Model Integrasi Tanaman-Ternak di Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah: Pendekatan Optimasi Program Linier

(1)

MODEL INTEGRASI TANAMAN-TERNAK DI

KABUPATEN DONGGALA PROVINSI SULAWESI TENGAH:

PENDEKATAN OPTIMASI PROGRAM LINIER

SAYEKTI HANDAYANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul:

MODEL INTEGRASI TANAMAN-TERNAK

DI KABUPATEN DONGGALA PROVINSI SULAWESI TENGAH: PENDEKATAN OPTIMASI PROGRAM LINIER

merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan bimbingan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi manapun. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, September 2009

Sayekti Handayani NRP. H351060051


(3)

ABSTRACT

SAYEKTI HANDAYANI. Integrated Crop Livestock Models in Kabupaten Donggala, Central Sulawesi Province: Optimization Analysis Linear Programming (NUNUNG KUSNADI as a Chairman and SRI HARTOYO as a Member of the Advisory Committee).

Basic concept of integrated crop livestock system is synergism existence of farm which the livestock can utilize compost heap. On the other hand, the farming land can also utilize organic fertilizer produced by the livestock itself. The government has already implemented the integrated program in the farmer level. However, the farmers’ desire for not applying the technology of integrated crop livestock system after the government program ended being the problem. The objectives of this research are (1) to analyze possibility of integrated crop livestock system in accordance with economic value and farmers’ resource availability and (2) to analyze influencing factors towards farmer decision on the integrated crop livestock system. The method analysis was used a linear programming method The research result shows that the farmer decision for deciding the integrated crop livestock system is determined by availability of intermediate product market. Besides, the farmer decision mainly used to integrate cacao with livestock, decided by level of cacao productivity. Economically, the integrated crop livestock system which is possible to develop that is the model with greenery composition originated from grass during six months rainy season as well as it derived from fermented straw during six months dry season. The analyzed results towards farm income, both integrated and non-integrated model indicates that the obtained income through the integrated crop livestock system is higher 20.94 % than the same pattern of farming enterprises with non-integrated model.

Keywords: integrated crop livestock models, optimization analysis, linear programming


(4)

RINGKASAN

SAYEKTI HANDAYANI. Model Integrasi Tanaman-Ternak di Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah: Pendekatan Optimasi Program Linier (NUNUNG KUSNADI sebagai Ketua dan SRI HARTOYO sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Konsep dasar dari sistem integrasi tanaman-ternak adalah adanya sinergisme dari usahatani yang diintegrasikan. Sistem integrasi mampu mengatasi permasalahan penurunan kesuburan lahan pertanian sekaligus mengatasi kurangnya ketersediaan pakan bagi ternak ruminansia, dimana ternak mampu memanfaatkan limbah tanaman dan lahan pertanian dapat memanfaatkan pupuk organik yang dihasilkan ternak. Pemerintah selama ini telah melaksanakan program integrasi ini di tingkat petani. Namun yang menjadi permasalahan adalah mengapa petani tidak mau melaksanakan teknologi integrasi ini setelah jangka waktu program implementasi oleh pemerintah berakhir?

Penelitian ini bertujuan untuk: membangun model integrasi tanaman-ternak berdasarkan pilihan usaha dan ketersediaan sumberdaya di tingkat petani, menganalisis kemungkinan penerapan sistem integrasi tanaman-ternak dilihat dari nilai ekonomi dan ketersediaan sumberdaya petani dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani pada sistem integrasi tanaman-ternak.

Model integrasi yang dibanguan adalah model padi-ternak dengan pilihan pakan hijauan bersumber dari rumput selama 6 bulan musim hujan dan jerami fermentasi selama 6 bulan musim kering (model pakan 1) dan sumber hijauan berasal dari 50 persen rumput + 50 persen jerami fermentasi (model pakan 2). Sedangkan untuk model kakao-ternak, hijauan berasal dari 70 persen rumput dan 30 persen kulit buah kakao (model 1) dan 50 persen rumput serta 50 persen kulit buah kakao (model 2). Data dianalisis menggunakan program linier dengan metode simpleks dan dianalisis secara primal, dual dan sensitivitas.

Keputusan petani untuk memilih integrasi tanaman-ternak ditentukan oleh tersedianya pasar produk antara, baik produk tanaman maupun kompos. Tanpa didukung oleh pasar produk antara, maka pendapatan yang dapat diterima dari model integrasi lebih rendah dari model tanpa integrasi. Selain itu keputusan petani untuk mengintegrasikan kakao dengan ternak ditentukan pula oleh tingkat produksi kakao. Produksi yang rendah di bawah 50 persen dari produksi normal akan memberikan pendapatan yang lebih rendah dibandingkan dengan model tanpa integrasi. Secara ekonomi, maka model integrasi yang dapat dikembangkan adalah model integrasi padi-ternak dengan pilihan komposisi pakan hijauan pada 6 bula musim hujan bersumber dari rumput dan 6 bulan musim kering bersumber dari jerami fermentasi. Sedangkan untuk model kakao-ternak, maka model integrasi dengan komposisi hijauan 70 persen rumput dan 30 persen kulit buah kakao. Hasil analisis terhadap pendapatan usahatani baik secara integrasi maupun tanpa integrasi menunjukkan bahwa pendapatan yang diperoleh melaui integrasi padi-ternak lebih tinggi 20.94 persen dari pola usahatani tanpa integrasi.


(5)

Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(6)

MODEL INTEGRASI TANAMAN-TERNAK DI

KABUPATEN DONGGALA PROVINSI SULAWESI TENGAH:

PENDEKATAN OPTIMASI PROGRAM LINIER

SAYEKTI HANDAYANI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(7)

Penguji Luar Komisi: Dr.Ir.Anna Fariyanti, MS

Penguji Wakil Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian dan Pimpinan Sidang: Dr. Moh. Firdaus, SP, MSi


(8)

Judul Tesis : Model Integrasi Tanaman-Ternak di Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah: Pendekatan Optimasi Program Linier

Nama Mahasiswa : Sayekti Handayani Nomor Pokok : H351060051

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS Ketua Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Ekonomi Pertanian

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS


(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan begitu banyak karunia, rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul ”Model Integrasi Tanaman-Ternak di Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah: Pendekatan Optimasi Program Linier”. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Komisi Pembimbing, Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS dan Dr. Ir. Sri Hartoyo MS yang telah meluangkan waktunya untuk mengarahkan dan memberikan saran serta pemikiran kepada penulis sejak penyusunan proposal hingga penulisan tesis ini diselesaikan. Kepada penguji luar komisi Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS dan penguji yang mewakili Program Studi Dr. Moh. Firdaus, SP MSi, yang telah memberi kritik, saran dan pemikiran untuk perbaikan tesis ini pada saat ujian berlangsung. Ucapan terimakasih penulis sampaikan pula kepada:

1. Rektor Universitas Tadulako dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Tadulako yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan Program Pascasarjana.

2. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA selaku Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian dan seluruh staf pengajar yang telah memberikan bimbingan dan proses pembelajaran selama penulis kuliah di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian.

3. Teman-teman EPN angkatan 2006 (Dewi Haryani, Femmi Nor Fahmi, Indra Rochmadi, Ismi Jazila, Husen Bahasoan, Risyuwono, Dahya,


(10)

Deasi Mayawati, Andi Thamrin, I Gusti Ayu. P Mahendri, Piter Sinaga, dan I Wayan Sukanata) atas persahabatan, kebersamaan dan kekompakan selama masa perkuliahan hingga berakhirnya masa studi di EPN. Ibu Aida Taridala, Dr. Ir. Yundi Hafizrianda, terimakasih atas sumbangan ilmu dan pemikirannya serta untuk diskusi yang efektif.

4. Seluruh Staf Program Studi EPN (Mba Rubi, Mba Yani, Aam, Bu Kokom dan Kang Husen) yang telah membantu dalam melayani proses administrasi selama perkuliahan maupun sampai akhir penulis menyelesaikan studi, serta pihak-pihak lain yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. 5. Saudara-saudaraku terkasih (Kakanda Sri Hani,S.Sos, Ir.Wijayanti.MSi, Betty

Antow, Reyko Pontoh,SH, Ir. Syahrir,MP, dan Ir. Idris Mokoginta) atas doa dan dukungan yang tiada putusnya diberikan kepada penulis.

Secara khusus dengan segenap rasa cinta dan hormat, penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada Ibunda Siti Fatimah dan Ayahanda Soenarto, BA serta Bapak dan Ibu Mertua Antow Waraba (Alm.) yang dengan sabar dan tulus memberikan dukungan moril serta doa untuk keberhasilan penulis. Kepada suami tercinta, Sonny Antow dan anakku tersayang Cantya Puspa Samita, atas cinta kasih, kesabaran dan pengertian yang tak terhingga, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini.

Akhirnya tesis ini dipersembahkan kepada pembaca sebagai pengetahuan dan sumber informasi yang diharapkan berguna bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, September 2009


(11)

MODEL INTEGRASI TANAMAN-TERNAK DI

KABUPATEN DONGGALA PROVINSI SULAWESI TENGAH:

PENDEKATAN OPTIMASI PROGRAM LINIER

SAYEKTI HANDAYANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul:

MODEL INTEGRASI TANAMAN-TERNAK

DI KABUPATEN DONGGALA PROVINSI SULAWESI TENGAH: PENDEKATAN OPTIMASI PROGRAM LINIER

merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan bimbingan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi manapun. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, September 2009

Sayekti Handayani NRP. H351060051


(13)

ABSTRACT

SAYEKTI HANDAYANI. Integrated Crop Livestock Models in Kabupaten Donggala, Central Sulawesi Province: Optimization Analysis Linear Programming (NUNUNG KUSNADI as a Chairman and SRI HARTOYO as a Member of the Advisory Committee).

Basic concept of integrated crop livestock system is synergism existence of farm which the livestock can utilize compost heap. On the other hand, the farming land can also utilize organic fertilizer produced by the livestock itself. The government has already implemented the integrated program in the farmer level. However, the farmers’ desire for not applying the technology of integrated crop livestock system after the government program ended being the problem. The objectives of this research are (1) to analyze possibility of integrated crop livestock system in accordance with economic value and farmers’ resource availability and (2) to analyze influencing factors towards farmer decision on the integrated crop livestock system. The method analysis was used a linear programming method The research result shows that the farmer decision for deciding the integrated crop livestock system is determined by availability of intermediate product market. Besides, the farmer decision mainly used to integrate cacao with livestock, decided by level of cacao productivity. Economically, the integrated crop livestock system which is possible to develop that is the model with greenery composition originated from grass during six months rainy season as well as it derived from fermented straw during six months dry season. The analyzed results towards farm income, both integrated and non-integrated model indicates that the obtained income through the integrated crop livestock system is higher 20.94 % than the same pattern of farming enterprises with non-integrated model.

Keywords: integrated crop livestock models, optimization analysis, linear programming


(14)

RINGKASAN

SAYEKTI HANDAYANI. Model Integrasi Tanaman-Ternak di Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah: Pendekatan Optimasi Program Linier (NUNUNG KUSNADI sebagai Ketua dan SRI HARTOYO sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Konsep dasar dari sistem integrasi tanaman-ternak adalah adanya sinergisme dari usahatani yang diintegrasikan. Sistem integrasi mampu mengatasi permasalahan penurunan kesuburan lahan pertanian sekaligus mengatasi kurangnya ketersediaan pakan bagi ternak ruminansia, dimana ternak mampu memanfaatkan limbah tanaman dan lahan pertanian dapat memanfaatkan pupuk organik yang dihasilkan ternak. Pemerintah selama ini telah melaksanakan program integrasi ini di tingkat petani. Namun yang menjadi permasalahan adalah mengapa petani tidak mau melaksanakan teknologi integrasi ini setelah jangka waktu program implementasi oleh pemerintah berakhir?

Penelitian ini bertujuan untuk: membangun model integrasi tanaman-ternak berdasarkan pilihan usaha dan ketersediaan sumberdaya di tingkat petani, menganalisis kemungkinan penerapan sistem integrasi tanaman-ternak dilihat dari nilai ekonomi dan ketersediaan sumberdaya petani dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani pada sistem integrasi tanaman-ternak.

Model integrasi yang dibanguan adalah model padi-ternak dengan pilihan pakan hijauan bersumber dari rumput selama 6 bulan musim hujan dan jerami fermentasi selama 6 bulan musim kering (model pakan 1) dan sumber hijauan berasal dari 50 persen rumput + 50 persen jerami fermentasi (model pakan 2). Sedangkan untuk model kakao-ternak, hijauan berasal dari 70 persen rumput dan 30 persen kulit buah kakao (model 1) dan 50 persen rumput serta 50 persen kulit buah kakao (model 2). Data dianalisis menggunakan program linier dengan metode simpleks dan dianalisis secara primal, dual dan sensitivitas.

Keputusan petani untuk memilih integrasi tanaman-ternak ditentukan oleh tersedianya pasar produk antara, baik produk tanaman maupun kompos. Tanpa didukung oleh pasar produk antara, maka pendapatan yang dapat diterima dari model integrasi lebih rendah dari model tanpa integrasi. Selain itu keputusan petani untuk mengintegrasikan kakao dengan ternak ditentukan pula oleh tingkat produksi kakao. Produksi yang rendah di bawah 50 persen dari produksi normal akan memberikan pendapatan yang lebih rendah dibandingkan dengan model tanpa integrasi. Secara ekonomi, maka model integrasi yang dapat dikembangkan adalah model integrasi padi-ternak dengan pilihan komposisi pakan hijauan pada 6 bula musim hujan bersumber dari rumput dan 6 bulan musim kering bersumber dari jerami fermentasi. Sedangkan untuk model kakao-ternak, maka model integrasi dengan komposisi hijauan 70 persen rumput dan 30 persen kulit buah kakao. Hasil analisis terhadap pendapatan usahatani baik secara integrasi maupun tanpa integrasi menunjukkan bahwa pendapatan yang diperoleh melaui integrasi padi-ternak lebih tinggi 20.94 persen dari pola usahatani tanpa integrasi.


(15)

Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(16)

MODEL INTEGRASI TANAMAN-TERNAK DI

KABUPATEN DONGGALA PROVINSI SULAWESI TENGAH:

PENDEKATAN OPTIMASI PROGRAM LINIER

SAYEKTI HANDAYANI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(17)

Penguji Luar Komisi: Dr.Ir.Anna Fariyanti, MS

Penguji Wakil Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian dan Pimpinan Sidang: Dr. Moh. Firdaus, SP, MSi


(18)

Judul Tesis : Model Integrasi Tanaman-Ternak di Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah: Pendekatan Optimasi Program Linier

Nama Mahasiswa : Sayekti Handayani Nomor Pokok : H351060051

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS Ketua Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Ekonomi Pertanian

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS


(19)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan begitu banyak karunia, rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul ”Model Integrasi Tanaman-Ternak di Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah: Pendekatan Optimasi Program Linier”. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Komisi Pembimbing, Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS dan Dr. Ir. Sri Hartoyo MS yang telah meluangkan waktunya untuk mengarahkan dan memberikan saran serta pemikiran kepada penulis sejak penyusunan proposal hingga penulisan tesis ini diselesaikan. Kepada penguji luar komisi Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS dan penguji yang mewakili Program Studi Dr. Moh. Firdaus, SP MSi, yang telah memberi kritik, saran dan pemikiran untuk perbaikan tesis ini pada saat ujian berlangsung. Ucapan terimakasih penulis sampaikan pula kepada:

1. Rektor Universitas Tadulako dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Tadulako yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan Program Pascasarjana.

2. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA selaku Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian dan seluruh staf pengajar yang telah memberikan bimbingan dan proses pembelajaran selama penulis kuliah di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian.

3. Teman-teman EPN angkatan 2006 (Dewi Haryani, Femmi Nor Fahmi, Indra Rochmadi, Ismi Jazila, Husen Bahasoan, Risyuwono, Dahya,


(20)

Deasi Mayawati, Andi Thamrin, I Gusti Ayu. P Mahendri, Piter Sinaga, dan I Wayan Sukanata) atas persahabatan, kebersamaan dan kekompakan selama masa perkuliahan hingga berakhirnya masa studi di EPN. Ibu Aida Taridala, Dr. Ir. Yundi Hafizrianda, terimakasih atas sumbangan ilmu dan pemikirannya serta untuk diskusi yang efektif.

4. Seluruh Staf Program Studi EPN (Mba Rubi, Mba Yani, Aam, Bu Kokom dan Kang Husen) yang telah membantu dalam melayani proses administrasi selama perkuliahan maupun sampai akhir penulis menyelesaikan studi, serta pihak-pihak lain yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. 5. Saudara-saudaraku terkasih (Kakanda Sri Hani,S.Sos, Ir.Wijayanti.MSi, Betty

Antow, Reyko Pontoh,SH, Ir. Syahrir,MP, dan Ir. Idris Mokoginta) atas doa dan dukungan yang tiada putusnya diberikan kepada penulis.

Secara khusus dengan segenap rasa cinta dan hormat, penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada Ibunda Siti Fatimah dan Ayahanda Soenarto, BA serta Bapak dan Ibu Mertua Antow Waraba (Alm.) yang dengan sabar dan tulus memberikan dukungan moril serta doa untuk keberhasilan penulis. Kepada suami tercinta, Sonny Antow dan anakku tersayang Cantya Puspa Samita, atas cinta kasih, kesabaran dan pengertian yang tak terhingga, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini.

Akhirnya tesis ini dipersembahkan kepada pembaca sebagai pengetahuan dan sumber informasi yang diharapkan berguna bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, September 2009


(21)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Purworejo, pada tanggal 22 Agustus 1970 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Soenarto dan Siti Fatimah.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1983 di SDN 15 Palu, pendidikan menengah pertama pada tahun 1986 di SMPN 1 Palu dan pendidikan menengah atas pada tahun 1989 di SMAN 1 Palu. Tahun 1989 penulis diterima sebagai mahasiswa pada Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Palu, dan meraih gelar sarjana pada tahun 1994.

Tahun 1995 sampai dengan tahun 2002 penulis bekerja sebagai karyawan pada Bank Danamon dengan jabatan terakhir sebagai Branch Service Manager Bank Danamon Cabang Donggala. Pada tahun 2002 pula penulis diangkat menjadi pegawai negeri sipil sebagai staf pengajar pada Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Palu, hingga saat ini. Pada tahun 2006 penulis diberikan kesempatan untuk melanjutkan studi S-2 di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan sponsor Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS).


(22)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv DAFTAR GAMBAR... xvi DAFTAR LAMPIRAN... xvii I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 4 1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 8 1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 8 II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10 2.1. Usahatani Terpadu ... 10 2.2. Konsep Integrasi Tanaman - Ternak... 13 2.2.1. Integrasi Padi - Ternak ... 15 2.2.2. Integrasi Kelapa Sawit - Ternak ... 17 2.2.3. Integrasi Kakao - Ternak ... 18 2.2.4. Integrasi Jagung - Ternak ... 19 2.3. Penelitian Optimalisasi... 20 III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 26 3.1. Konsep Hubungan Antara Dua Produk... 26 3.2. Model Produk Antara... 30 3.3. Konsep Pemecahan Masalah dengan Program Linier ... 33 3.4. Kerangka Konseptual... 37

IV. METODE PENELITIAN ... 39 4.1. Penentuan Waktu dan Lokasi Penelitian ... 39 4.2. Metode Pengambilan Sampel ... 40 4.3. Jenis dan Sumber Data ... 40


(23)

4.4. Analisis Data ... 41 4.4.1. Analisis Pola Usahatani Optimal ... 42 4.4.1.1. Penentuan Aktivitas dalam Fungsi Tujuan ... 42 4.4.1.2. Pengukuran Kendala ... 45 4.4.2. Analisis Sensitivitas ... 51 4.4.3. Konsep dan Pengukuran Variabel... 52 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK RESPONDEN ... 54 5.1. Lokasi dan Topografi ... 54 5.2. Keadaan Iklim ... 54 5.3. Kependudukan ... 55 5.4. Keadaan Pertanian ... 56 5.5. Keadaan Peternakan ... 58 5.6. Karakteristik Responden ... 59 5.7. Karakteristik Usahatani ... 60 VI. ANALISIS KERAGAAN USAHATANI TANAMAN DAN

TERNAK DI DAERAH PENELITIAN ... 64 6.1. Penguasaan Sumberdaya ... 64 6.1.1. Penggunaan Lahan dan Pola Tanam ... 64 6.1.2. Ketersediaan dan Penggunaan Tenaga Kerja ... 67 6.1.3. Penggunaan dan Ketersediaan Modal Usahatani ... 71 6.2. Pendapatan Usahatani Petani Contoh ... 72 6.3. Input – Output Usahatani Pendukung Model Integrasi

Tanaman-Ternak ... 74 6.3.1. Input – Output Usahatani Padi ... 75 6.3.2. Input – Output Usahatani Kakao ... 80 6.3.3. Input - Output Usahatani Ternak ... 82 VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN–

TERNAK ... 84 7.1. Pola Usahatani ... 84 7.2. Alokasi Sumberdaya pada Model Integrasi Tanaman-Ternak ... 86


(24)

7.2.1. Sumberdaya Lahan ... 87 7.2.2. Sumberdaya Tenaga Kerja ... 88 7.2.3. Modal Usahatani ... 91 7.3. Nilai Ekonomi dan Pendapatan Model Integrasi Tanaman-Ternak 93 7.3.1. Nilai Ekonomi Model Integrasi Padi-Ternak ... 93 7.3.2. Nilai Ekonomi Model Integrasi Kakao-Ternak ... 96 7.3.3. Analisis Pendapatan Usahatani Model Integrasi

Tanaman-Ternak ... 97 7.4. Analisis Sensitivitas ... 99 7.4.1. Pengaruh Perubahan Harga terhadap Model Integrasi ... 100 7.5. Skenario Perubahan Produksi Kakao pada Model Integrasi

Kakao-Ternak... 104

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 107 8.1. Kesimpulan ... 107 8.2. Saran ... 108

DAFTAR PUSTAKA ... 109 LAMPIRAN ... 114


(25)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Curah Hujan per Bulan di Kabupaten Donggala dan Kecamatan Contoh Tahun 2006 ... 55 2. Komposisi Penduduk di Kabupaten Donggala dan Kecamatan

Contoh Berdasarkan Kelompok Usia Produktif Tahun 2006 ... 56 3. Luas Lahan Sawah di Kabupaten Donggala Berdasarkan Frekuensi

Penanaman Padi dalam Setahun dan Tanaman Non Padi untuk Masing-Masing Jenis Irigasi ... 57 4. Luas Lahan Kering Menurut Jenis Penggunaan di Kabupaten

Donggala ... 57 5. Populasi Ternak di Kabupaten Donggala, Kecamatan Damsol dan

Kecamatan Sirenja ... 58 6. Karakteristik Responden di Kabupaten Donggala ... 60 7. Karakteristik Usahatani Responden ... 62 8. Luas Lahan yang Dikuasai Petani Contoh Berdasarkan Jenis Lahan .. 65 9. Pola Usahatani dan Pola Tanam yang Diterapkan Petani pada Setiap

Jenis Lahan Berdasarkan Waktu dalam Setahun ... 66 10. Curahan Kerja pada Masing-Masing Cabang Usahatani Berdasarkan

Bulan dalam Setahun ... 68 11. Pendapatan Petani Contoh dari Usahatani Tanaman pada Lahan

Sawah dan Lahan Kebun ... 73 12. Pendapatan Petani Contoh dari Usahatani Ternak dalam Setahun ... 74 13. Kandungan Bahan Kering Beberapa Bahan Baku Pakan Asal

Limbah Pertanian ... 75 14. Input, Hasil Utama dan Hasil Ikutan Usahatani Padi Berdasarkan

Pola Tanam per Hektar Lahan ... 77 15. Input, Hasil Utama dan Hasil Ikutan Usahatani Kakao... 79 16. Input, Hasil Utama dan Hasil Ikutan Usahatani Ternak Sapi dan


(26)

17. Pola Usahatani Hasil Pemecahan Optimal untuk Masing-Masing Model Integrasi Tanaman-Ternak dan Tanpa Integrasi ... 84 18. Penggunaan Lahan Berdasarkan Jenis Lahan pada Setiap Model

Integrasi Tanaman-Ternak dan Model Tanpa Integrasi ... 87 19. Penggunaan Tenaga Kerja Keluarga dan Tenaga Kerja Luar

Keluarga Berdasarkan Model Integrasi Tanaman-Ternak... 89 20. Penggunaan Modal Milik Petani Berdasarkan Jenis Modal pada

Model Integrasi Tanaman-Ternak dan Model Tanpa Integrasi ... 92 21. Penggunaan Kredit Usahatani Berdasarkan Jenis Kredit pada Model

Integrasi Tanaman Ternak ... 93 22. Pendapatan Berdasarkan Model Integrasi Tanaman-Ternak dan

Tanpa Integrasi ... 98 23. Selang Kepekaan Perubahan Fungsi Tujuan pada Model Integrasi

Padi-Ternak ... 101 24. Pendapatan dengan Skenario Tanpa Pasar Produk Antara pada

Model Integrasi Tanaman-Ternak dan Tanpa Integrasi ... 102 25. Selang Kepekaan Kendala Sumberdaya Rumput pada Model

Integrasi Padi-Ternak dan Kakao-Ternak ... 103 26. Pola Usahatani pada Integrasi Kakao-Ternak Kondisi Optimal Saat

Ini dan Skenario Perubahan Produksi Kakao ... 104 27. Pendapatan Model Integrasi Kakao-Ternak Kondisi Optimal Saat Ini


(27)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Penentuan Kombinasi Optimum Dua Produk ... 28 2. Penentuan Kombinasi Optimum Produk Antara ... 31 3. Isokuan dari Program Linier ... 34 4. Kerangka Konseptual Penelitian ... 38 5. Bagan Alur Hasil Solusi Optimal Model Integrasi Padi-Ternak ... 94 6. Bagan Alur Hasil Solusi Optimal Model Integrasi Kakao-Ternak ... 97


(28)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Matrik Model Tanpa Integrasi ... 115 2. Matrik Model Integrasi Padi-Ternak ... 118 3. Matrik Model Integrasi Kakao-Ternak... 121 4. Hasil Solusi Optimal Tanpa Integrasi... 124 5. Hasil Solusi Optimal Integrasi Padi-Ternak ... 133 6. Hasil Solusi Optimal Integrasi Kakao-Ternak ... 146 7. Hasil Solusi Optimal Skenario Peningkatan Produksi Kakao pada


(29)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk yang menurut data Departemen Pertanian (2007) sudah mencapai sekitar 224 juta jiwa dengan laju pertumbuhan rata-rata 1.15 persen per tahun, serta adanya alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman, industri, jalan dan penggunaan lainnya, menjadi alasan semakin sulitnya memperluas areal usahatani lahan sawah. Peningkatan produksi selama ini pada akhirnya lebih banyak dilakukan pada lahan subur beririgasi melalui peningkatan mutu intensifikasi, diantaranya dengan menggalakkan penggunaan pupuk anorganik. Konsumsi pupuk anorganik selama 15 tahun terakhir dilaporkan meningkat dengan peningkatan 16 persen per tahun, yang sebagian besar terdistribusi di sektor tanaman pangan, yaitu 72 persen pada padi sawah dan 13 persen palawija (Syam dan Sariubang, 2004).

Penggunaan pupuk anorganik dalam jangka panjang (kurang lebih 30 tahun) dapat menurunkan produktivitas lahan (Haloho et al., 2004) akibat menurunnya unsur hara di dalam tanah, terlebih jika penggunaannya melebihi dosis yang telah ditetapkan. Penggunaan pupuk yang berlebihan ini juga akan menimbulkan masalah terhadap produksi, efisiensi, serta pendapatan petani. Kenaikan produksi tidak lagi sebanding dengan kenaikan penggunaan pupuk. Oleh karena itu perlu upaya memperbaiki produktivitas lahan pertanian melalui pengelolaan secara terpadu yang mencakup aspek kimia, fisik dan biologi,


(30)

dengan komponen utama adalah pengelolaan bahan organik. Pemanfaatan kotoran sapi dan kambing sebagai pupuk organik memiliki peluang yang besar dalam memperbaiki kesuburan lahan, mengingat petani pada umumnya selain mengusahakan tanaman pertanian juga memelihara ternak sapi maupun kambing sebagai salah satu cabang usahataninya.

Manajemen pemeliharaan usahatani ternak tersebut umumnya masih dilakukan secara konvensional. Kendala utama yang dihadapi petani yang belum memadukan usaha ini dengan tanaman pertanian adalah tidak tersedianya pakan secara memadai terutama pada musim kemarau. Terlebih untuk daerah dengan kondisi iklim yang cenderung kering, dimana musim kemarau juga berlangsung lebih panjang. Disamping itu penanaman hijauan untuk pakan juga jarang dilakukan petani karena keterbatasan lahan yang dimiliki.

Kesulitan pakan terutama pada musim kemarau dapat diatasi dengan memanfaatkan limbah atau hasil samping tanaman pertanian, baik tanaman pangan seperti jerami padi, jerami jagung, limbah kacang-kacangan maupun limbah tanaman perkebunan seperti kulit buah kakao serta limbah sawit, yang jumlahnya cukup melimpah pada saat panen. Setiap hektar lahan sawah diperkirakan menghasilkan 4 ton jerami, yang setelah melewati proses fermentasi diperkirakan dapat menyediakan pakan sapi sebanyak 2 ekor per tahun (Ditjen Peternakan Departemen Pertanian, 2008).

Upaya untuk mengatasi permasalahan penurunan kesuburan lahan pertanian akibat penggunaan pupuk anorganik sekaligus mengatasi kurangnya ketersediaan pakan bagi ternak, dapat dilakukan dengan mengintegrasikan usahatani tanaman pertanian dengan ternak ruminansia (sapi, kambing dan


(31)

domba), dimana konsep dasar dari sistem integrasi ini adalah adanya sinergisme dari usahatani yang diintegrasikan. Ternak dan tanaman dalam hal ini mampu memanfaatkan produk ikutan dari masing-masing komoditi (Ditjen Peternakan Departemen Pertanian, 2008).

Sistem integrasi merupakan penerapan usahatani terpadu melalui pendekatanlow external inputantara komoditas tanaman pertanian dengan ternak. Melalui sistem integrasi ini efisiensi penggunaan input produksi dapat tercapai, demikian pula risiko kegagalan dalam berusaha dapat diminimalisir. Beberapa keuntungan penerapan sistem integrasi tanaman ternak adalah: (1) diversifikasi penggunaan sumberdaya produksi, (2) menekan risiko usaha mono-commodity, (3) efisiensi tenaga kerja, (4) efisiensi penggunaan komponen produksi, (5) mengurangi ketergantungan sumber energi kimia dan biologi serta sumberdaya lainnya, (6) ekologi lebih lestari dan tidak menimbulkan polusi lingkungan, (7) peningkatan hasil, dan (8) perkembangan rumahtangga yang lebih stabil (Devendra, 1993).

Pemerintah melalui Departemen Pertanian telah dan masih terus menggalakkan program integrasi ternak ruminansia dengan tanaman, baik tanaman pangan, hortikultura maupun tanaman perkebunan. Upaya dilakukan untuk meningkatkan produktivitas usahatani tanaman dan ternak, yang pada akhirnya akan bermuara pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani. Menurut Ditjen Peternakan Departemen Pertanian (2008), anggaran yang disediakan untuk kegiatan integrasi ternak dengan tanaman digunakan untuk pengadaan ternak, pengadaan sarana pengolah pakan dan sarana penunjang lainnya. Sementara untuk lokasi kegiatan dipilih daerah yang berpotensi untuk


(32)

dapat dilaksanakan integrasi ternak ruminansia dan tanaman pertanian (pangan dan perkebunan), terutama dalam penyediaan bahan pakan ternak.

Peluang dilaksanakannya usahatani tanaman dan ternak secara terintegrasi di Kabupaten Donggala cukup besar, mengingat daerah ini memiliki populasi ternak sapi terbesar di Provinsi Sulawesi Tengah, yaitu 42 275 ekor dengan rata-rata peningkatan populasi sebesar 0.1 persen per tahun, serta populasi ternak kambing sebanyak 35 387 ekor, dengan rata-rata peningkatan populasi 8.13 persen per tahun (Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan Sulawesi Tengah, 2007). Kondisi ini didukung dengan tersedianya lahan sawah seluas 33 112 hektar dan lahan perkebunan seluas 85 193 hektar (BPS Provinsi Sulawesi Tengah, 2006). Komoditas tanaman perkebunan yang paling banyak diusahakan adalah kakao, dengan luas areal 47 925.35 hektar, tanaman kelapa 25 426 hektar kemudian tanaman perkebunan lain seperti kopi, cengkeh, lada dan vanili (BPS Kabupaten Donggala, 2007).

Ketersediaan sumberdaya yang ada di daerah ini, memungkinkan untuk mengusahakan tanaman dengan ternak secara terintegrasi. Namun yang menjadi pertanyaan apakah dengan ketersediaan sumberdaya di tingkat petani sistem integrasi ini juga dapat dilaksanakan? Untuk itu diperlukan suatu analisis mengenai aspek ekonomi dari usahatani yang terintegrasi antara tanaman dan ternak, yang berkaitan erat dengan keputusan petani dalam menentukan cabang usahatani serta dalam mengalokasikan sumberdaya yang dimilikinya.

1.2. Perumusan Masalah

Tingkat keberhasilan dari penerapan sistem integrasi tanaman ternak cukup beragam. Hasil kajian Adnyana et al. (2003) menunjukkan bahwa model


(33)

integrasi tanaman ternak yang dikembangkan petani di Jawa Tengah dan Jawa Timur mampu mengurangi penggunaan pupuk anorganik 25-35 persen dan meningkatkan produktivitas padi 20-29 persen. Hasil serupa juga dilaporkan Bulu et al. (2004) di Provinsi NTB bahwa model integrasi tanaman ternak yang diterapkan petani mampu meningkatkan pendapatan sekitar 8.4 persen dibandingkan jika tidak menerapkan model integrasi tanaman-ternak.

Sistem integrasi tanaman-ternak sudah pernah dilaksanakan di Provinsi Sulawesi Tengah, yang merupakan program dari Departemen Pertanian. Sistem integrasi padi-sapi telah dilaksanakan di Kabupaten Parigi Moutong pada tahun 2000, sedangkan integrasi kakao-kambing telah dilaksanakan di Kabupaten Donggala pada tahun 2004. Kegiatan pengkajian ini berlangsung dalam jangka panjang, yaitu selama empat tahun. Berdasarkan laporan kegiatan tahun 2006, dapat dinyatakan bahwa kegiatan pengkajian ini telah memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan. Pemberian pakan yang berasal dari fermentasi kulit buah kakao dan hijauan unggul meningkatkan pertambahan bobot badan harian ternak kambing dari 42.7 gram per ekor menjadi 73.3 gram per ekor. Teknologi pengelolaan tanaman kakao dengan pengendalian hama dan penyakit, pemupukan dan perbaikan pasca panen dapat meningkatkan produksi kakao dari 703 kg/ha/tahun menjadi 1 301.2 kg/ha/tahun.

Pelaksanaan paket teknologi integrasi padi-sapi di Kabupaten Parigi Moutong dan kakao-kambing di Kabupaten Donggala pada kenyataannya saat ini tidak lagi ditemui di lapangan. Petani tidak memberikan pakan ternak sapi maupun kambingnya dengan jerami padi serta dengan kulit buah kakao. Kotoran sapi maupun kambing tidak lagi dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuat


(34)

kompos, yang dikembalikan ke lahan sawah maupun lahan kakao. Permasalahan yang bersifat teknis maupun non teknis muncul dalam pelaksanaan program integrasi tanaman ternak.

Penyediaan probiotik sebagai fermentor untuk membantu proses pembuatan kulit buah kakao fermentasi, jerami fermentasi dan pupuk organik yang terbatas, menjadi permasalahan teknis yang utama. Rendahnya produksi kakao akibat terserang hama Penggerek Buah Kakao (PBK) menjadi alasan lain mengapa petani tidak lagi melaksanakan usahatani kakao dan kambing secara terintegrasi. Insentif yang diterima petani dari sistem usahatani ini tidak lagi mampu menutupi biaya usahataninya, terutama untuk pengadaan probiotik.

Keberlanjutan penerapan sistem integrasi tanaman ternak secara swadaya di tingkat petani memang masih perlu dipertanyakan. Mengapa petani tidak mau memilih teknologi integrasi untuk diterapkan dalam sistem usahataninya perlu untuk dicarikan jawabannya, jika sistem integrasi ini masih akan terus dijadikan program untuk memperbaiki kondisi lahan pertanian serta mengatasi masalah kesulitan pakan.

Secara ekonomi, banyak hal yang menjadi pertimbangan bagi petani untuk memilih teknologi integrasi ini. Ketersediaan sumberdaya maupun kemampuan dalam mengadopsi teknologi integrasi itu sendiri menjadi salah satu pertimbangan. Petani dihadapkan pada kepemilikan modal yang terbatas. Untuk itu petani akan memilih usahatani dengan teknologi yang murah, yang dapat memberikan tingkat pendapatan yang lebih tinggi. Ketersediaan tenaga kerja keluarga juga menjadi kendala dalam pelaksanaan usahatani multi komoditi. Petani dihadapkan pada berbagai aktivitas yang menuntut petani untuk dapat


(35)

mengalokasikan tenaga kerjanya secara efisien. Keterbatasan lahan yang dikuasai oleh petani menuntut petani untuk dapat lebih mendayagunakannya pada cabang usahatani yang sesuai dengan kondisi lahan dengan jumlah ataupun luas pengusahaan yang tepat, karena jika tidak hanya akan meningkatkan biaya usahatani.

Selain faktor internal, faktor eksternal seperti ketersediaan pasar baik untuk hasil usahatani maupun pasar limbah atau produk sampingan menjadi faktor penentu keberhasilan sistem integrasi untuk diterapkan di tingkat petani. Tambahan pendapatan yang dapat diperoleh dari hasil penjualan produk sampingan menjadi daya tarik secara ekonomi. Namun jika pasar untuk limbah tanaman maupun ternak ini tidak tersedia, maka insentif bagi petani dari sistem integrasi menjadi lebih sedikit.

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka permasalahan dalam penelitian ini secara umum adalah mengapa petani tidak mau melaksanakan sistem integrasi tanaman-ternak sebagai sistem usahatani yang dijalankannya? Secara spesifik, permasalahan dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah sumberdaya yang dimiliki petani memungkinkan untuk dilaksanakannya usahatani tanaman dan ternak secara terintegrasi ?

2. Bagaimana model integrasi yang dapat dibangun berdasarkan pilihan usaha dan ketersediaan sumberdaya di tingkat petani?

3. Berdasarkan potensi ekonomi dan ketersediaan sumberdaya milik petani, bagaimana kemungkinan penerapan sistem integrasi tanaman-ternak ini pada tingkat petani?


(36)

4. Jika terjadi perubahan faktor internal maupun eksternal dari usahatani tanaman dan ternak yang terintegrasi, maka bagaimana pengaruhnya terhadap alokasi sumberdaya dan tingkat pendapatan petani?

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Membangun model integrasi tanaman-ternak berdasarkan pilihan usaha dan ketersediaan sumberdaya di tingkat petani.

2. Menganalisis kemungkinan penerapan sistem integrasi tanaman-ternak dilihat dari nilai ekonomi dan ketersediaan sumberdaya petani.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi integrasi tanaman-ternak. Penelitian ini bermanfaat bagi para petani dalam memutuskan untuk melakukan usahatani secara terintegrasi antara tanaman pangan maupun tanaman perkebunan dengan ternak, sesuai dengan ketersediaan sumberdaya yang dimilikinya. Bagi para penentu kebijakan dalam membentuk suatu program pemerintah, respon terhadap perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi dapat menjadi bahan masukan maupun rekomendasi bagi para penentu kebijakan dalam merencanakan suatu program pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak.

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mencakup alokasi penggunaan sumberdaya secara optimal dalam rangka memperoleh nilai ekonomi dari usahatani tanaman dan ternak yang dilaksanakan secara terintegrasi pada tingkat petani. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder, meliputi: (1) luas lahan untuk setiap pola tanam


(37)

per musim tanam, baik tanaman pangan maupun tanaman perkebunan, (2) jumlah input untuk produksi ternak dan tanaman, (3) jumlah hasil usahatani ternak dan tanaman, termasuk limbah dan pemanfataannya oleh ternak dan tanaman, (4) alokasi waktu kerja bagi kegiatan usahatani, dan (5) pendapatan yang diperoleh dari masing-masing komoditas.

Data dianalisis secara kuantitatif menggunakan linear programming dengan metode simpleks. Analisis data meliputi analisis primal, dual dan sensitivitas. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan usahatani dengan unit analisis rumahtangga petani.

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah tidak memasukkan komoditas tanaman pangan yang lain selain padi dan kedelai, yang juga banyak diusahakan oleh petani di Kabupaten Donggala. Tanaman jagung, ubi jalar serta kacang hijau yang juga banyak diusahakan oleh petani tidak dimasukkan mengingat pada saat pengambilan data di kecamatan contoh tidak terdapat petani yang menanam komoditas tersebut. Selain itu tanaman cengkeh yang banyak diusahakan oleh petani juga tidak dimasukkan dalam analisis karena waktu panen untuk tanaman ini adalah dua tahun sekali, sementara jangka waktu analisis adalah untuk kurun waktu satu tahun.


(38)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Usahatani Terpadu

Salah satu upaya mengembangkan dan mempertahankan stabilitas pendapatan petani adalah mengembangkan sistem usahatani terpadu (farming system). Farming system adalah suatu konsep pengembangan pertanian yang memandang usahatani sebagai suatu sistem. Dalam hal ini terdapat keterkaitan antar cabang usahatani, baik dalam penggunaan input maupun dalam tingkat output yang dihasilkan. Petani selalu dituntut untuk mampu memadukan berbagai kombinasi cabang usahatani yang memberikan interaksi atau keterkaitan yang saling mendukung.

Hardwoord (1979) menjelaskan bahwafarming systemadalah paduan dari proses biologis dan aktivitas pengelolaan sumberdaya untuk memproduksi tanaman dan ternak. Menurut Shaner et al. (1982), farming system adalah suatu yang unik dari pengaturan cabang usaha yang berimbang dari suatu usahatani. Unik dalam arti kemampuan petani mengelola, mengendalikan dan memadukan aspek agronomi dan aspek sosial ekonomi dengan memperhatikan aspek lingkungan tertentu. Untuk memperoleh gambaran keberadaan farming system dalam lingkungan tertentu, maka ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Rumahtangga sebagai satu unit kesatuan. Rumahtangga merupakan elemen kunci dalam risetfarming system.

2. Sumberdaya rumahtangga petani. Sumberdaya yang dikuasai dapat dibedakan atas: (1) tanah, yang meliputi ukuran tanah, pemilikan tanah,


(39)

pembagian tanah, penggunaan tanah, hubungan antara pemilik dan penyewa, kualitas tanah, ketersediaan air dan lokasi tanah, (2) tenaga kerja, yang meliputi jumlah, umur, kelamin, anggota keluarga, tingkat produktivitas dan kesehatan, pembagian waktu antara di luar dan di dalam usahatani, sifat dan keinginan untuk bekerja sama dan saling membantu, (3) modal, mencakup kekayaan baik berupa fisk maupun finasial seperti peralatan, pembangunan, hasil yang dapat dijadikan uang tunai, ternak maupun kredit, dan (4) pengelolaan, adalah keterampilan dalam mengorganisir dan memanfaatkan tanah, tenaga kerja dan modal secara efisien.

3. Cabang usaha dalam usahatani. Beberapa karakteristik yang perlu diperhatikan dalam hubungan dengan cabang usaha antara lain: kebiasaan bertani, interaksi antara cabang usaha satu dengan lainnya, kebutuhan biaya dan tenaga kerja serta kebutuhan input produksi, pemanfaatan hasil produksi dan pasaran hasil produksinya (Shaner et al.,1982).

Norman dan Gilbert (1980) menjelaskan bahwa terdapat dua elemen utama yang sangat berpengaruh terhadap riset farming system yaitu manusia dan teknologi. petani dihadapkan pada faktor eksogen dan faktor endogen dalam pengambilan keputusan usahataninya. Faktor eksogen merupakan faktor yang tidak dapat dikontrol oleh petani sedangkan faktor endogen berada dalam kontrol petani. Faktor eksogen meliputi norma dan perilaku dalam suatu struktur masyarakat tertentu, institusi eksternal seperti pasar dan hal lain yang berada di luar kontrol petani. Adapun faktor endogen meliputi kondisi rumahtangga petani dengan segala faktor produksi yang dikuasainya berupa lahan, modal, tenaga kerja dan kemampuan dalam pengelolaan.


(40)

Sistem usahatani ternak menururt Amir dan Knipcsheer (1989) adalah khas dan merupakan suatu usaha yang layak sebagai perusahaan pertanian yang dalam prakteknya dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik, biotik dan faktor sosial ekonomi serta disesuaikan dengan tujuan rumahtangga petani, preferensi dan sumberdaya atau faktor produksi yang dimiliki petani. Usaha peternakan rakyat selalu dihadapkan pada berbagai keterbatasan sumberdaya antara lain lahan untuk menyediakan pakan ternak, tenaga kerja dan modal. Pada usaha peternakan tradisional umumnya input pakan tidak dibeli.

Usaha ternak ruminansia pada umumnya merupakan salah satu aktivitas produksi atau cabang usaha yang terintegrasi dengan usahatani lainnya, terutama usahatani tanaman pangan dan bersifat sebagai usaha yang saling terkait dan mendukung atau sebagai usaha yang bersifat penunjang dan pelengkap dalam sistem usahatani. Petani ternak tradisional lebih mementingkan nilai kegunaan ternak bagi pemenuhan kebutuhan rumahtangganya (Sabrani, 1989). Hal ini dilakukan petani atas dasar berbagai pertimbangan, antara lain sifat komplemen antara cabang usahatani yang dijalankan serta harapan untuk meperoleh pendapatan yang lebih besar. Selain itu diversifikasi usaha juga dilakukan sebagai salah satu cara penanggulangan dalam menghadapi risiko kegagalan usaha seperti kegagalan produksi.

Pada tingkat petani, sasaran untuk meningkatkan produktivitas dapat dicapai melalui perbaikan manajemen usahataninya, terutama dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada (Saragih, 2000). Perbaikan manajemen usahatani umumnya disertai adopsi teknologi, karena itu perubahan perilaku petani ternak terhadap teknologi perlu dipahami, sebab erat kaitannya dengan


(41)

proses pengambilan keputuasan. Tingkat perubahan akibat adanya adopsi teknologi bervariasi secara lintas daerah karena terdapat perbedaan sumberdaya pendukungnya (Schultz, 1984).

2.2. Konsep Integrasi Tanaman-Ternak

Ranaweera et al. (1993) menyatakan bahwa untuk memperkecil kesenjangan (gap) antara pemenuhan kebutuhan hidup dan pertumbuhan penduduk diperlukan suatu teknologi yang dapat menciptakan lingkungan stabil dan dapat menopang meningkatnya kebutuhan manusia. Salah satu teknologi yang dapat digunakan adalah dengan mengkombinasikan antara usahatani tanaman dan usaha ternak atau dikenal dengan sistem integrasi tanaman-ternak.

Secara umum, konsep integrasi ternak dalam usahatani tanaman baik tanaman perkebunan, pangan atau tanaman hortikultura adalah menempatkan dan mengusahakan sejumlah ternak, dalam hal ini ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing, domba) dan atau pseudoruminansia (kelinci, kuda), tanpa mengurangi aktivitas dan produktivitas tanaman. Keberadaan ternak ini harus dapat meningkatkan produktivitas tanaman sekaligus produktivitas ternaknya (Direktorat Jendral Peternakan Deptan, 2008). Selanjutnya dikemukakan bahwa komponen usahatani yang dipadukan harus saling bersinergis untuk mencapai produksi yang optimal.

Usahatani tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura dapat menyediakan bahan baku sumber pakan bagi ternak ruminansia, sementara ternak dapat menyediakan bahan baku pupuk organik sebagai sumber hara yang sangat dibutuhkan tanaman, disamping juga sebagai penyedia bahan dasar bagi energi terbaharukan (gas-bio) untuk kepentingan manusia. Integrasi ternak ruminansia


(42)

dengan usahatani lainnya juga merupakan suatu cara utama dalam intensifikasi pertanian, walaupun peranan ternak disini masih merupakan komponen pendukung dan pelengkap, bukan komponen utama dalam sistem integrasi-ternak. Mengintegrasikan pemeliharaan ternak dengan kegiatan usahatani lainnya akan memberikan efisiensi biaya yang cukup tinggi, sehingga dapat meningkatkan penghasilan petani.

Seperti diketahui bahwa biaya operasional terbesar dari usaha ternak adalah biaya pakan, yang meliputi 60-70 persen dari total biaya operasional. Melalui sistem integrasi, biaya pakan dapat dikurangi dengan memanfaatkan limbah tanaman serta hasil sampingan agroindustri, seperti jerami (padi dan jagung), pucuk tebu, biji-bijian (kacang tanah dan cowpea), umbi-umbian (ketela dan ubi jalar), bungkil biji minyak (kelapa sawit, kopra dan kapas), dedak dan baggase. Hasil sampingan atau limbah dari ternak berupa kotoran juga sangat bermanfaat bagi tanaman, yaitu untuk memperbaiki struktur tanah, mengurangi daya serap air, mencegahcrusting permukaan tanah (Makka, 2004).

Beberapa penelitian mengenai integrasi tanaman-ternak memberikan hasil bahwa peranan ternak ruminansia dalam sisitem produksi pertanian terletak pada kemampuan ternak ini menyerap tenaga kerja keluarga, memanfaatkan hijauan dan hasil limbah pertanian untuk pakan ternak. Selain itu ternak ruminansia dapat memproduksi pupuk untuk menjaga kesuburan lahan. Perluasan usaha ternak sapi tidak mempengaruhi kegiatan usaha tanaman pangan, karena usaha ternak sapi dilakukan di luar usahatani, sehingga usaha ini mampu meningkatkan pendapatan dan mampu meningkatkan kelangsungan usahatani (Sabrani et al., 1982; Wimalasuriyaet al.,1993; Garces, 2002).


(43)

Banyak model integrasi tanaman-ternak yang sudah dilakukan baik pada tingkat usahatani yang selama ini sudah dilakukan, maupun berupa kajian dari program-program pemerintah. Beberapa model integrasi tanaman-ternak dipaparkan pada sub bab di bawah ini.

2.2.1. Integrasi Padi –Ternak

Daur ulang yang terjadi dalam sistem usahatani terpadu padi-ternak adalah dari usaha budidaya tanaman menghasilkan jerami yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan serta dedak padi yang juga dapat dimanfaatkan sebagai konsentrat; sedangkan dari usaha pemeliharaan ternak diperoleh limbah kandang berupa kotoran ternak yang melalui proses sederhana akan dihasilkan pupuk organik yang bermutu tinggi. Saling mengisi satu sama lain merupakan konsep LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture) yang dapat meminimalkan biaya produksi (Reintjes et al., 1999)

Pemberian pupuk organik kotoran sapi dikombinasikan dengan pupuk anorganik kepada tanaman padi di Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan memberikan produksi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan produksi padi yang hanya memperoleh pemupukan organik. Produksi gabah kering panen untuk perlakuan dengan pupuk anorganik dan kombinasi pupuk organik - anorganik adalah sama, sebanyak 6.38 ton/hektar. Sementara padi dengan pemberian pupuk organik saja memberikan produksi sebesar 3 ton/hektar (Syam dan Sariubang, 2001).

Hasil penelitian di atas sejalan dengan penelitian Wardhani dan Musofie (2004) di Kabupaten Sleman Yogyakarta, dimana penggunaan pupuk organik dengan tambahan 10-30 persen pupuk anorganik mampu memberikan produksi


(44)

6.33-6.40 ton/hektar, sementara produksi padi yang hanya memperoleh pupuk anorganik sebesar 6.20 ton perhektar. Penggunaan pupuk organik mampu menghemat biaya pupuk sebesar Rp 342 000/hektar/musim tanam.

Pemanfaatan jerami fermentasi sebagai pakan ternak sapi yang dipelihara pada lahan sawah irigasi di Sulawesi Tengah dengan komposisi 50 persen jerami fermentasi (JF) dan 50 persen rumput alam (RA) mampu memberikan pendapatan yang lebih tinggi yaitu Rp 7 600 per ekor/hari dengan RC rasio sebesar 2.19 dibandingkan dengan pemberian pakan dengan komposisi JF 45 persen dan RA 55 persen serta JF 40 persen dan RA 60 persen dengan pendapatan masing-masing Rp 7 025/ekor/hari dan Rp 6 775/ekor per hari. Kotoran ternak yang dihasilkan pada pemeliharaan ini berkisar 3.2-3.8 kg/ekor/hari. Pemanfaatan kotoran sapi sebagai pupuk organik dikombinasikan dengan pupuk anorganik dengan perbandingan 50 : 50 persen memberikan produksi gabah kering panen sebesar 6.9 ton/hektar dan produksi jerami sebanyak 12.16 ton/hektar. Komposisi pupuk ini memberikan produksi yang lebih tinggi dibandingkan komposisi pupuk organik : anorganik 40 : 60 persen atau 30 : 70 persen.

Penggunaan jerami padi sebagai pakan dasar telah dicobakan pada ternak domba di laboratorium Universitas Gajah Mada Yogyakarta untuk mengetahui biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan satu kilogram bobot badan (feed cost per gain atau F/C). Komposisi jerami padi 30 persen dan konsentrat 70 persen memberikan F/C terendah sebesar Rp 6 693.36/kg, dibandingkan dengan komposisi 40-60 persen atau 20-80 persen, dimana F/C sebesar Rp 8 025.57/kg dan Rp 7 666.01/kg. Pada tingkat petani dimana jerami pada tidak dibeli, maka F/C menjadi lebih rendah yaitu sebesar Rp 6 089.33/kg dan dapat memberikan


(45)

keuntungan sebesar Rp 3 800.96 per kg bobot hidup (Purbowati et al., 2004). Penggunaan jerami padi selain sebagai pakan ternak, juga dapat dijadikan pupuk organik, sebagaimana hasil penelitian Suriadikarta dan Adimiharja (2001). Penggunaan jerami sebagai pupuk organik pada tanah sawah dapat meningkatkan efisiensi pupuk N dan P, serta hasil padi mencapai 7 ton gabah kering giling/hektar. Pada sawah bukaan baru, penggunaan jerami dan dolomit dapat meningkatkan produksi padi dari 4.6 ton/hektar menjadi 6.1 ton/hektar.

2.2.2. Integrasi Kelapa Sawit – Ternak

Integrasi pemeliharaan ternak sapi pada perkebunan kelapa sawit memberikan keuntungan baik pada usaha ternak maupun usaha kelapa sawit, sebagaimana yang telah dilaksanakan pada PT.Agricinal Bengkulu yang dikenal dengan SISKA (Sistem Integrasi Sapi-Sawit Model Agricinal). Pada sistem integrasi ini, ternak sapi digunakan sebagai penarik gerobak untuk mengangkut TBS (Tandan Buah Segar) dari lokasi pemanenan ke tempat penampungan sementara. Satu ekor sapi dapat menarik gerobak dengan daya angkut sampai 400 kg pada lahan yang permukaannya datar. Dampak positif yang dirasakan oleh pemanen dengan sistem ini adalah jumlah panenan meningkat sehingga produktivitas pemanen meningkat, yang ditandai dengan peningkatan pendapatan sebesar Rp 500-600 ribu per bulan.

Peran ternak sapi selain sebagai penghasil tenaga kerja, juga dapat menghasilkan bahan organik untuk pembuatan pupuk dan sumber energi alternatif pada tingkat pemanen dalam bentuk biogas Sementara bagi pihak perusahaan, keuntungan yang diperoleh adalah: (1) biaya perawatan jalan menurun menjadi 40 persen, (2) biaya pupuk menurun dengan ketersediaan pupuk organik asal sapi dan


(46)

(3) terbinanya calon usahawan di bidang peternakan (Manurung, 2005). Selanjutnya dikemukakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan hijauan yang terbatas di areal perkebunan, digunakan cacahan pelepah sawit dan daun sebagai pengganti pakan hijuan, sementara sebagai pakan tambahan digunakan hasil samping pengolahan buah sawit yang dikenal dengan non oil solid atau biasa disebut solid. Dari hasil pengolahan sawit PT.Agricinal diperoleh solid paste, yang kandungan protein kasarnya lebih tinggi serta kadar serat kasarnya lebih rendah dari solid biasa.

Pemanfaatan hasil samping tanaman dan pengolahan kelapa sawit berupa pelepah, solid dan bungkil kelapa sawit dengan imbangan 1:1:1 sebagai bahan dasar pakan sapi potong memberikan pertambahan bobot hidup harian yang terbaik serta harga ransum yang termurah untuk menghasilkan setiap kilogram pertambahan bobot hidup (Mathius et al., 2004). Sedangkan penelitian pada ternak domba yang dilakukan Doloksaribu et al. (2004) pada perusahaan pembibitan domba di Kabupaten Toba Sumatera Utara, dengan skala 1 031 ekor induk dan 33 ekor pejantan, menunjukkan bahwa usaha pembibitan domba yang terintegrasi dengan perkebunan kelapa sawit pada skala komersial layak untuk dikembangkan, ditunjukkan dengan nilaibenefit cost ratio sebesar 1.2.

2.2.3. Integrasi Ternak-Kakao

Sistem integrasi ternak-kakao memanfaatkan limbah kulit buah kakao serta hijauan dari tanaman pelindung seperti gamal dan lamtoro sebagai pakan ternak kambing atau domba. Prabowoet al. (2002) membandingkan pemeliharaan kambing di perkebunan kakao Kabupaten Lampung Selatan dan Lampung Timur yang diberikan suplemen pakan lengkap dengan kambing yang hanya diberikan


(47)

suplemen garam dapur (NaCl) dengan komposisi hijauan terdiri dari rumput alam, daun gamal, daun lamtoro serta kulit buah kakao. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian suplemen pakan lengkap dalam bentuk blok garam jilat memberikan dampak positif terhadap produktivitas ternak kambing Peranakan Etawah baik jantan maupun betina, serta memberikan tambahan pendapatan per tahun sebesar 85.7 persen lebih tinggi dibandingkan pendapatan yang diperoleh pada pemeliharaan kambing dengan pemberian garam dapur.

Penelitian sistem integrasi kambing-kakao juga dilakukan Bulo et al. (2004) di daerah Sulawesi Tengah, dimana hasil terbaik diperoleh pada pemeliharaan kambing dengan introduksi teknologi menggunakan kandang panggung dengan pemberian pakan 80 persen daun gamal, 20 persen daun kakao, mineral dan garam. Secara finansial perlakuan ini layak untuk diusahakan karena memberi keuntungan terbesar dibandingkan perlakuan lain yaitu dengan nilai Return Cost Ratio sebesar 1.63. Sejalan dengan penelitian tersebut, Priyantoet al. (2004) menemukan bahwa integrasi kambing-kakao di Lampung juga dapat meningkatkan pendapatan melalui efisiensi biaya pupuk sebesar 40 persen, serta penghematan tenaga kerja dalam pengambilan rumput sebesar 50 persen, karena rumput telah diganti dengan hijauan tanaman pelindung (legum) dan kulit buah kakao. Kontribusi usaha ternak kambing mencapai 17.45 persen dari total pendapatan petani.

2.2.4. Integrasi Ternak-Jagung

Sinergisme pola ini adalah pemanfaatan limbah tanaman jagung berupa jerami fermentasi sebagai pakan ternak dan pemanfaatan pupuk kandang oleh tanaman jagung. Penelitian Utomo et al. (2004) terhadap empat varietas jagung,


(48)

yaitu varietas jagung putih (lokal), varietas Sukmaraga, Lamuru dan Semar-10 pada lahan kering di Kalimantan Tengah, menunjukkan bahwa varietas jagung yang paling adaptif adalah semar-10 dengan dosis pemupukan urea 100 kg, SP36 100 kg dan kompos 1 500 kg, yang memberikan hasil 6.83 ton/hekar jagung pipilan kering dengan RC rasio sebesar 2.6. Sementara rata-rata pertambahan bobot badan ternak sapi yang diberikan pakan rumput dan jerami jagung dalam kisaran normal.

Pemanfaatan limbah daun dan batang jagung, limbah ubi kayu berupa ampas ubi kayu dan limbah padi berupa dedak sebagai pakan pokok sapi telah banyak dilakukan oleh petani di daerah Deli Serdang Sumatera Utara. Hasil penelitian Wasito et al.(2004) menunjukkan bahwa penggemukan sapi Brahman atau Simental dengan pakan jerami jagung dan konsentrat ampas ubi kayu, dedak halus, bungkil kelapa dan garam dapur selama tujuh bulan memberikan keuntungan paling tinggi dengan nilai BC rasio di atas 1.3. Tingkat konsumsi jerami jagung yang tertinggi adalah untuk varietas Pioner 12, yaitu sampai dengan 90 persen karena batangnya yang lunak dan rapuh, sehingga sisa pakan cenderung sedikit.

2.3. Penelitian Optimalisasi

Penelitian optimalisasi telah banyak dilaksanakan. Widiati (1986) melakukan penelitian tentang optimalisasi usahatani ternak sapi perah impor menggunakan analisis linear programming. Penelitian ini bertujuan mencari beberapa alternatif atau kemungkinan-kemungkinan pola produksi usahatani ternak sapi perah yang memberikan pendapatan sesuai dengan yang diinginkan. Pendapatan yang diinginkan untuk dapat dicapai oleh petani adalah sebesar dua


(49)

juta rupiah per tahun. Pendapatan ini diperoleh melalui aktivitas usaha tanaman, memelihara sapi perah, menjual dan membeli hijauan pakan serta menjual dan membeli pupuk kandang. Adapun kendala yang dihadapi petani adalah kendala luas lahan, tenaga kerja dan modal.

Untuk mencapai pendapatan 2 juta rupiah pertahun, maka alternatif kegiatan usahatani yang dilakukan adalah meningkatkan produktivitas dimana dalam jangka panjang adalah meningkatkan produktivitas tenaga kerja, produktivitas lahan dan meningkatkan produktivitas ternak. Sedangkan dalam jangka pendek adalah menambah jumlah ternak. Alternatif lain adalah meningkatkan harga produksi susu. Aktivitas produksi tanaman dilakukan dengan alternatif luas lahan nol hektar, lebih kecil atau sama dengan 0.5 hektar dan lebih kecil atau sama dengan 1 hektar. Dengan adanya kenaikan produksi susu, maka solusi optimal untuk memperoleh pendapatan 2 juta pertahun, direkomendasikan untuk mengusahakan ternak sapi perah 21.87 ekor untuk petani yang tidak mengusahakan lahan pertanian. Sedangkan untuk petani yang mengusahakan lahan pertanian 0.5 -1 hektar masing-masing direkomendasikan aktivitas produksi ternak sapi perah sebanyak 14.74 ekor dan 8.19 ekor, dengan pola tanam rumput monokultur.

Rusastra (1985) melakukan penelitian dengan model linier untuk usahatani ternak. Model yang dikembangkan adalah untuk menangkap keragaman agroekologi pada berbagai wilayah yang memiliki topografi berbeda. Wilayah yang dikaji meliputi daerah dataran rendah, dataran berbukit dan dataran tinggi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa untuk mempertahankan kehadiran usaha ternak pada suatu daerah spesifik tertentu perlu diciptakan teknologi yang


(50)

mampu berkompetisi dalam hal pemanfaatan tenaga kerja petani dan modal usaha secara lebih efisien dan menguntungkan.

Ilham dan Saktyanu (1998) menganalisis sistem usahatani terpadu dalam menunjang pembangunan pertanian berkelanjutan dengan menggunakan model linier, yang bertujuan untuk menganalisis perencanaan usahatani terpadu di Kabupaten Magetan Jawa Timur, berkaitan dengan ketersediaan sumberdaya lahan, tenaga kerja dan modal sesuai dengan kondisi biofisik dalam upaya melaksanakan usahatani yang berkelanjutan.

Nenepath (2001) dalam penelitian diversivikasi ternak sapi potong dengan menggunakan linear programming menunjukkan bahwa pada kondisi optimal, usaha ternak sapi yang dikombinasikan dengan berbagai macam tanaman akan memberikan tambahan pendapatan dengan jumlah ternak yang berbeda di dua kecamatan penelitian, karena dipengaruhi luas lahan yang berbeda.

Optimalisasi usaha tanaman pangan dan pemeliharaan ternak sapi juga dilakukan oleh Danialsyah (1998) di daerah Barru Sulawesi Selatan. Selain memasukkan aktivitas usaha tanaman yaitu aktivitas produksi pola tanam tanaman pangan dan pemeliharaan ternak berupa memelihara sapi induk, penulis juga memasukkan aktivitas menyewa tenaga kerja pria, wanita dan ternak serta tenaga kerja anak sebagai gembala, menjual hasil produksi tanaman dan ternak, meminjam modal dari pemerintah serta aktivitas membeli bahan makanan untuk konsumsi keluarga. Adapun kendala yang diperhitungkan adalah sumberdaya tanah sawah, tanah kering, batas pemeliharaan ternak, tenaga kerja keluarga pria, wanita dan anak yang tersedia, ketersediaan modal kerja milik sendiri dan modal pinjaman, serta konsumsi padi keluarga.


(51)

Hasil pemecahan solusi optimal memberikan peningkatan pendapatan dari aktivitas usahatani aktual antara 11,81 persen pada petani dengan kepemilikan lahan 0.05 – 0.09 hektar dan 52.77 persen pada petani dengan luas pengusahaan lahan 0.50-1.99 hektar, dengan pendapatan asal ternak yang dominan.

Nefri (2000) melakukan penelitian pada peternakan sapi potong skala industri. Untuk produksi pakan sapi berupa konsentrat digunakan program linier yang meminimumkan biaya dengan keterbatasan sumberdaya yang tersedia. Sedangkan untuk aktivitas produksi daging digunakan program tujuan ganda goal programming untuk menyelesaikan permasalahan dengan banyak sasaran, yang tidak dapat diselesaikan dengan linear programming. Untuk pengambilan keputusan produksi dan pemasaran sapi potong maka kendala tujuan atau sasaran yang ditetapkan adalah sasaran keuntungan, sasaran pemenuhan permintaan dan sasaran pemenuhan kapasitas produksi. Sedangkan kendala fungsional yang dihadapi adalah ketersediaan hijauan, ketersediaan konsentrat, kapasitas penawaran daging beku, penjualan daging segar dan penjualan daging beku. Hasil analisis tujuan ganda yang menempatkan sasaran keuntungan sebagai prioritas pertama dan sasaran pemenuhan target penawaran serta target produksi sebagai prioritas kedua dan ketiga memberikan solusi optimal berupa produksi daging segar sebesar 5 399.372 kg dan produksi daging beku sebesar 180 kg yang didistribusikan ke masing-masing wilayah pemasaran.

Keputusan produksi hasil optimalisasi untuk mencapai sasaran keuntungan yang diharapkan (merupakan prioritas pertama), melebihi posisi target penawaran perusahaan. Sementara sasaran pemenuhan tingkat penawaran dan kapasitas produksi sebagai prioritas kedua ternyata tidak tercapai yaitu melebihi target


(52)

sebesar 585.372 kg yang didistribusikan ke wilayah Bandung. Penelitian Howara (2004) yang bertujuan menentukan pola usahatani padi-sapi yang optimal dengan program linier di Kabupaten Majalengka dengan kendala lahan, benih, pupuk, pakan sapi, tenaga kerja serta modal kerja, memberikan hasil bahwa pola tanam yang memberikan hasil optimal adalah pada musim tanama I adan II menanam padi, musim tanam III menanam padi, jagung dan kedelai. Selain pola tersebut aktivitas memelihara ternak serta meminjam kredit pada musim tanam I dan II merupakan solusi optimal yang dapat memberikan pendapatan maksimal.

Hasil analisis terhadap sumberdaya menunjukkan bahwa sumberdaya yang terbatas atau langka adalah sumberdaya lahan pada musim tanam III, pupuk TSP pada musim tanam I dan III, pupuk ZA pada musim tanam II dan III serta modal pada musim tanam I dan II. Sehingga penambahan satu-satuan sumberdaya tersebut akan menambah pendapatan sebesar nilai dualnya.

Penelitian yang mengkaji pengembangan ternak sapi potong dalam sistem rumahtangga petani dengan menggunakan modellinear programming(LP),untuk menentukan alokasi optimal penggunaan sumberdaya yang dimiliki petani serta mengkaji pemanfaatan teknologi pakan, bibit unggul dan kebijakan kredit serta harga output di empat tipologi wilayah di daerah Istimewa Yogyakarta dilakukan oleh Widiati (2003). Fungsi tujuan model LP adalah memaksimumkan pendapatan rumahtangga petani berupacash flow selama tiga tahun.

Aktivitas untuk mencapai tujuan secara umum pada penelitian Widiati adalah aktivitas usahatani tanaman dengan berbagai pola tanam, aktivitas usahatani ternak sapi, aktivitas usaha luar usahatani, aktivitas membeli berbagai macam input, aktivitas menjual produk serta aktivitas konsumsi. Adapun kendala


(53)

yang dihadapi adalah luas lahan garapan, jumlah ternak sapi, jumlah tenaga kerja keluarga, jumlah tenaga kerja ternak, jumlah pupuk kandang yang dapat dihasilkan, jumlah hijauan pakan yang dapat dihasilkan pada setiap pola tanam, pemenuhan konsumsi keluarga dan kendala modal.

Herawati et al. (2004) melakukan penelitian untuk mengestimasi skala usaha yang optimal pada pola integrasi dan non integrasi tanaman-ternak propinsi Riau dengan menggunakan model Integer Linear Programming. Ternak sapi, kambing jantan, kambing betina, ayam jantan dan ayam betina diperbandingkan secara simultan dari segi efisiensi ekonomi pada tiga pola usahatani, yaitu (1) usahatani non integrasi dimana ternak sebagai usaha pokok, (2) usahatani integrasi, usaha ternak sebagai cabang usaha, dan (3) usahatani integrasi, usaha ternak sebagai usaha sambilan. Skala usaha optimal yang diperoleh pada pola (1) adalah 2 kambing jantan, 11 kambing betina, 12 ayam jantan dan 114 ayam betina; pada pola (2) skala optimal adalah pemeliharaan 14 kambing jantan, 92 kambing betina, 10 ayam jantan dan 95 ayam betina, sementara pada pola (3) skala optimal adalah 3 kambing jantan dan 21 kambing betina.


(54)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Aktivitas usahatani sangat terkait dengan kegiatan produksi yang dilakukan petani, yaitu kegiatan memanfaatkan sejumlah faktor produksi yang dimiliki petani dengan jumlah yang terbatas. Produksi merupakan suatu kegiatan yang merubah input menjadi output. Kegiatan ini dalam ekonomi biasa disebut fungsi produksi. Fungsi produksi menggambarkan hubungan teknis yang merubah input (sumberdaya) menjadi output (Debertin, 1986; Beattie and Taylor, 1985).

Produksi maksimal dapat dicapai jika petani melakukan aktivitas produksi secara efisien, yaitu dengan sumberdaya yang terbatas dapat dihasilkan produksi maksimal atau dengan jumlah sumberdaya yang minimal diperoleh produksi dengan jumlah tertentu, sehingga konsep produksi sangat terkait dengan efisiensi. Dalam kaitannya dengan konsep efisiensi teknis, suatu tingkat penggunaan faktor produksi dikatakan lebih efisien dari tingkat pemakaian yang lain apabila dapat memberikan rata-rata produksi (Average Physical Product) yang lebih besar (Sugiarto et al., 2005). Pelaku ekonomi biasanya lebih memfokuskan perhatian pada konsep efisiensi ekonomis dibandingkan efisiensi teknis. Dalam hal ini, efisiensi ekonomis tercapai pada saat pemakaian input atau faktor produksi memberikan keuntungan yang maksimum.

3.1. Konsep Hubungan Antara Dua Produk

Memadukan usahatani tanaman dengan ternak merupakan aktivitas produksi yang memadukan dua cabang usahatani atau lebih. Dengan demikian sumberdaya yang tersedia dimanfaatkan secara bersama untuk menghasilkan tanaman serta memelihara ternak. Dalam satu areal lahan misalnya, petani selain


(55)

mengusahakan tanaman pangan juga memelihara ternak. Sehingga dalam luasan lahan tertentu, petani dihadapkan pada pilihan berapa luasan lahan yang sebaiknya digunakan untuk menanam tanaman pangan serta berapa jumlah ternak yang dapat dipelihara, sesuai dengan jumlah hijauan maupun limbah hasil pertanian yang dapat disediakan dari luasan lahan tersebut.

Terbatasnya jumlah tenaga kerja keluarga, juga menuntut petani untuk dapat mengalokasikan waktu kerja pada kegiatan tanaman dan memelihara ternak. Dalam hal ini petani harus dapat menentukan berapa besar sebaiknya alokasi waktu untuk masing-masing anggota keluarga yang dicurahkan pada setiap kegiatan usahatani tersebut. Demikian pula untuk sumberdaya lainnya yang digunakan sebagai input produksi.

Jika tujuan petani adalah memperoleh pendapatan maksimal dari hasil tanaman serta memelihara ternak, maka petani dituntut untuk dapat mengalokasikan masing-masing sumberdaya yang terbatas tersebut secara efisien. Kondisi ini dapat digambarkan dengan Kurva Kemungkinan Produksi (KKP), sebagaimana terlihat pada Gambar 1. Kurva kemungkinan produksi ini menunjukkan kombinasi dua produk yang dapat dihasilkan dari sejumlah input tertentu, sesuai dengan ketersediaan sumberdaya yang dimiliki petani.

Berdasarkan Gambar 1 dapat dijelaskan bahwa usahatani tanaman dan usahatani ternak dilakukan pada areal lahan yang sama sebagai input produksinya. Dengan sejumlah input tertentu, jumlah ternak yang dapat dihasilkan ditunjukkan sepanjang sumbu horisontal (y1), dan jumlah tanaman yang dihasilkan adalah sepanjang sumbu vertikal (y2). Untuk menentukan berapa jumlah ternak dan tanaman yang sebaiknya diproduksi untuk memberikan pendapatan yang


(56)

y1’ 0

maksimum, maka dapat digunakan garis iso revenue. Garis iso revenue ini menunjukkan bahwa sepanjang garis tersebut memberikan jumlah penerimaan yang sama, baik dari usaha tanaman maupun ternak. Kombinasi produksi ternak dan produksi tanaman yang dapat memaksimumkan penerimaan adalah pada titik A, dimana KKP bersinggungan dengan garis iso-revenue. Jumlah ternak yang diproduksi adalah sebanyak y1’ dan jumlah tanaman yang diproduksi adalah y2’.

y2 (Tanaman Pangan)

Kurva Kemungkinan Produksi

y2’ A

Iso revenue-line

R= p1y1 + p2y2

Sumber : Diadopsi dari Debertin (1986)

Gambar 1. Penentuan Kombinasi Optimum Dua Produk

Sebagaimana dijelaskan oleh Debertin (1986), kondisi pada Gambar 1 dapat pula dituliskan secara matematis sebagai berikut :

Untuk menghasilkan produk y1 dan y2 dengan sejumlah input tertentu, maka digunakan persamaan :

x = g(y1,y2) ………...…… (1)

dimana:

x = bundle input yang digunakan untuk produksi ternak dan tanaman y1 (Ternak)


(57)

y1= output ternak y2= output tanaman

g = fungsi transformasi produk

Dijelaskan pula bahwa persamaan di atas bukan merupakan fungsi produksi, demikian pula fungsi g tidak sama dengan fungsi produksi yang biasa dituliskan dengan notasif.

Sedangkan persamaan penerimaan yang diperoleh dari usahatani tanaman dan ternak adalah :

R= p1y1 + p2y2………..……….……… (2)

dimana:

R = penerimaan

p1 = harga output tanaman pangan p2 = harga output ternak

y = jumlah output

Sehingga untuk memaksimumkan penerimaan dengan sumberdaya tertentu yang tersedia sebagaimana digambarkan dalam kurva kemungkinan produksi, melalui persamaan lagrangian adalah :

L =p1y1 + p2y2 +θ[ x - g(y1,y2)]……… (3)

maka maksimisasi penerimaan dapat diperoleh dari turunan pertama yang sama dengan nol, yaitu :

0 1 1 1 = − = y g p Y L δ δ θ δ δ ………...………..……….. (4) 0 2 2 2 = − = y g p Y L δ δ θ δ δ ………..………..………...(5) 0 ) , ( 1 2 =

= x g y y L

δλ δ

……… ………..………..(6)

Dari persamaan (4) dan (5) diperoleh :

2 2 1

1

/

/ g y

p y g p δ δ δ δ

θ = = atau

2 1 1 2 p p y y = δ δ


(58)

Dengan kata lain penerimaan maksimum dapat diperoleh jika rate of product transformation(RPT) sama dengan rasio harga.

Dalam teori ekonomi hubungan produk-produk bisa bersifat kompetitif, komplementer, suplementer dan produk gabungan (Doll & Orazem, 1978). Untuk itu petani sebagai manajer pertanian harus mencoba untuk mengkombinasikan produk-produk yang diproduksi dari sumberdaya yang terbatas untuk mengambil keuntungan yang maksimum dari adanya hubungan yang komplementer atau suplementer di antara produk-produk tersebut (Soekartawiet al., 1985)

3.2. Model Produk Antara

Konsep model produk antara dapat digunakan untuk menjelaskan konsep integrasi, dimana input untuk usahatani ternak berasal dari output yang dihasilkan oleh usahatani tanaman. Berbeda dengan konsep usahatani terpadu sebagaimana yang dijelaskan pada Gambar 1, maka konsep integrasi lebih lengkap lagi, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2, dimana produk yang dihasilkan pertanian digunakan sebagai input untuk produk pertanian lainnya yang disebut sebagaiintermediate product atau produk antara.

Sejumlah input yang digunakan misalnya pada lahan tertentu, dihasilkan output berupa hijauan (Z1) sekaligus juga menghasilkan biji-bijian atau grain (Z2). Sebagai contoh lain pada lahan sawah juga ditanami rumput untuk pakan ternak sapi. Hasil yang diperoleh pada lahan sawah ini adalah dedak ataupun jerami padi yang dapat digunakan sebagai input bagi ternak sapi untuk menghasilkan daging, bersama-sama dengan rumput yang juga dihasilkan dari areal persawahan. Pada konsep integrasi, Z2 dapat digambarkan sebagai produk sampingan yang dihasilkan dari penggunaan sejumlah input tertentu dimana input


(1)

Col Name St at us Type Pr i ce Ac t i vi t y Cost

1 XS11 BASI C NON- NEG - 1529. 83 0. 88 0

2 XS21 NON- NEG - 1610. 29 0 - 1500. 838 3 XS22 BASI C NON- NEG - 1767. 67 0. 2132501 0

4 XS31 BASI C NON- NEG - 1557 0. 81 0

5 XS32 BASI C NON- NEG - 2330 0. 5967499 0

6 XK1 BASI C NON- NEG - 1795. 15 1. 3 0

7 XK2 DEGEN NON- NEG - 1819. 36 0 0

8 RM NON- NEG - 5 0 - 807. 4734 9 XT1 DEGEN NON- NEG - 50. 92 0 0

10 XT2 BASI C NON- NEG - 15. 37 5. 4167235 0

11 XT3 DEGEN NON- NEG - 50. 92 0 0

12 XT4 BASI C NON- NEG - 15. 37 18. 027382 0

13 XKBK BASI C NON- NEG - 2 1. 3 0

14 JXS11 BASI C NON- NEG 4 1297. 93 0

15 JXS21 NON- NEG 3. 81 0 - 0. 19 16 JXS22 NON- NEG 3. 81 0 - 1. 388825 17 JXS31 BASI C NON- NEG 4 1863 0

18 JXS32 BASI C NON- NEG 7. 5 954. 7998 0

19 JXKK2 BASI C NON- NEG 15. 56 1040 0

20 JXKK3 ALTER NON- NEG 15. 56 0 0

21 JXKK4 ALTER NON- NEG 15. 56 0 0

22 JXKK5 ALTER NON- NEG 15. 56 0 0

23 JXKK6 ALTER NON- NEG 15. 56 0 0

24 JXKK7 ALTER NON- NEG 15. 56 0 0

25 JXKK8 ALTER NON- NEG 15. 56 0 0

26 JXKK9 ALTER NON- NEG 15. 56 0 0

27 JXKK10 ALTER NON- NEG 15. 56 0 0

28 JXKK11 ALTER NON- NEG 15. 56 0 0

29 JXKK12 ALTER NON- NEG 15. 56 0 0

30 JXKK1 ALTER NON- NEG 15. 56 0 0

31 JXKL2 NON- NEG 6. 35 0 - 1. 719491 32 JXKL6 NON- NEG 6. 35 0 - 1. 719491 33 JXKL10 NON- NEG 6. 35 0 - 1. 719491 34 JXT1 NON- NEG 22 0 - 16. 9839 35 JXT2 BASI C NON- NEG 18 91. 650962 0

36 JXT3 NON- NEG 22 0 - 16. 98432 37 JXT4 BASI C NON- NEG 18 305. 0233 0

38 BDDKI BASI C NON- NEG - 0. 6 891. 32221 0

39 BDDKI I BASI C NON- NEG - 0. 6 1268. 0716 0

40 BKOMPI ALTER NON- NEG - 1. 2 0 0

41 BKOMPI I ALTER NON- NEG - 1. 2 0 0

42 JKBK2 BASI C NON- NEG 0. 9 4. 6701981 0

43 JKBK3 BASI C NON- NEG 0. 9 4. 2554832 0

44 JKBK4 BASI C NON- NEG 0. 9 3. 8407684 0


(2)

Var i abl e Summar y

Var i abl e Reduced Col Name St at us Type Pr i ce Ac t i vi t y Cost

46 JKBK6 BASI C NON- NEG 0. 9 329. 29617 0

47 JKBK7 BASI C NON- NEG 0. 9 2. 5424565 0

48 JKBK8 BASI C NON- NEG 0. 9 2. 1277416 0

49 JKBK9 BASI C NON- NEG 0. 9 1. 7130267 0

50 JKBK10 BASI C NON- NEG 0. 9 1. 2983119 0

51 JKBK11 BASI C NON- NEG 0. 9 0. 8294298 0

52 JKBK12 BASI C NON- NEG 0. 9 0. 4147149 0

53 JKBK1 NON- NEG 0. 9 0 - 22. 00654 54 JDDK1 ALTER NON- NEG 0. 6 0 0

55 JDDK2 ALTER NON- NEG 0. 6 0 0

56 JKOMP1 BASI C NON- NEG 1. 2 1527. 1358 0

57 JKOMP2 BASI C NON- NEG 1. 2 2548. 7609 0

58 KPD11 BASI C NON- NEG 0 435. 67 0

59 KPD21 DEGEN NON- NEG 0 0 0

60 KPD22 BASI C NON- NEG 0 435. 67 0

61 KPD31 ALTER NON- NEG 0 0 0

62 STK2 NON- NEG - 27. 5 0 - 31. 2125 63 STK3 BASI C NON- NEG - 27. 5 39. 861417 0

64 STK4 BASI C NON- NEG - 27. 5 28. 841317 0

65 STK5 NON- NEG - 27. 5 0 - 31. 2125 66 STK6 BASI C NON- NEG - 27. 5 44. 771517 0

67 STK7 NON- NEG - 27. 5 0 - 31. 2125 68 STK8 NON- NEG - 27. 5 0 - 31. 2125 69 STK9 NON- NEG - 27. 5 0 - 31. 2125 70 STK10 NON- NEG - 27. 5 0 - 31. 2125 71 STK11 NON- NEG - 27. 5 0 - 31. 2125 72 STK12 NON- NEG - 27. 5 0 - 31. 2125 73 STK1 NON- NEG - 27. 5 0 - 31. 2125 74 PJ1 BASI C NON- NEG - 0. 135 4850. 785 0

75 PJ2 BASI C NON- NEG - 0. 135 890. 20573 0

76 LHSW1 SLACK 0 0 - 1766. 186 77 LHSW21 SLACK 0 0 - 3078. 053 78 LHSW22 SLACK 0 0 - 6955. 45 79 LKB SLACK 0 0 - 11692

80 TKK2 BASI C SLACK 0 6. 765683 0

81 TKK3 SLACK 0 0 - 31. 2125 82 TKK4 SLACK 0 0 - 31. 2125 83 TKK5 BASI C SLACK 0 3. 605383 0

84 TKK6 SLACK 0 0 - 31. 2125 85 TKK7 BASI C SLACK 0 17. 533247 0

86 TKK8 BASI C SLACK 0 7. 5682723 0

87 TKK9 BASI C SLACK 0 6. 3314513 0

88 TKK10 BASI C SLACK 0 13. 503543 0

89 TKK11 BASI C SLACK 0 23. 751242 0


(3)

Col Name St at us Type Pr i ce Ac t i vi t y Cost

91 TKK1 BASI C SLACK 0 25. 440183 0

92 MDS1 SLACK 0 0 - 0. 135 93 MDS2 SLACK 0 0 - 0. 135 94 KONBR1 SURPLUS 0 0 - 4

95 KONBR2 SURPLUS 0 0 - 5. 198825 96 TRPD11 SLACK 0 0 - 4

97 TRPD21 SLACK 0 0 - 4

98 TRPD22 SLACK 0 0 - 5. 198825 99 TRPD31 SLACK 0 0 - 4

100 TRKD SLACK 0 0 - 7. 5 101 TRKK SLACK 0 0 - 15. 56 102 TRKLP SLACK 0 0 - 8. 069491 103 RM2 BASI C SLACK 0 5. 6452084 0

104 RM3 BASI C SLACK 0 5. 122159 0

105 RM4 BASI C SLACK 0 4. 6532769 0

106 RM5 BASI C SLACK 0 4. 1302275 0

107 RM6 BASI C SLACK 0 3. 6071782 0

108 RM7 BASI C SLACK 0 3. 0841288 0

109 RM8 BASI C SLACK 0 2. 5610795 0

110 RM9 BASI C SLACK 0 2. 0921974 0

111 RM10 BASI C SLACK 0 1. 569148 0

112 RM11 BASI C SLACK 0 1. 0460987 0

113 RM12 BASI C SLACK 0 0. 5230493 0

114 RM1 SLACK 0 0 - 32. 69801 115 KBK2 SLACK 0 0 - 0. 9 116 KBK3 SLACK 0 0 - 0. 9 117 KBK4 SLACK 0 0 - 0. 9 118 KBK5 SLACK 0 0 - 0. 9 119 KBK6 SLACK 0 0 - 0. 9 120 KBK7 SLACK 0 0 - 0. 9 121 KBK8 SLACK 0 0 - 0. 9 122 KBK9 SLACK 0 0 - 0. 9 123 KBK10 SLACK 0 0 - 0. 9 124 KBK11 SLACK 0 0 - 0. 9 125 KBK12 SLACK 0 0 - 0. 9 126 KBK1 SLACK 0 0 - 22. 90654 127 TRXT1 SLACK 0 0 - 38. 9839 128 TRXT2 SLACK 0 0 - 18

129 TRFX3 SLACK 0 0 - 38. 98432 130 TRFX4 SLACK 0 0 - 18

131 DDKI SLACK 0 0 - 0. 6 132 DDKI I SLACK 0 0 - 0. 6 133 KRDI BASI C SLACK 0 149. 21502 0

134 KRDI I BASI C SLACK 0 4109. 7943 0 135 KPOSI SLACK 0 0 - 1. 2


(4)

Var i abl e Summar y

Var i abl e Reduced Col Name St at us Type Pr i ce Ac t i vi t y Cost 136 KPOSI I SLACK 0 0 - 1. 2 137 TKBK SLACK 0 0 - 3. 6112


(5)

Row Name Type Col Rhs Act i vi t y Act i vi t y 1 pr of i t OBJECTVE . 0 36431. 859 . 2 LHSW1 LE 76 0. 88 0. 88 1766. 1865 3 LHSW21 LE 77 0. 81 0. 81 3078. 0525 4 LHSW22 LE 78 0. 81 0. 81 6955. 45 5 LKB LE 79 1. 3 1. 3 11692. 002

6 TKK2 LE 80 61. 5 54. 734317 0

7 TKK3 LE 81 61. 5 61. 5 31. 2125 8 TKK4 LE 82 61. 5 61. 5 31. 2125 9 TKK5 LE 83 61. 5 57. 894617 0

10 TKK6 LE 84 61. 5 61. 5 31. 2125 11 TKK7 LE 85 61. 5 43. 966753 0

12 TKK8 LE 86 61. 5 53. 931728 0

13 TKK9 LE 87 61. 5 55. 168549 0

14 TKK10 LE 88 61. 5 47. 996457 0

15 TKK11 LE 89 61. 5 37. 748758 0

16 TKK12 LE 90 61. 5 47. 185144 0

17 TKK1 LE 91 61. 5 36. 059817 0

18 MDS1 LE 92 2224. 31 2224. 31 0. 135 19 MDS2 LE 93 2224. 31 2224. 31 0. 135 20 KONBR1 GE 94 435. 67 435. 67 - 4

21 KONBR2 GE 95 435. 67 435. 67 - 5. 198825 22 TRPD11 LE 96 0 0 4

23 TRPD21 LE 97 0 0 4

24 TRPD22 LE 98 0 0 5. 198825 25 TRPD31 LE 99 0 0 4

26 TRKD LE 100 0 0 7. 5 27 TRKK LE 101 0 0 15. 56 28 TRKLP LE 102 0 0 8. 0694908 29 RM2 LE 103 281. 34 275. 69479 0

30 RM3 LE 104 281. 34 276. 21784 0

31 RM4 LE 105 281. 34 276. 68672 0

32 RM5 LE 106 281. 34 277. 20977 0

33 RM6 LE 107 281. 34 277. 73282 0

34 RM7 LE 108 281. 34 278. 25587 0

35 RM8 LE 109 281. 34 278. 77892 0

36 RM9 LE 110 281. 34 279. 2478 0

37 RM10 LE 111 281. 34 279. 77085 0

38 RM11 LE 112 281. 34 280. 2939 0

39 RM12 LE 113 281. 34 280. 81695 0 40 RM1 LE 114 281. 34 281. 34 32. 698007 41 KBK2 LE 115 0 0 0. 9 42 KBK3 LE 116 0 0 0. 9 43 KBK4 LE 117 0 0 0. 9 44 KBK5 LE 118 0 0 0. 9 45 KBK6 LE 119 0 0 0. 9


(6)

Const r ai nt Summar y

Const r ai nt S/ S Dual Row Name Type Col Rhs Act i vi t y Act i vi t y 46 KBK7 LE 120 0 0 0. 9 47 KBK8 LE 121 0 0 0. 9 48 KBK9 LE 122 0 0 0. 9 49 KBK10 LE 123 0 0 0. 9 50 KBK11 LE 124 0 0 0. 9 51 KBK12 LE 125 0 0 0. 9 52 KBK1 LE 126 0 0 22. 90654 53 TRXT1 LE 127 0 0 38. 983901 54 TRXT2 LE 128 0 0 18 55 TRFX3 LE 129 0 0 38. 984324 56 TRFX4 LE 130 0 0 18 57 DDKI LE 131 0 0 0. 6 58 DDKI I LE 132 0 0 0. 6 59 KRDI LE 133 5000 4850. 785 0 60 KRDI I LE 134 5000 890. 20573 0 61 KPOSI LE 135 0 0 1. 2 62 KPOSI I LE 136 0 0 1. 2 63 TKBK LE 137 0 0 3. 6112003