisata Bahari Unggulan Nasional (CII 2006).

Beberapa atraksi wisata alam, seperti pembuatan jalur tracking di hutan Malenge serta pembuatan jembatan kayu menyusuri hutan bakau di Desa Lembanato. Berkaitan dengan kegiatan-kegiatan tersebut, tahun 1999 JET (Jaringan Ekowisata Togean) dianugerahi British Airways Award untuk kategori

Highly Recommended Tourism for Tomorrow. Data kunjungan wisatawan manca

negara (wisman) yang mengunjungi Kepulauan Togean pada tahun 1995 hanya 1 500 orang dan meningkat menjadi 5 000 orang tahun 1996, tahun 1999 sekitar 8 000 orang dengan lama menginap 5-10 hari. Kunjungan wisatawan menurun tajam lebih dari 80% pada tahun 2000 ketika terjadi kerusuhan Poso, namun meningkat kembali pada tahun 2004 (Disbudpar Kab. Touna 2006). Data tahun 2005 jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kepulauan Togean berjumlah 5 000 orang (Kasim 2007). Selanjutnya dinyatakan bahwa lama tinggal wisman 4-7 hari dengan rata-rata pengeluaran Rp. 79 190/hari serta sumber informasi


(27)

diperoleh dari iklan, teman dan pameran (masing-masing sebesar 63%, 21% dan 17%).

Taman Nasional Kepulauan Togean (TNKT) merupakan Taman Nasional yang tergolong baru dalam pengelolaannya masih menghadapi banyak tantangan utamanya yang bersumber dari konflik kepentingan para pihak dalam kegiatan di antaranya penangkapan ikan, pemanfaatan kawasan hutan, pemanfaatan area wisata. Konflik kepentingan kawasan wisata, budidaya perikanan, budidaya kerang mutiara dan area pemancingan juga merupakan hal yang perlu mendapatkan pemecahan, disamping efek lain dari kegiatan-kegiatan tersebut misalnya polusi, dari buangan limbah rumah tangga (padat dan cair). Laapo (2010) melaporkan Selat Batudaka telah tercemar ringan yang terkait dengan meningkatnya aktivitas masyarakat termasuk wisata dan kegiatan pemanfaatan lain (perikanan dan transportasi).

Penangkapan ikan dengan cara yang merusak seperti dengan menggunakan bahan peledak (bom), peracunan dengan menggunakan sianida dan pengambilan hasil laut dengan pembiusan menggunakan kompresor sangat mengancam kehidupan dan sumberdaya perairan taman nasional karena berakibat rusaknya habitat (terumbu karang dan mangrove) dan sumberdayanya sendiri (ikan dan invertebrata). Ancaman di daratan cenderung terus meningkat, tekanan terhadap hutan tropis dataran rendah dan hutan bakau untuk memenuhi kebutuhan areal pemukiman, perkebunan/ pertanian, infrastruktur dan kebutuhan kayu pertukangan maupun kayu bakar.

Pengelolaan kawasan ini dapat dikatakan kurang optimal, dimana sejak ditetapkannya sebagai TNKT hingga saat ini belum ada zonasi kawasan yang jelas dalam pengelolaannya. Dalam perkembangannya kemudian, kawasan ini ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam Laut Pulau Togean dan Pulau Batudaka melalui Peraturan Pemerintah RI No. 26 Tahun 2008 tentang Tata Ruang Wilayah Nasional pada tanggal 10 Maret 2008. Kebijakan pengelolaan kawasan tersebut pada dasarnya diarahkan untuk pencapaian tujuan pembangunan, yaitu pendayagunaan potensi sumberdaya pesisir dan laut untuk meningkatkan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat serta untuk tetap menjaga kelestarian kawasan tersebut. Sampai saat ini,


(28)

pengelolaannya belum dilakukan secara efektif yaitu hampir semua kawasan muncul fenomena pemanfaatan yang bersifat sektoral, dan eksploitatif. Pengurangan luas hutan, konversi hutan mangrove, perusakan habitat terumbu karang, menurunnya kualitas obyek wisata laut serta penangkapan hasil laut secara berlebih (overfishing) juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pemanfaatan sumberdaya alam untuk kepentingan ekonomi dan kebutuhan sosial penduduk.

Pengelolaan Kepulauan Togean yang kurang efektif tersebut didorong oleh bererapa faktor seperti kurangnya kapasitas kelembagaan dalam mengatasi isu dasar pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut, juga berbagai kepentingan sektor dunia usaha maupun masyarakat setempat. Sebelum menjadi Taman Nasional, kebijakan pengelolaan sumberdaya alam di kawasan tersebut sebagian besar berada pada pemerintah Kabupaten Tojo Una-Una (Touna). Sebagai kabupaten baru, pemda Kabupaten Touna memiliki kepentingan sangat besar terhadap Kepulauan Togean, baik bagi pertumbuhan ekonomi kawasan maupun pembangunan kualitas hidup penduduk setempat (Manaf 2007). Semua pihak yang berkepentingan memegang dasar hukum dan kebijakan dari instansi yang berwenang. Setiap kebijakan yang dikeluarkan memuat tujuan dan sasaran yang sering berbeda sehingga muncul gap atau pun tumpang tindih dalam pelaksanaannya di lapangan. Kebijakan pemanfaatan dan penyelesaian masalah yang selama ini dilakukan secara sektoral dan parsial yaitu setiap instansi menyusun perencanaan sendiri sesuai dengan tugas dan fungsi sektornya sehingga kurang mengakomodasi kepentingan sektor lain, daerah, masyarakat setempat dan lingkungannya. Perbedaan tersebut memicu konflik pemanfaatan dan kewenangan termasuk aspek penegakan hukum, yang belum mampu menjamin pemanfaatan jasa lingkungan secara berkelanjutan sesuai tingkat kebutuhan pihak-pihak (stakeholders) yang berkepentingan.

Mengingat luasnya Kepulauan Togean dan pertimbangan pemanfaatan ruang untuk kegiatan pariwisata, perikanan, pemukiman terpadat dan sentra ekonomi berada di Gugus Pulau Batudaka maka wilayah penelitian dibatasi di kawasan tersebut. Berdasarkan latar belakang di atas maka dilakukan penelitian


(29)

Model Integrasi Wisata-Perikanan di Gugus Pulau Batudaka Kabupaten Tojo Una-Una Provinsi Sulawesi Tengah.

1.2 Perumusan Masalah

Secara alami kawasan pesisir Gugus Pulau Batudaka memiliki ekosistem antara lain terumbu karang, mangrove, dan padang lamun Ketiga komponen ekosistem tersebut pada saat ini mengalami penurunan daya dukung seperti rusaknya ekosistem terumbu karang di kawasan tersebut yang diakibatkan oleh aktivitas penangkapan ikan sebagian nelayan dengan menggunakan bahan peledak (CII 2005) yang sangat mengancam perkembangbiakkan dan pertumbuhan terumbu karang termasuk biota ikan. Ancaman lain adalah banyaknya pohon mangrove yang ditebang untuk lahan pertanian (kelapa dan coklat) oleh penduduk setempat dan pemukiman (Wallace 1999). Pembukaan lahan ini memberikan kontribusi terhadap abrasi pantai, yang pada gilirannya akan mengakibatkan terbentuknya deposit sedimen yang dapat menyebabkan kerusakan bahkan kematian terumbu karang dan padang lamun.

Zamani et al. (2007) melaporkan bahwa secara spasial luasan terumbu karang di Kepulauan Togean dari hasil klasifikasi citra tahun 2001 dibandingkan hasil klasifikasi citra tahun 2007 menunjukkan bahwa terjadi penurunan luasan karang dari 11 064 ha pada tahun 2001 turun menjadi 9 768 ha pada tahun 2007 atau selama 6 tahun terjadi penurunan luas terumbu karang sebesar 1 296 ha (11.72%). Perbandingan hasil pengamatan MRAP pada tahun 1998 dengan hasil survey lapang pada tahun 2007 dengan menggunakan metode LIT (Line Intercept

Transect), penurunan luas ini tidak selalu menyebabkan terjadinya penurunan

persentase penutupan terumbu karang pada setiap stasiun pengamatan.

Luasan mangrove dari 5 323 ha pada tahun 2001 turun menjadi 5 051 ha pada tahun 2007, atau selama 6 tahun terjadi penurunan luas mangrove sebesar 272 ha (5.1% dari luas pada tahun 2001). Ekosistem padang lamun di Kepulauan Togean relatif lebih sedikit bila dibandingkan dengan ekosistem karang maupun ekosistem mangrove, pada tahun 2001 seluas 281 ha dan pada tahun 2007 terjadi penurunan menjadi 190 ha. atau selama 6 tahun terjadi penurunan sebesar 92 ha (32.6%). Penurunan ini mengakibatkan berbagai dampak baik fisik seperti abrasi


(30)

dan sedimentasi, maupun dampak biologi seperti hilangnya zonasi mangrove dan habitat fauna mangrove. Selain itu, tangkap lebih terhadap penyu, kimah, teripang, ikan napoleon juga terjadi dan semuanya diperuntukkan bagi kepentingan ekonomi dan kebutuhan sosial penduduk. Namun, beberapa lokasi obyek wisata memiliki kualitas dan kuantitas terumbu karang yang baik dibanding kawasan yang dimanfaatkan untuk kegiatan perikanan (Zamani et al. 2007).

Kebijakan pengelolaan sumberdaya Kepulauan Togean khususnya di Gugus Pulau Batudaka yang dilakukan selama ini belum memberikan hasil yang nyata terhadap kesejahteraan masyarakat lokal dari sisi sosial ekonomi kegiatan wisata bahari karena kurangnya melibatkan masyarakat. Penetapan kawasan ini menjadi taman nasional juga menimbulkan keresahan masyarakat saat ini. Disamping itu, masih banyak terjadi kegiatan pemanfaatan sumberdaya yang sifatnya merusak. Hal ini menunjukkan ketidakberhasilan TNKT, pemerintah setempat dan masyarakat lokal dalam menangani berbagai permasalahan pengelolaan kawasan baik dalam penetapan zonasi maupun pemanfaatannya untuk berbagai kegiatan.

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan pokok yang perlu dijawab yaitu : 1 Bagaimana interaksi sifat ekologis perairan tehadap keterkaitan kesesuaian

pemanfaatan ruang serta berapa besar daya dukung lingkungan di zona pemanfaatan Gugus Pulau Batudaka untuk kegiatan wisata dan perikanan; 2 Bagaimana pengelolaan yang efektif dan lestari dalam pemanfaatan untuk

wisata dan perikanan yang terintegrasi secara spasial di kawasan tersebut. Adapun kerangka pemikiran integrasi wisata-perikanan dalam pengelolaan Gugus Pulau Batudaka tertera pada Gambar 1.


(31)

Gambar 1 Kerangka pemikiran model integrasi wisata-perikanan Gugus Pulau Batudaka

Sistem Sosial Ekologi Gugus Pulau Batudaka

Permasalahan : - Interaksi ekologis terhadap keterkaitan kesesuaian pemanfaatan ruang dan daya dukung lingkungan antara wisata dan perikanan? - Pengelolaan lestari?

Sesuai Sistem Sosial Ekologi

Valuasi ekonomi : - Wisata

- Perikanan

Kesesuaian ruang (GIS) Daya dukung (EFA)

Pemanfaatan Ruang Optimal

Kebijakan PPK Berkelanjutan

Model Integrasi Wisata-Perikanan di Gugus Pulau Batudaka

No (-)

Feed

b

a

ck

A

n

aly

si

s

Pendekatan DPSIR :

Analisis faktor-faktor penyebab tekanan terhadap ekosistem di Gugus Pulau Batudaka

Pemanfaatan Gugus Pulau Batudaka (Wisata, Perikanan dan lainnya) Potensi Sumberdaya dan

Sosial Ekonomi PPK

Analisis Sosial (CLSA, HANPPP)

Pengelolaan PPK

Verifikasi dan Validasi

No (-)

Model Dinamik

Yes (+)

Sesuai


(32)

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan utama penelitian adalah mendesain pemanfaatan ruang kawasan Gugus Pulau Batudaka berbasis sistem sosial ekologi secara berkelanjutan. Tujuan khusus penelitian :

1 Menganalisis interaksi sifat ekologis perairan dan mengestimasi daya dukung lingkungan dan sumberdaya kawasan Gugus Pulau Batudaka yang dapat dimanfaatkan bagi kegiatan wisata dan perikanan berkelanjutan; 2 Merumuskan pengelolaan wisata-perikanan yang terintegrasi secara spasial

di Gugus Pulau Batudaka. Manfaat penelitian adalah :

1 Tersedianya data dan informasi tentang kesesuaian pemanfaatan ruang untuk kegiatan wisata dan perikanan sesuai daya dukung lingkungan di Gugus Pulau Batudaka;

2 Sebagai salah satu acuan bagi pengambil kebijakan dalam perumusan dan pengimplementasian pengelolaan PPK di Kepulauan Togean;

3 Sebagai salah satu contoh pendekatan aplikasi model integrasi wisata-perikanan dalam pengelolaan PPK di Indonesia.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian adalah :

1 Penelitian difokuskan pada pendekatan DPSIR (Drivers–Pressures–

States–Impacts–Responses) untuk mengetahui keterkaitan faktor-faktor

penyebab terjadinya tekanan terhadap ekosistem dan kesesuaian pemanfaatan ruang (GIS) yang memberikan gambaran dampak aktivitas utama masyarakat terhadap tata guna lahan dan kondisi perairan di Gugus Pulau Batudaka;

2 Penilaian intensitas penggunaan wisata dan perikanan dalam hubungannya dengan kapasitas area di kawasan tersebut menggunakan pendekatan

Ecological Footprint Analysis/EFA, HANPP (Human Appropriation of

Net Primary Production), CLSA (Coastal Livelihood System Analysis)

serta valuasi ekonomi pemanfaatan Gugus Pulau yang diintegrasikan dengan optimasi model dinamik untuk kegiatan wisata dan perikanan secara berkelanjutan.


(33)

1.5 Kebaruan (Novelty)

Kebaruan dari penelitian berdasarkan kerangka pendekatan sistem sosial ekologi dengan mengintegrasikan faktor metabolisme sosial yang direpresentasikan berdasarkan daya dukung ekologis (EF, HANPP) dan analisis temporal kesesuaian menghasilkan adaptif zoning bagi pemanfaatan wisata dan perikanan sebagai alat bantu desain tata letak pemilihan kawasan wisata, perikanan di PPK.

Inti dari kerangka pemikiran-analisis (Core of Analytical Framework) yakni pendekatan sistem sosial ekologi menggunakan DPSIR untuk penggalian isu dan permasalahan pemanfaatan Gugus Pulau Batudaka yang dijabarkan melalui respon sosial, ekonomi, dan ekologi menggunakan metode analisis yang sesuai, maka keterbatasan (limitation) dalam penelitian tertera pada tabel berikut. Tabel 1 Keterbatasan (limitation) yang ada di metode penelitian

No. Metode Keterbatasan

1 DPSIR Tidak semua unsur yang difokuskan pada masalah

penelitian dapat tercakup dengan cepat dan mudah, terutama semua komponen masyarakat tidak dapat duduk bersama yang berimplikasi pada kebutuhan maupun penurunan respon (sosial, ekonomi, dan ekologi).

2 Kesesuaian pemanfaatan (GIS)

Pemanfaatan ruang untuk kegiatan budidaya rumput laut memerlukan analisis temporal yang lebih detail berkaitan waktu pemeliharaan.

3 TEF, FEF Ketersediaan data sekunder untuk wisata dan perikanan yang terbatas.

4 HANPP Data produksi ikan di kawasan studi

5 CLSA Implementasi pengembangan mata pencaharian

masyarakat berbasis insentif

6 Valuasi ekonomi Ketersediaan data primer dan sekunder untuk wisata, perikanan

7 Analisis dinamik Kelambatan waktu (delay time) pertumbuhan populasi penduduk dan ikan tidak dipertimbangkan dalam model karena hal tersebut merupakan kajian tersendiri;


(34)

(35)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau Kecil (PPK)

Secara umum pulau-pulau kecil atau gugusan pulau-pulau kecil adalah kumpulan pulau-pulau yang secara fungsional saling berinteraksi dari sisi ekologis, ekonomi, sosial dan budaya, baik secara individual maupun secara sinergis dapat meningkatkan skala ekonomi dari pengelolaan sumberdayanya. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyatakan bahwa pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2 000 km2 beserta kesatuan ekosistemnya.

Secara ekologis pulau kecil terpisah dari pulau induk (mainland island), memiliki batas fisik yang jelas dan terpencil sehingga bersifat insular, memiliki sejumlah biota endemik, keanekaragaman biota yang tipikal dan bernilai ekonomis tinggi. Pulau kecil memiliki daerah tangkapan air (water catchment area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat bersifat khas dibandingkan dengan pulau induknya (DKP 2001).

Ada tiga kriteria tentang batasan PPK yaitu : 1) batasan fisik pulau (luas pulau), 2) batasan ekologis, proporsi spesies endemik dan terisolasi, dan 3) keunikan budaya. Selain kriteria tersebut, indikasi besar-kecilnya pulau terlihat dari kemandirian penduduknya dalam memenuhi kebutuhan pokok (Dahuri 1998). Bengen dan Retraubun (2006) menggolongkan pulau berdasarkan proses geologinya :

1. Pulau Benua (Continental Island), terbentuk sebagai bagian dari benua dan setelah itu terpisah dari daratan utama, tipe batuan kaya akan silika. Biota yang terdapat dalam tipe ini sama dengan yang terdapat di daratan utama; 2. Pulau Vulkanik (Volcanic Island), terbentuk dari kegiatan gunung berapi

yang timbul perlahan-lahan dari dasar laut ke permukaan. Tipe batuan dari ini adalah basalt, silika (kadar rendah);

3. Pulau Karang Timbul (Raised Coral Island) terbentuk oleh terumbu karang yang terangkat ke atas permukaan laut karena proses geologi. Jika


(36)

proses ini berlangsung terus, maka karang yang timbul ke permukaan laut berbentuk teras-teras seperti sawah di pegunungan;

4. Pulau Daratan Rendah (Low Island), adalah pulau dengan ketinggian daratannya dari muka laut rendah. Pulau-pulau dari tipe ini paling rawan terhadap bencana alam, seperti angin taufan dan tsunami;

5. Pulau Atol (Atolls) adalah pulau karang yang berbentuk cincin, umumnya adalah pulau vulkanik yang ditumbuhi oleh terumbu karang yang berbentuk fringing reef kemudian menjadi barrier reef dan akhirnya menjadi pulau atol.

Hehanusa (1993) membuat klasifikasi PPK di Indonesia berdasarkan morfologi dan genesis pulau yaitu : (1) Pulau Berbukit dan, (2) Pulau Datar. Pulau Berbukit terdiri atas : Pulau Vulkanik, Pulau Tektonik, Pulau Teras Terangkat, Pulau Petabah (monadnock) dan Pulau Gabungan. Pulau Datar terdiri atas : Pulau Aluvium, Pulau Koral dan Pulau Atol yang memiliki luas daratan lebih kecil dari 50 km2. Ongkosongo (1998) lebih menekankan pada proses pembentukan pulau tersebut, yaitu:

1 Penurunan muka laut, contohnya, P. Akat, P. Sekikir, P. Abang Besar di Kepulauan Riau;

2 Kenaikan muka laut, contohnya Kepulauan Lingga, P. Batam, P. Karimun Kecil, juga di Kepulauan Riau;

3 Tektonik, zona penunjaman (subduction), contohnya P. Christmas, P. Nias 4 Tektonik, zona pemekaran (spreading), contohnya Kepulauan Hawai; 5 Amblesan daratan, contohnya P. Digul;

6 Erosi, contohnya P. Popole di Jawa Barat;

7 Sedimentasi contohnya : pulau-pulau di Segara Anakan, P. Bengkalis; 8 Volkanisme, contohnya P. Krakatau, P. Ternate, P. Manado Tua; 9 Biologi, biota terumbu karang dan asosiasinya, contoh di Kep. Seribu; 10 Biologi, Biota lain (mangrove, lamun dan lain-lain), contohnya P. Karang

Anyar, P. Klaces, dan P. Mutean di Segara Anakan;

11 Pengangkatan Daratan, contohnya P. Manui di Sulawesi Tengah; 12 Buatan Manusia, contohnya Lapangan Udara Kansai Osaka Jepang; 13 Kombinasi berbagai proses, contohnya P. Rupat.


(37)

Karakteristik PPK yang dibandingkan dengan pulau besar dan benua berdasarkan karakteristik geografis, geologi, biologi, dan ekonomi (Tabel 2).

Tabel 2 Karakteristik geografi, geologi, biologi dan ekonomi pulau kecil, pulau besar, dan benua

Pulau Kecil Pulau Besar Benua

Karakteristik Geografis

 Jauh dari benua  Dekat dari benua Area sangat besar

 Dikelilingi oleh laut luas  Dikelilingi sebagian oleh laut

yang sempit

Suhu udara bervariasi

 Area kecil  Area besar Iklim musiman

 Suhu udara stabil  Suhu udara agak bervariasi

 Iklim sering berbeda dengan pulau besar terdekat

 Iklim mirip benua terdekat

Karakteristik Geologi  Umumnya karang atau

vulkanik

 Sedimen atau metamorphosis

Sedimen atau metamorfosis

 Sedikit mineral penting  beberapa mineral penting beberapa mineral penting

 Tanahnya porous/ permeabel  Beragam tanahnya Beragam tanahnya

Karakteristik Biologi Keanekaragaman hayati

teresterial rendah, namun memiliki sejumlah spesies endemik yang bernilai ekologis tinggi

 Keanekaragaman hayati sedang

Keanekaragaman hayati tinggi

 Keanekaragaman hayati laut tinggi, dengan laju pergantian jumlah jenis tinggi akibat perubahan lingkungan

 Pergantian spesies agak rendah

Pergantian spesies biasanya rendah

 Tinggi pemijahan massal hewan laut bertulang belakang

 Sering pemijahan massal hewan laut bertulang belakang

Sedikit pemijahan massal hewan laut bertulang belakang

Karakteristik Ekonomi  Sedikit sumberdaya daratan  Sumberdaya daratan agak

luas

Sumberdaya daratan luas

 Sumberdaya laut lebih penting

 Sumberdaya laut lebih penting

Sumberdaya laut sering tidak penting

 Jauh dari pasar  Lebih dekat pasar Pasar relatif mudah

Sumber : Modifikasi Salm et al. (2000) dalam Bengen dan Retraubun (2006)

2.2 Sistem Ekologi dan Ekonomi Pulau-Pulau Kecil

Menurut Briguglio (1995) karakteristik PPK yang unik yaitu berukuran kecil, terisolasi, ketergantungan, rentan dan secara ekonomi hal ini tidak menguntungkan karena akan menimbulkan keterbatasan sokongan sumberdaya, ketergantungan kisaran diversifikasi produk, keterbatasan mempengaruhi perubahan harga produk, keterbatasan kompetensi lokal dan pengembangan skala


(38)

ekonomi. Faktor isolasi akan mengakibatkan tingginya biaya transpor per unit serta ketidakpastian suplai, namun beberapa pulau yang telah dikembangkan untuk pariwisata seperti di Kepulauan Maldive, Fiji, Karibia, keterbatasan tersebut dapat diatasi secara ekonomi (Ghina 2003). Maldive yang telah berkembang sebagai negara pariwisata bahari dikunjungi sekitar 500 000 turis setiap tahunnya. Kepulauan Karibia mampu mengembangkan pariwisata bahari berbasis pulau-pulau kecil dengan kontribusi 12% bagi PDB dari kunjungan 100 juta turis setiap tahunnya. Pulau kecil Newfoundland (Kanada), dan Texel (Belanda), dikembangkan sebagai sumber energi berbasis tenaga matahari dan angin, budidaya perikanan dan pertanian, serta pariwisata.

PPK cenderung rentan terhadap bencana alam. Sifat rentan dimaksudkan karena memiliki kerapuhan ekologis (ecological fragility). Ghina (2003) merangkum dari berbagai sumber mengenai karakteristik pengelolaan PPK berdasarkan sifat kerentanannya yaitu karena keterpencilan, ukuran fisik kecil, kerapuhan dan keunikan ekologis, pertumbuhan populasi manusia yang cepat dan kepadatan tinggi, sumber alam yang terbatas terutama daratannya, ketergantungan tinggi pada sumberdaya laut, peka dan mudah terekspose akibat bencana alam, peka terhadap naiknya permukaan air laut dan perubahan iklim. Karakteristik lainnya yakni pasar domestik kecil, ketergantungan barang ekspor dan impor yang tinggi, ketidak-mampuan untuk mempengaruhi harga internasional, tingginya biaya/unit pengangkutan, marginal, ketidakpastian persediaan barang, harus menyimpan sejumlah besar barang, kerentanan perdagangan : ketergantungan tinggi pada pajak perdagangan, industri domestik yang rentan, ketergantungan pada pilihan/preferensi perdagangan, pembatasan pada kompetisi domestik, berbagai kesulitan dalam menarik investasi langsung dari luar, peluang investasi dan jasa komunikasi terbatas, permasalahan administrasi pemerintahan, ketergantungan pada keuangan eksternal. Kaly et al. (2004) menambahkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan kerentanan tersebut karena bencana alam, masalah perbatasan, migrasi, kerusuhan, pemisahan secara geografis, pemanfaatan ekonomi, pasar internal yang kecil dan kerusakan sumberdaya.

Prinsip utama pembangunan PPK secara terpadu dan berkelanjutan, harus mempertimbangkan kriteria ekologi, ekonomi, dan sosial (Kay dan Alder 2005).


(39)

Hal ini didasarkan pada karakteristik dan dinamika PPK yang merupakan suatu sistem dinamis saling terkait antara sistem komunitas manusia dengan sistem alam sehingga kedua sistem inilah yang bergerak dinamik dalam kesamaan besaran, untuk itu diperlukan integrasi pengetahuan dalam implementasi pengelolaan PPK. Integrasi inilah yang dikenal dengan paradigma Social Ecological System (SES) (Adrianto dan Aziz 2006). Pemikiran alternatif yang memberikan penjelasan bagaimana sistem ekonomi bekerja dalam sebuah delineasi ekosistem sangat diperlukan. Arus pemikiran utama ecological economics (EE) yang berkaitan dengan nilai lebih (surplus value) dalam konteks keterbatasan ekosistem yakni memfokuskan diri pada hubungan yang kompleks, non-linier dengan waktu yang lebih panjang antara sistem alam dan sistem ekonomi. Komitmen normatif dari arus pemikikan utama EE adalah berusaha mewujudkan terciptanya “masyarakat yang bukan tanpa batas” (frugal society), dalam arti bahwa kehidupan masyarakat berada dalam keterbatasan sistem alam baik sebagai penyedia sumberdaya maupun penyerap limbah (Adrianto 2004). Paradigma SES membicarakan unit ekosistem seperti wilayah pesisir PPK, ekosistem mangroves, terumbu karang dan lainnya berasosiasi dengan struktur dan proses sosial yang ada di mana aspek sistem alam (ekosistem) dan sistem manusia tidak dapat dipisahkan.

Pengelolaan pendekatan ekosistem di pesisir dan PPK dapat dinyatakan sebagai suatu simbiosis pandangan yang respek kepada sistem alam, yang mengintegrasikan pandangan ekonom, enjinir, dan ekolog, untuk bersama-sama untuk melindungi fungsi sistem alam untuk secara terus menerus menghasilkan jasa-jasa ekosistemnya. Begitu pula sebaliknya para ekonom/enjinir senantiasa membutuhkan ekolog, dengan maksud jika terjadi penurunan jasa sumberdaya alam maka akan menghasilkan pula penurunan nilai ekonomi ekosistem tersebut dan berimplikasi pada penurunan kesejahteraan sosial. Kedua pandangan ini dapat dianalogikan sebagai suatu potret perpaduan pandangan Charles Darwin (ekolog)– Adam Smith (ekonom). kolaboratif, dalam suatu area geografik dengan multifaktor eksternal/internal yang terkait indikator kunci pengelolaan pendekatan ekosistem adalah membangun keberlanjutan keseimbangan ekologis dan sosio-ekonomi. Pendekatan ini menjadi prinsip dasar pemandu dalam strategi perencanaan untuk wilayah Pesisir PPK. Pemangku kepentingan terlibat secara


(40)

kolaboratif dalam perencanaan, sehingga bagi mereka akan bermanfaat dan dapat mengerti dan memprediksi adaptasi pengelolaan ke depan (Nganro dan Suantika 2009). Pemilihan pendekatan ekosistem ini berdasarkan kompleksitas sebagai proses interaksi, interkoneksi, jejaring, dinamik dan adaptif. Perubahan paradigma tersebut tertera pada Gambar 2.

Gambar 2 Perbandingan antara paradigma pengelolaan saat ini dengan

pengelolaan berdasarkan pendekatan ekosistem (Nganro dan Suantika 2009)

Pengelolaan pesisir pulau-pulau kecil dengan ’Konsep Ekosistem’ adalah lebih tepat dewasa ini digunakan sebagai falsafah dasar untuk pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia, karena merupakan konsep induk dengan perspektif lebih luas, integratif, mencakup proses interaksi dinamika lingkungan hidup, ruang, wilayah, kawasan dan lain-lain, secara saintifik terukur dan terprediksi, dan telah diadopsi luas oleh negara-negara maju di dunia dan negara-negara lain anggota PBB, khususnya yang tergabung dalam Small Islands Development

States/SIDS (Bass and Dalal-Clayton 1995). Informasi ekologis dalam Tabel 3

menunjukkan bahwa di wilayah pesisir perairan laut dangkal (perairan teritorial) dari pantai sampai kedalaman 200 m, merupakan wilayah yang paling produktif karena pengaruh kontribusi interaksi dari darat, tetapi perairan ini sangat rentan dari dampak degradasi akibat aktivitas manusia. Adapun produktivitas di perairan laut Zona Ekonomi Eksklusif (kedalaman >200 m) sangat dipengaruhi oleh produktivitas perairan dangkal.


(41)

Tabel 3 Potensi kemampuan, pemanfaatan jasa, dan ancaman pada ekosistem di sub-wilayah pesisir pulau-pulau kecil

Sub-wilayah

Penjelasan Potensi Kemampuan Jasa Ekosistem Pemanfaatan Jasa Ekosistem Ancaman 1) Pantai berpasir

di pantai terbuka, jauh dari muara sungai (estuari)

tempat bersarang penyu

rekreasi konservasi perusakan habitat, tambang pasir, tumpahan minyak

2) Pantai berbatu

terbuka kena ombak Kaya biodiversitas Rekreasi Erosi pantai

3) Terumbu karang

di perairan jernih, perairan dangkal, kedalaman 200 m; sangat peka kekeruhan, kenaikan suhu, pencemaran, sedimentasi; Jika terumbu karang hidup sehat meluas, pertanda banyak ikan tuna.

sangat produktif, tempat berbiak, berlindung ikan kerapu, tuna, kakap, udang, penyu, biota laut lain, rumput laut

Konservasi,

pariwisata, perikanan perlindungan pantai, pulau- pulau kecil dari gelombang besar dan kenaikan muka laut

tangkapan ikan berlebih, racun ikan, pemboman,

penambangan karang, erosi dari penggundulan vegetasi di darat

4) Padang lamun rumput laut

terdapat di antara terumbu karang dan mangrove (bakau)

sangat produktif, tempat berbiak, tumbuh, berlindung ikan, udang, kepiting dan biota laut lain, kaya nutrisi alami

sumber makanan, farmasi, kosmetik, industri biotek, dan sumber energi biofuel.

Tangkapan ikan berlebih, perusakan karang dan mangrove, pencemaran minyak, sedimentasi

5) Pantai berlumpur

terdapat di sekitar muara sungai (estuari), atau delta

produktivitas biologis tinggi, kaya siklus nutrisi.

Konservasi perusakan habitat,

pencemaran minyak. 6) Estuari/

Delta

pertemuan air tawar dan laut (perairan payau)

sangat produktif, kaya nutrisi, berbiak ikan, udang, kepiting, jalur pelayaran, akuakultur, perikanan tradisionil sampah, pencemaran banjir, sedimentasi 7)Mangrove (hutan bakau)

terdapat di sekitar muara sungai, tempat berlumpur, bau sulfur, perangkap debris sampah, kaya nutrisi, pencegah erosi, pelindung pantai

kaya udang, kepiting, udang; tempat beberapa mamalia, reptil, burung; produksi primer sangat tinggi

sumber kayu untuk konstruksi, reklamasi lahan, akuakultur, pariwisata, industri biotek dan perlindungan bentuk pantai tumpahan minyak, pestisida-pupuk dari pertanian, pembabatan kayu mangrove, pembukaan tambak berlebihan 8) Hutan rawa pasang surut sepenuhnya mangrove atau didominasi tumbuhan nipah

siklus nutrisi tinggi, tempat makan ikan, udang, kepiting saat pasang naik, perangkap sedimen

sumber kayu, rumah tradisional, reklamasi lahan basah, tempat akuakultur dan sumber gula atau bioethanol tumpahan minyak pestisida-pupuk berlebih dari pertanian, pembabatan nipah/bakau 9) Laguna agak tertutup, sedikit

terbuka, jalan masuk dari laut dapat berubah-ubah

produktivitas ikan, udang, kepiting, tempat berbiak secara alami biota laut lain

pariwisata, navigasi, tangkap ikan, budidaya. pencemaran 10) Pulau- Pulau Kecil

Terdiri dari gosong karang, pulau karang muncul, atol, vulkanik; pulau benua; ukuran luas kurang dari 2 000 km2. Jumlah seluruh Indonesia > 17 000 ragam pulau-pulau.

masing-masing pulau dianggap mempunyai ekosistem unik.

pariwisata, pemukiman, stasiun pengamat, pertanian subsisten, marikultur sumber bioindustri masa depan, termasuk

biofood & biofuel.

air tanah minim, intrusi air laut; limbah; penduduk padat; Penebangan vegetasi, pemanasan global, lenyapnya pulau- pulau kecil akibat kenaikan muka laut 15-19 mm/tahun. Sumber : Bass dan Dalal-Clayton (1995)


(42)

Keberadaan ekosistem yang sehat pasti akan menghasilkan jasa-jasa ekosistem. Indikasi ini sesungguhnya mengandung komponen-komponen jasa yang diperlukan untuk kehidupan manusia dan mahluk lainnya di wilayah pesisir. Jasa-jasa ekosistem tersebut dapat menjadi motor penggerak keberlanjutan kegiatan ekonomi masyarakat. Jasa-jasa ekosistem sehat yang dapat diperoleh masyarakat (Millennium Ecosystem Assessment 2005), meliputi: (1) Keamanan dalam hal kenyamanan individu masyarakat karena makanan tercukupi; akses terpenuhi untuk memperoleh sumberdaya hayati laut; aman dari bencana karena lingkungan disekitarnya tidak rusak; (2) Kebutuhan dasar masyarakat terpenuhi untuk berkehidupan, misalnya mata pencaharian mudah karena ikan melimpah; makanan bergizi terpenuhi; pemukiman sehat; akses mudah untuk mendapatkan barang-barang yang diperlukan; (3) Kondisi kesehatan masyarakat baik, kuat, sehat, mudah mendapatkan air dan udara bersih; (4) Hubungan sosial baik, saling menghormati dan mempunyai kemampuan saling membantu satu dengan lainnya.

Holling (1986) menyatakan bahwa tantangan pengelolaan sumberdaya alam saat ini adalah semakin besarnya perubahan ekologis dan sosial yang menyebabkan munculnya kejutan-kejutan dan ketidakpastian yang semakin tinggi. Pesisir dan pulau kecil merupakan sebuah sistem dimana aspek ekologi dan aspek sosial terkait sangat erat dan merupakan sebuah sistem yang terintegrasi. Kedua aspek ini memiliki kompleksitas dan terus berubah dimana keduanya bersifat non-linier dan menempati batas tertentu dalam dinamikanya (Folke et al. 2002).

Pengelolaan pesisir dan PPK sebagaimana dengan pengelolaan sumberdaya lain umumnya masih didasarkan pada asumsi adanya daya dukung ekosistem untuk menghasilkan produksi dan jasa lingkungan secara terus menerus, dan kegiatan produksi dapat dikontrol sepenuhnya. Gunderson et al. (1995) menyatakan bahwa simplifikasi lansekap darat dan laut untuk produksi sumberdaya tertentu dalam jangka pendek memang dapat menyuplai kebutuhan pasar, tetapi dengan pengorbanan penurunan diversitas umumnya pengelola sumberdaya berupaya untuk mengontrol proses perubahan pada lansekap tersebut untuk menstabilisasi output dari ekosistem dan mempertahankan pola konsumsi manusia (Holling dan Meffe 1996).


(43)

Pentingnya keberadaan ekosistem terumbu karang bagi manusia dapat dilihat dalam fungsi ekologisnya bagi biota laut dan lingkungan sekitarnya. Adapun produk barang dan jasa yang menghasilkan manfaat/ nilai ekonomi (Tabel 4).

Tabel 4 Fungsi ekologis barang dan jasa dari ekosistem terumbu karang Barang dan Jasa Fungsi Ekologis

Sumberdaya terbarui Produk makanan laut, material dasar dan obat-obatan, material dasar lainnya (seperti rumput laut), bahan souvenir dan perhiasan, koleksi karang dan ikan hidup untuk perdagangan akuarium

Penambangan terumbu karang Pasir untuk bangunan dan jalan

Jasa struktur fisik Perlindungan garis pantai, membentuk daratan, mendukung pertumbuhan mangrove dan lamun, pembangkitan pasir karang

Jasa biotik (di dalam ekosistem) Merawat habitat, pustaka genetik dan biodiversitas, regulasi fungsi dan proses ekosistem, merawat daya lentur kehidupan Jasa biotik (antar ekosistem) Mendukung kehidupan ”mobile link’, ekspor produksi organik

seperti jaring makanan (food web) pelagis

Jasa bio-geo-kimia Fiksasi Nitrogen, Kontrol neraca CO2/Ca, asimilasi limbah Jasa informasi Memantau dan rekaman polusi, pengawasan iklim

Jasa sosial dan budaya Dukungan rekreasi, turisme, nilai estetika dan inspirasi artistik, kelangsungan mata pencaharian masyarakat, dukungan budaya, nilai spiritual dan reliji

Sumber : diadopsi dari Moberg dan Folke (1999)

Potensi Ekonomi Sumberdaya Ekosistem Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil seperti yang diinformasikan oleh Costanza et al. (1997) tentang perkiraan kasar

Global Economic Values of Annual Ecosystem Services” tertera pada Tabel 5.

Tabel 5 Perbandingan nilai ekonomi yang dihasilkan oleh beberapa tipe ekosistem dan jasa utama yang diperankan

Tipe Ekosistem Nilai per Ha (US$/tahun)

Nilai Global (milyar $/tahun)

Jasa Utama

Estuari 22 832 4 100 Siklus nutrient

Rawa 19 580 3 231 Suplai air dan gangguannya

Padang lamun 19 004 3 801 Siklus nutrien, makanan

Mangrove/intertidal 9 990 1 649 Penanganan lembah dan gangguannya

Danau, Sungai 8 498 1 700 Regulasi air

Terumbu Karang 6 075 375 Wisata

Hutan Tropis 2 007 3 813 Regulasi iklim, Siklus nutrien, material

kasar

Pesisir 1 610 4 283 Siklus nutrient

Hutan subtropics 302 894 Regulasi iklim, siklus nutrient

Laut terbuka 252 8 381 Siklus nutrient

Padang rumput 232 906 Penanganan limbah

Lahan tanaman 92 128 Makanan

Padang pasir - - 1 925 Juta Ha

Tundra - - 74.3 Juta Ha

Kutub - - 1 640 Juta Ha

Urban - - 332 Juta Ha


(44)

Tabel 6 Perkiraan nilai ekonomi sumberdaya perikanan

Komoditi Potensi (Ribu Ton/tahun)

Perkiraan Nilai (US$ Juta/tahun)

Perikanan Tangkap Laut 5 006 15 101

Tangkap Perairan Umum 356 1 068

Budidaya Laut (Mariculture) 46 700 46 700

Budidaya Tambak 1 000 10 000

Budidaya Air Tawar 1 039 5 195

Industri Biotek Laut - 4 000

Total Nilai 82 064

Sumber : Adrianto dan Wahyudin (2007)

Berdasarkan data LIPI, terdapat luas ekosistem terumbu karang di Indonesia sekitar 85 700 ha. Perhitungan kasar dapat ditaksir potensi wisata laut pada ekosistem ini mencapai US$ 520.6 Juta per-tahun. Terumbu karang di Perairan Nusantara ini mencakup fringing reef seluas 14 542 km2; barrier reefs

(50 223 km2); oceanic platform reefs (1 402 km2) dan atolls (19 540 km2). Pada

World Ocean Conference (WOC) di Manado 2009, menyebutnya Perairan

Nusantara (terutama di Wilayah Indonesia Timur) sebagai Coral Triangle of the

World, karena terdapat biodiversitas karang 500-600 spesies yang terbesar di

dunia sehingga di wilayah perairan ini menjadi pusat produktivitas ikan tuna dunia. Selanjutnya, luas perairan dangkal nasional yang cocok untuk budidaya laut (rumput laut, ikan kerapu, kakap, baronang, kerang) sekitar 24.5 juta ha (DKP 2002). Jika ditaksir kasar berdasarkan nilai yang dihitung oleh Costanza et al. (1997), maka dapat diperkirakan potensi nilai ekonomi ekosistem perairan tersebut (as coastal shelf) adalah sekitar US$ 39.4 Milyar per tahun (Nganro dan Suantika 2009).

2.3 Konservasi Sumberdaya Pulau-pulau Kecil

Dalam Agenda 21 disebutkan bahwa untuk pengembangan pulau kecil diperlukan pengelolaan yang terintegrasi untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan serta perlindungan atas habitat dan sumberdaya alam. Dalam arti, skema pengelolaan membutuhkan penyatuan dalam hal dimensi ekologi, sosial-ekonomi dan budaya, sosial politik dan kelembagaan. Prasyarat dalam dimensi ekologi :


(45)

1 Aktivitas harus didasari perimbangan ekologi dan perencanaan spatial serta perencanaan penggunaan lahan merupakan puncak aktivitas yang sangat penting;

2 Kegiatan yang ada saat ini dan di masa mendatang harus terencana dan dikelola agar limbah yang dihasilkan di bawah kapasitas asimilasi lokal; 3 Sumberdaya alam yang dapat diperbaharui tidak dieksploitasi di atas kapasitas

regenerasi.

Dimensi sosial ekonomi dan budaya, pembangunan harus menyediakan kebutuhan dasar manusia dan pelayanannya dalam kerangka kapasitas regenerasi ekosistem asli. Dimensi sosial politik, aktivitas masa depan harus menjamin pengikutsertaan luas dari masyararakat dan bentuk partisipasi aktif pada setiap pengambilan keputusan. Dimensi kelembagaan, instansi pemerintah bertanggung jawab dalam integrasi dan koordinasi pembangunan kepulauan kecil dengan undang-undang maupun peraturan yang menjamin pelaksanaan yang bijaksana setiap aktivitas pembangunan yang dijalankannya. Instansi ini perlu menjabarkan tingkatan kompensasi masalah lingkungan dan pengelolaan sumberdaya alam, serta mempunyai kemampuan untuk berkerjasama dengan pihak luar (Cincin-Sain

et al. 2002).

Departemen Kelautan dan Perikanan (2001) telah menetapkan kebijakan mencakup 3 (tiga) aspek penting sebagai implementasi pengelolaan pulau kecil dan wilayah pesisir secara terpadu, yaitu :

1 Kebijakan tentang hak-hak atas tanah dan wilayah perairan pulau kecil. Aspek yang paling penting dalam kebijakan ini adalah bahwa untuk PPK dan wilayah perairannya yang dikuasai/dimiliki/ diusahakan oleh masyarakat hukum adat, maka kegiatan pengelolaan sepenuhnya berada di tangan masyarakat hukum adat itu sendiri. Oleh sebab itu, setiap kerjasama pengelolaan pulau-pulau kecil antara masyarakat hukum adat dengan pihak ketiga harus didasarkan pada kesepakatan yang saling menguntungkan dengan memperhatikan daya dukung lingkungan dan kelestarian sumberdaya.

2 Kebijakan pemanfaatan ruang pulau kecil. Dalam pemanfaatan ruang pulau faktor penting yang perlu diperhatikan di antaranya adalah :


(46)

a Tingkat kerentanan terhadap bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan ekologi,

b Ketersediaan sarana prasarana, kawasan konservasi, endemisme flora dan fauna termasuk didalamnya yang terancam punah,

c Karakter sosial, budaya, dan kelembagaan masyarakat lokal, d Tata guna lahan dan pemintakatan (zonasi) laut,

e Tingkat pengelolaan suatu pulau kecil harus sebanding dengan skala ekonominya agar dapat diperoleh tingkat efisiensi yang optimal.

3 Kebijakan pengelolaan pulau kecil dan wilayah pesisir. Beberapa aspek penting dalam pengelolaan PPK yang perlu dipertimbangkan di antaranya adalah : keseimbangan/stabilitas lingkungan, keterpaduan kegiatan antar wilayah darat dan laut sebagai satu kesatuan ekosistem dan efisiensi pemanfaatan sumberdaya. Selain itu, pemerintah harus menjamin bahwa pantai dan perairan pulau-pulau kecil merupakan akses yang terbuka bagi masyarakat. Pengelolaan PPK yang dilakukan oleh pihak ketiga harus memberdayakan masyarakat lokal, baik dalam bentuk penyertaan saham maupun kamitraan lainnya secara aktif dan memberikan keleluasaan aksesibilitas terhadap PPK tersebut.

Secara umum, pengelolaan pembangunan harus mengacu pada kaídah pembangunan yang berkelanjutan. Beller (1990) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan di pulau kecil bergantung kepada seberapa besar jumlah penduduknya dapat mempertahankan kondisi sumberdaya alam, termasuk energi dan air, serta lingkungan ekosistem baik biofisik maupun tata nilai budaya. Salah satu upaya awal untuk mendorong dan mempertahankan dinamika pembangunan yang berkelanjutan di wilayah pesisir dan laut adalah melalui pengelolaan kawasan yang mempertimbangkan kondisi sumberdaya alam dan pemanfaatan yang tidak melebihi kapasitas daya dukung lingkungan yang dimilikinya. Konsep daya dukung lingkungan yang paling mendasar adalah menjelaskan hubungan antara ukuran populasi dan perubahan dalam sumberdaya dimana populasi tersebut berada. Hal tersebut diasumsikan bahwa terdapat suatu ukuran populasi yang optimal yang dapat didukung oleh sumberdaya tersebut. Daya dukung merupakan satu sistem manajemen diarahkan pada pemeliharaan atau restorasi dari ekologis dan kondisi sosial yang bisa diterima, disesuaikan


(47)

dengan sasaran manajemen area dimana tak satu pun sistem diarahkan pada manipulasi dari taraf penggunaannya (Hall dan Lew 1998), sertaberkaitan dengan wisata maka daya dukung wisata adalah jumlah maksimum orang yang berkunjung pada satu tujuan wisata dalam waktu yang sama tanpa merusak lingkungan fisik, ekonomi, dan sosial (WTO 1992).

Pembangunan merupakan suatu proses terjadinya perubahan dalam meningkatkan taraf kehidupan manusia tidak terlepas dari aktivitas pemanfaatan sumberdaya alam tersebut. Perubahan–perubahan yang terjadi dalam suatu sumberdaya suatu kawasan, baik yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, maupun yang terjadi secara alami (natural process) merupakan wujud dinamika adanya proses kehidupan di kawasan tersebut yang berdampak kepada kestabilan pada semua ekosistem kehidupan. Perencanaan pembangunan pada suatu kawasan pesisir harus didasari dengan konsep–konsep model kajian yang strategis dan efektif untuk menjamin keberlanjutan melalui pendekatan sistem ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat pesisir. Pembangunan berkelanjutan menjadi paradigma utama dalam khasanah dunia pengelolaan wilayah pesisir pada akhir abad 20 yang mendasari konsep berkelanjutan yaitu integritas lingkungan, efisiensi ekonomi, dan keadilan sosial (Kay dan Alder 2005). Konsep pengelolaan wilayah pesisir di dalam filosofinya mengenal prinsip keseimbangan antara pembangunan dan konservasi.

Menurut The Encyclopedia Americana, konservasi diartikan sebagai manajemen lingkungan yang dilakukan sedemikian rupa sehingga menjamin pemenuhan kebutuhan sumberdaya alam bagi generasi yang akan datang. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya menyatakan bahwa konservasi didefinisikan sebagai manajemen biosfer secara berkelanjutan untuk memperoleh manfaat bagi generasi sekarang dan generasi yang akan datang.

Kawasan pelestarian alam untuk kawasan laut dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan ini memiliki 2 (dua) bentuk kawasan perlindungan, yaitu Kawasan Taman Nasional dan Kawasan Taman


(1)

Lampiran 12 Series hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan dari beberapa jenis alat tangkap di perairan Gugus Pulau Batudaka (lokal)

Tahun

Pancing Jaring Insang Bubu

Catch (kg)

Effort

(trip) CPUE

Catch (kg)

Effort

(trip) CPUE

Catch (kg)

Effort

(trip) CPUE 2005 17 085 11 426

1.50

21 357 4 857

4.40 4 271 2 798

1.53 2006 15 859 11 582

1.37

19 824 4 852

4.09 3 965 2 810

1.41 2007 14 414 11 050

1.30

18 018 4 699

3.83 3 604 2 853

1.26 2008 14 464 11 321

1.28

18 080 4 942

3.66 3 616 2 908

1.24 2009 15 528 12 109

1.28

19 410 5 072

3.83 3 882 2 605

1.49 Total 77 351 57 488

6.73 96 689

24 422 19.80 19 338 13 974 6.93 Rataan 15 470 11 498

1.35 19 338

4 884

3.96 3 868 2 795 1.39

Nilai Fishing Power Index (FPI), Total Effort dan CPUE Standar

Tahun FPI Standardisasi

Pancing Jaring. Insang Bubu C.Total (kg) Effort (trip) CPUE 2005 1 2.94 1.02 42 714 28 565 1.50

2006 1 2.98 1.03 39 647

28 955 1.37 2007 1 2.94 0.97 36 036

27 625 1.30 2008 1 2.86 0.97 36 161

28 303 1.28 2009 1 2.98 1.16 38 820

30 273 1.28

Total 5 14.71 5.15 193 377

143 720 6.73 Rataan 1 2.94 1.03 38 675


(2)

Lampiran 13 Series hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan dari beberapa jenis alat tangkap di perairan Kabupaten Tojo Una-Una (regional)

Tahun

Pancing Jaring Insang Bubu

Catch (ton)

Effort

(trip) CPUE

Catch (ton)

Effort

(trip) CPUE

Catch (ton)

Effort

(trip) CPUE 2003 2 484 7 044 0.3527 4 969 71 450 0.0695 828.14 21 643 0.0383 2004 2 186 6 903 0.3167 4 373 76 341 0.0573 728.80 24 143 0.0302 2005 2 313 7 659 0.3020 4 626 82 414 0.0561 770.99 24 689 0.0312 2006 2 338 7 040 0.3321 4 676 85 622 0.0546 779.30 28 643 0.0272 2007 2 731 7 490 0.3646 5 461 88 302 0.0618 910.20 27 543 0.0330 2008 2 600 8 235 0.3157 5 199 90 509 0.0574 866.50 29 453 0.0294 2009 1 905 8 926 0.2135 3 811 92 425 0.0412 635.16 24 353 0.0261 Total 16 557 53 297 2.1972 33 115 587 063 0.3981 5519 180 467 0.2154 Rataan 2 365 7 614 0.3139 4 731 83 866 0.0569 788.44 25 781 0.0308

Nilai Fishing Power Index (FPI), Total Effort dan CPUE Standar

Tahun FPI Standardisasi

Pancing Jaring. Insang Bubu C.Total (ton) Effort (trip) CPUE 2003 1 0.1972

0.1085 8 281 23 482 0.3527 2004 1 0.1808

0.0953 7 288 23 010 0.3167 2005 1 0.1859

0.1034 7 710 25 529 0.3020 2006 1 0.1644

0.0819 7 793 23 467 0.3321 2007 1 0.1696

0.0906 9 102 24 967 0.3646 2008 1 0.1820

0.0932 8 665 27 450 0.3157 2009 1 0.1932

0.1222 6 352 29 753 0.2135 Total 7 1.2731

0.6952 55 191 177 657 2.1972 Rataan 1 0.1819

0.0993 7 884 25 380 0.3139


(3)

Lampiran 14 Estimasi konsumsi ikan impor dan konsumsi nyata di Gugus Pulau Batudaka

Tahun

Konsumsi Aktual Loka11 (ton)

Penduduk

Konsumsi potensial1 (kg/kapita)

Konsumsi Potensial (ton)

Estimasi impor2 (ton)

Estimasi Impor konsumsi dari hasil tangkap3 (ton)

Expor4 (ton)

Konsumsi Nyata (ton)

2001 245 11325 22.40 253.68 9.06 11.51 2.53 254

2002 255 11346 22.64 256.87 1.59 2.02 0.10 257

2003 241 11710 22.60 264.65 24.01 30.49 10.70 260

2004 261 11592 22.58 261.75 0.46 0.59 4.80 257

2005 294 12287 24.50 301.03 6.76 8.58 7.80 295

2006 312 12476 25.94 323.63 11.35 14.42 5.70 321

2007 333 12811 28.28 362.30 29.21 37.10 4.04 366

2008 370 13106 29.98 395.92 26.15 33.21 9.00 394

Rata-Rata 288.90 12081.63 24.87 302.48 13.57 17.24 5.58 300.56

Keterangan : 1 Perhitungan berdasarkan data konsumsi ikan/kapita/tahun (DKP 2010) 2 IMt = (Kons pot – Kons Akt) x Penduduk tahun t

3 Koef tangkap, 27% dari total produksi (Wada 2002) 4 Data ekspor ikan BPS Kab. Tojo Una-Una (2005, 2009)


(4)

Lampiran 15 Formulasi model integrasi wisata dan perikanan di Gugus Pulau Batudaka

Sector Wisata

Jml_Wisatawan(t) = Jml_Wisatawan(t - dt) + (Total_BC_ha - EF_ha\cap\th) * dtINIT Jml_Wisatawan = 3000

INFLOWS: Total_BC_ha =

BC_Buit_up+BC_Cropland+BC_Energy_ha+BC_Forest+BC_Pasture+BC_sea_spac e

OUTFLOWS: EF_ha\cap\th =

(Foot_Builtup_ha\kap\th+Foot_Food_&_Fibre+foot_Energy_ha\kap\th)*Jml_Wisata wan

BC_Buit_up = Exist_Builtup_ha*YF_Built_up BC_Cropland = Exist_Crop_area_ha*YF_Cropland_ BC_Energy_ha = Exist_area_ha*YF_Energy

BC_Forest = exist_forest_area_ha*YF_Forest BC_Pasture = exist_pasture_area_ha*YF_Pasture BC_sea_space = Exist_sea_area_ha*YF_Fishery cropland\ha\kap\th = 0.0758

Exist_area_ha = 2.38 Exist_Builtup_ha = 19.54 Exist_Crop_area_ha = 453.28 exist_forest_area_ha = 1839.6 exist_pasture_area_ha = 173.3 Exist_sea_area_ha = 2610 Foot_Aktivitas =

(Luas_Area_Dive/Jml_Wisatawan/Lama_wisata)+(Luas_Area_Snork/Jml_Wisatawa n/Lama_wisata)+(Luas_Wst_Pantai/Jml_Wisatawan/Lama_wisata)

Foot_Builtup_ha\kap\th =

Foot_Aktivitas+Foot_Jalan+Foot_Pelabuhan+Foot_Penginapan foot_Energy_ha\kap\th = kons_Energy_GJ\kap/Jml_Energy_GJ\ha\th Foot_Food_&_Fibre =

cropland\ha\kap\th+forest_ha\kap\th+Pasture_ha\kap\th+Sea_space_ha\kap\th Foot_Jalan = Luas_Jalan_ha/Jml_Wisatawan/Lama_wisata

Foot_Pelabuhan = Luas_Pelab/Jml_Wisatawan/Lama_wisata

Foot_Penginapan = Luas_Penginapan_ha/Jml_Wisatawan/Lama_wisata forest_ha\kap\th = 0.0452

Jml_Energy_GJ\ha\th = 2.38

kons_Energy_GJ\kap = 667/Jml_Wisatawan/Lama_wisata Lama_wisata = 5


(5)

Luas_Area_Dive = 78.7 Luas_Area_Snork = 129.4 Luas_Jalan_ha = 18.36 Luas_Pelab = 0.43

Luas_Penginapan_ha = 1.16 Luas_Wst_Pantai = 68.55 Pasture_ha\kap\th = 0.0387 Sea_space_ha\kap\th = 0.0550 YF_Built_up = 1

YF_Cropland_ = 1.7 YF_Energy = 1.3 YF_Fishery = 0.6 YF_Forest = 1.3 YF_Pasture = 2.2

Total_EF(t) = Total_EF(t - dt) + (Impor_EF + Konsumsi_Domestik_EF - Ekspor_EF) * dtINIT Total_EF = 0.34

INFLOWS:

Impor_EF = produkai_regional/Jml_Penduduk+data_impor/Jml_Penduduk Konsumsi_Domestik_EF =

(Produksi_Lokal_+data_domestik)/(Jml_Penduduk+(Jml_Wisatawan)*(Lama_wisata /365))

OUTFLOWS:

Ekspor_EF = Data_Ekspor/Jml_Penduduk Areal_lokal = 61052

Areal__Regional = 338575 data_domestik = 300.56 Data_Ekspor = 5.58 data_impor = 17.24

EF_Perikanan = Total_EF*faktor_ekivalen__laut faktor_ekivalen__laut = 0.06

produkai_regional = Produksi_Regional_per_area/Areal__Regional Produksi_Lokal_ = Produksi_lokal__per_area/Areal_lokal

Jml_Penduduk(t) = Jml_Penduduk(t - dt) + (kelahiiran + Emigrasi - Imigrasi - Kematian) * dtINIT Jml_Penduduk = 13500

INFLOWS:

kelahiiran = Jml_Penduduk*Laju_Kelahiran Emigrasi =

Jml_Penduduk*Laju_Emigrasi+((Jml_Wisatawan*(Lama_wisata/365)/Jml_Pendudu k))

OUTFLOWS:


(6)

Kematian = Jml_Penduduk*Laju_Kematian Laju_Emigrasi = 0.029

Laju_imigrasi = 0.014 Laju_Kelahiran = 0.012 Laju_Kematian = 0.003

Biomassa_Ikan_2(t) = Biomassa_Ikan_2(t - dt) + (Pertumbhan_Marginal_2 - Kematian_3 - produksi_Lokal) * dtINIT Biomassa_Ikan_2 = 3.38

INFLOWS:

Pertumbhan_Marginal_2 = Laju_pertmbuhan_Intrinsik_2 OUTFLOWS:

Kematian_3 = Fraksi_Kematian__Normal_2*Rasio_Biomassa_Ikan_2 produksi_Lokal = Biomassa_Ikan_2*Fraksi_Tangkapan_2

Area_Fishing_Ground__Lokal = 61052 Daya_DUkung_2 = 0.501

Fraksi_Kematian__Normal_2 = Laju_pertmbuhan_Intrinsik_2 Fraksi_Tangkapan_2 = Jumlah_Trip_2*Koefisien_Tangkap_2 Jumlah_Trip_2 = 424

Koefisien_Tangkap_2 = 0.005

Laju_pertmbuhan_Intrinsik_2 = 0.308

Produksi_lokal__per_area = produksi_Lokal/Area_Fishing_Ground__Lokal Rasio_Biomassa_Ikan_2 = Daya_DUkung_2*Pertumbhan_Marginal_2

Biomassa_Ikan(t) = Biomassa_Ikan(t - dt) + (Pertumbhan_Marginal - Kematian_2 - produksi__Regional) * dtINIT Biomassa_Ikan = 23452

INFLOWS:

Pertumbhan_Marginal = Laju_pertmbuhan_Intrinsik OUTFLOWS:

Kematian_2 = Fraksi_Kematian__Normal*Rasio_Biomassa_Ikan produksi__Regional = Biomassa_Ikan*Fraksi_Tangkapan

Area_Fishing_Ground__Regional = 338575 Daya_DUkung = 7906

Fraksi_Kematian__Normal = Laju_pertmbuhan_Intrinsik Fraksi_Tangkapan = Jumlah_Trip*Koefisien_Tangkap Jumlah_Trip = 399849

Koefisien_Tangkap = 0.00000084 Laju_pertmbuhan_Intrinsik = 0.088 Produksi_Regional_per_area =

produksi__Regional/Area_Fishing_Ground__Regional