memberi keuntungan jika nilainya lebih besar dari biaya produksi per hektar lahan untuk masing-masing jenis lahan.
Penambahan satu hektar luas pengusahaan lahan untuk semua jenis lahan akan memberikan tambahan penghasilan terbanyak pada model tanpa integrasi,
ditunjukkan dengan harga bayangan yang lebih tinggi dibandingkan pada integrasi padi-ternak maupun kakao-ternak, kecuali untuk lahan kebun. Pada
model integrasi padi-ternak, penambahan luas pengusahaan lahan satu hektar pada musim tanam II akan memberikan arti jika mengusahakan padi dibandingkan
kedelai karena biaya produksi kedelai lebih tinggi, yaitu Rp 2 330 ribu dibandingkan biaya produksi padi pada musim tanam II, yaitu Rp 1 767.67 ribu
dapat dilihat pada lampiran hasil analisis data. Secara keseluruhan, penambahan luas pengusahaan lahan, baik lahan
sawah maupun lahan kebun akan memberikan tambahan pendapatan, karena harga bayangan lahan masih lebih besar dari biaya produksi masing-masing jenis lahan.
Namun penambahan luas pengusahaan lahan juga membawa konsekuensi kepada penambahan modal usaha, dimana petani juga memiliki keterbatasan modal untuk
usahataninya. Disamping itu keputusan untuk menambah luas pengusahaan lahan juga harus memperhatikan batas minimum dan maksimum dari penambahan
tersebut, sehingga tidak akan merugikan.
7.2.2. Sumberdaya Tenaga Kerja
Ketersediaan tenaga kerja keluarga merupakan faktor yang sangat membatasi usahatani, terlebih dengan usahatani multi komoditi. Petani
dihadapkan pada pengaturan pemanfaatan tenaga kerja keluarga serta penggunaan tenaga kerja dari luar keluarga. Alokasi sumberdaya tenaga kerja
keluarga dapat dilihat pada Tabel 19. Kebutuhan tenaga kerja pada bulan Maret dan Juni melebihi ketersediaan tenaga kerja keluarga. Hal ini mensyaratkan petani
untuk mengupah tenaga kerja dari luar keluarga. Kebutuhan tenaga kerja yang meningkat pada bulan Februari untuk model tanpa integrasi serta integrasi padi-
ternak disebabkan kegiatan pengolahan lahan sawah serta panen kelapa yang membutuhkan tenaga kerja lebih banyak dari bulan lainnya. Pada model kakao-
ternak, kebutuhan tenaga kerja untuk bulan Februari masih dapat dipenuhi dari tenaga kerja keluarga. Hal ini mengingat pada model kakao-ternak, aktivitas
produksi kelapa yang membutuhkan tenaga kerja untuk panen pada bulan Februari ini tidak menjadi aktivitas basis.
Tabel 19. Penggunaan Tenaga Kerja Keluarga dan Tenaga Kerja Luar Keluarga Berdasarkan Model Integrasi Tanaman-Ternak
Bulan Uraian
Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Jan
Padi-Ternak Tersedia
HOK
61.5 61.5 61.5 61.5 61.5 61.5 61.5 61.5 61.5 61.5 61.5 61.5 Terpakai
HOK
61.5 61.5 41.1 26.9
61.5 13.5 22.5 40.8 61.5 35.5 47.6 13.5
Sewa
HOK
12.3 24.5 0 0
60.2 0 0 0 6.9 0 0 0
Nlai Dual
Rp000
31.2 31.2 31.2 31.2
Kakao-ternak Tersedia
HOK
61.5 61.5 61.5 61.5 61.5 61.5 61.5 61.5 61.5 61.5 61.5 61.5 Terpakai
HOK
53.6 61.5 61.5
52.3 61.5
39.1 49.1
50.3 46.1
34.3 42.0
31.2 Sewa
HOK
35.6 21.6 42.9
Nlai Dual
Rp000
31.2 31.2 31.2
Tanpa Integrasi Tersedia
HOK
61.5 61.5 61.5 61.5 61.5 61.5 61.5 61.5 61.5 61.5 61.5 61.5 Terpakai
HOK
61.5 61.5 31.7 17.4
61.5 11.9
21.9 23.1
49.1 21.3
11.9 4.03
Sewa
HOK
2.8 15.0 46.5
Nlai Dual
Rp000
31.2 31.2 31.2
Kebutuhan tenaga kerja juga meningkat pada bulan Maret karena bertepatan dengan kegiatan penanaman padi, kegiatan pemupukan kelapa, dan
pemupukan kakao yang membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah yang lebih banyak. Sedangkan untuk bulan Juni, kegiatan petani adalah panen padi, yang
juga bertepatan dengan waktu panen kelapa. Pada integrasi kakao-ternak, petani membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak pada bulan April yaitu pada saat
panen raya kakao berlangsung. Kebutuhan tenaga kerja yang meningkat pada bulan Oktober untuk model
padi-ternak, disebabkan aktivitas panen kelapa. Aktivitas produksi kelapa sangat mempengaruhi jumlah kebutuhan tenaga kerja pada integrasi padi-ternak karena
alokasi lahan kebun seluruhnya digunakan untuk produksi kelapa, yaitu seluas 1.3 hektar, sehingga kebutuhan tenaga kerja pada model integrasi ini lebih banyak.
Jika dilihat dari ketersediaan tenaga kerja keluarga sebesar 738 HOK per tahun maka pemanfaatan tenaga kerja keluarga terbesar adalah pada model
integrasi kakao-ternak, yaitu sebesar 582.43 HOK, sedangkan pada integrasi padi- ternak sebanyak 487.35 HOK dan model tanpa integrasi sebesar 372.93 HOK per
tahun. Model integrasi membutuhkan tenaga kerja lebih banyak dibandingkan tanpa integrasi, sehingga dengan mengintegrasikan usahatani tanaman dan ternak
akan menambah kesempatan kerja pada usahatani. Namun demikian secara keseluruhan masih terdapat pula kesempatan bagi petani untuk melakukan
kegiatan di luar usahatani, mengingat masih tersedianya tenaga kerja yang belum seluruhnya dicurahkan pada kegiatan usahatani, terutama di luar bulan Februari,
Maret, April, Juni dan Oktober. Aktivitas menyewa tenaga kerja dari luar keluarga pada bulan Februari,
Maret, Juni dan Oktober pada integrasi padi-ternak, serta pada bulan Maret, April dan Juni untuk integrasi kakao-ternak lebih menguntungkan, karena harga
bayangan untuk tenaga kerja pada bulan-bulan tersebut sebesar Rp 31.2 ribu lebih tinggi dibandingkan tingkat upah yang harus dibayarkan, yaitu Rp 27 500 per
HOK. Penambahan satu HOK akan menambah pendapatan petani sebesar harga bayangan tersebut. Sebaliknya, menyewa tenaga kerja pada saat ketersediaan
tenaga kerja keluarga masih berlebih, yaitu pada bulan selain bulan-bulan tersebut hanya akan mengurangi pendapatan sebesar opportunity cost tenaga kerja pada
bulan yang bersangkutan yaitu sebesar Rp 31.2 ribu Lampiran hasil analisis data.
7.2.3. Modal Usahatani