Integrasi Padi –Ternak Konsep Integrasi Tanaman-Ternak

Banyak model integrasi tanaman-ternak yang sudah dilakukan baik pada tingkat usahatani yang selama ini sudah dilakukan, maupun berupa kajian dari program-program pemerintah. Beberapa model integrasi tanaman-ternak dipaparkan pada sub bab di bawah ini.

2.2.1. Integrasi Padi –Ternak

Daur ulang yang terjadi dalam sistem usahatani terpadu padi-ternak adalah dari usaha budidaya tanaman menghasilkan jerami yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan serta dedak padi yang juga dapat dimanfaatkan sebagai konsentrat; sedangkan dari usaha pemeliharaan ternak diperoleh limbah kandang berupa kotoran ternak yang melalui proses sederhana akan dihasilkan pupuk organik yang bermutu tinggi. Saling mengisi satu sama lain merupakan konsep LEISA Low External Input Sustainable Agriculture yang dapat meminimalkan biaya produksi Reintjes et al., 1999 Pemberian pupuk organik kotoran sapi dikombinasikan dengan pupuk anorganik kepada tanaman padi di Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan memberikan produksi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan produksi padi yang hanya memperoleh pemupukan organik. Produksi gabah kering panen untuk perlakuan dengan pupuk anorganik dan kombinasi pupuk organik - anorganik adalah sama, sebanyak 6.38 tonhektar. Sementara padi dengan pemberian pupuk organik saja memberikan produksi sebesar 3 tonhektar Syam dan Sariubang, 2001. Hasil penelitian di atas sejalan dengan penelitian Wardhani dan Musofie 2004 di Kabupaten Sleman Yogyakarta, dimana penggunaan pupuk organik dengan tambahan 10-30 persen pupuk anorganik mampu memberikan produksi 6.33-6.40 tonhektar, sementara produksi padi yang hanya memperoleh pupuk anorganik sebesar 6.20 ton perhektar. Penggunaan pupuk organik mampu menghemat biaya pupuk sebesar Rp 342 000hektarmusim tanam. Pemanfaatan jerami fermentasi sebagai pakan ternak sapi yang dipelihara pada lahan sawah irigasi di Sulawesi Tengah dengan komposisi 50 persen jerami fermentasi JF dan 50 persen rumput alam RA mampu memberikan pendapatan yang lebih tinggi yaitu Rp 7 600 per ekorhari dengan RC rasio sebesar 2.19 dibandingkan dengan pemberian pakan dengan komposisi JF 45 persen dan RA 55 persen serta JF 40 persen dan RA 60 persen dengan pendapatan masing- masing Rp 7 025ekorhari dan Rp 6 775ekor per hari. Kotoran ternak yang dihasilkan pada pemeliharaan ini berkisar 3.2-3.8 kgekorhari. Pemanfaatan kotoran sapi sebagai pupuk organik dikombinasikan dengan pupuk anorganik dengan perbandingan 50 : 50 persen memberikan produksi gabah kering panen sebesar 6.9 tonhektar dan produksi jerami sebanyak 12.16 tonhektar. Komposisi pupuk ini memberikan produksi yang lebih tinggi dibandingkan komposisi pupuk organik : anorganik 40 : 60 persen atau 30 : 70 persen. Penggunaan jerami padi sebagai pakan dasar telah dicobakan pada ternak domba di laboratorium Universitas Gajah Mada Yogyakarta untuk mengetahui biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan satu kilogram bobot badan feed cost per gain atau FC. Komposisi jerami padi 30 persen dan konsentrat 70 persen memberikan FC terendah sebesar Rp 6 693.36kg, dibandingkan dengan komposisi 40-60 persen atau 20-80 persen, dimana FC sebesar Rp 8 025.57kg dan Rp 7 666.01kg. Pada tingkat petani dimana jerami pada tidak dibeli, maka FC menjadi lebih rendah yaitu sebesar Rp 6 089.33kg dan dapat memberikan keuntungan sebesar Rp 3 800.96 per kg bobot hidup Purbowati et al., 2004. Penggunaan jerami padi selain sebagai pakan ternak, juga dapat dijadikan pupuk organik, sebagaimana hasil penelitian Suriadikarta dan Adimiharja 2001. Penggunaan jerami sebagai pupuk organik pada tanah sawah dapat meningkatkan efisiensi pupuk N dan P, serta hasil padi mencapai 7 ton gabah kering gilinghektar. Pada sawah bukaan baru, penggunaan jerami dan dolomit dapat meningkatkan produksi padi dari 4.6 tonhektar menjadi 6.1 tonhektar.

2.2.2. Integrasi Kelapa Sawit – Ternak