VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN – TERNAK
7.1. Pola Usahatani
Pola usahatani yang dimasukkan dalam program linier sesuai kebiasaan petani adalah pola tanam padi-bera untuk lahan sawah satu kali penanaman padi
dalam setahun, padi-padi dan padi-kacang kedelai untuk lahan sawah dua kali tanam serta produksi kakao dan kelapa untuk lahan kering. Aktivitas produksi
usahatani hasil pemecahan optimal ditampilkan pada Tabel 17. Tabel 17. Pola Usahatani Hasil Pemecahan Optimal untuk Masing-Masing
Model Integrasi Tanaman-Ternak dan Tanpa Integrasi Aktivitas
Produksi Satuan Tanpa
Integrasi Padi –Ternak
Kakao - Ternak
Lahan Sawah PT1 : Padi-bera
PT2 : Padi-Padi PT3 : Padi-Kedelai
Ha Ha
Ha 0.880
0.810 0.810
0.880 0.810
0.810 0.880
0.810 0.810
Lahan kering Kakao
Kelapa Ha
Ha 1.30
1.30 1.185
0.115 Ternak
Sapi Kambing1
Kambing2 Ekor
Ekor Ekor
1.94 24.91
0.91 18.29
Pola usahatani yang diusulkan untuk ketiga model baik tanpa integrasi maupun integrasi padi-ternak dan kakao-ternak untuk lahan sawah adalah sama
yaitu padi-bera, padi-padi dan padi-kedelai dengan luas pengusahaan lahan yang sama. Perbedaan model integrasi menyebabkan perbedaan pada pola usahatani
lahan kering, dimana dengan mengintegrasikan tanaman padi dengan ternak maka
yang menjadi sumber produksi pakan adalah lahan sawah sebagai penghasil jerami padi. Untuk model integrasi padi-ternak ini, maka aktivitas produksi lahan
kering tidak diharapkan memberikan sumbangan terhadap ketersediaan pakan, untuk itu aktivitas produksi yang diusulkan dalam pemecahan optimal dari lahan
kering adalah aktivitas produksi kelapa, yang memanfaatkan seluruh luasan lahan kering yaitu 1.3 hektar untuk tanaman kelapa. Hal ini disebabkan produktivitas
tanaman kakao sangat rendah, sehingga mengusahakan tanaman kelapa menjadi aktivitas yang dipilih dalam pemecahan optimal untuk dapat meningkatkan
pendapatan. Berbeda dengan model integrasi padi-ternak, maka model integrasi yang
memanfaatkan limbah tanaman kakao sebagai pakan ternak mengharuskan aktivitas produksi tanaman kakao menjadi aktivitas basis dalam pemecahan
optimal, yaitu sebagai penyedia hijauan bagi ternak sapi dan kambing. Luas pengusahaan lahan untuk produksi kakao pada model integrasi kakao-ternak
adalah 91.15 persen dari total pengusahaan lahan kering. Perbedaan model integrasi juga menyebabkan perbedaan pada skala
pemeliharaan ternak. Namun jumlah pemeliharaan ternak hasil pemecahan optimal ini tidak berbeda jauh dengan rata-rata kepemilikan ternak petani saat ini,
yaitu 2.77 ekor atau 2.1 Satuan Ternak ST untuk sapi dan 5.25 ekor atau 0.6 ST untuk kambing, atau secara keseluruhan jumlah pemeliharaan ternak adalah 2.7
ST. Jumlah pemeliharaan ternak pada model tanpa integrasi adalah ternak sapi sebanyak 1.94 ekor atau 1.47 ST, pada integrasi padi-ternak sebanyak 2.96 ST
24.91 ekor kambing dan integrasi kakao-ternak sebanyak 2.1 ST 18.29 ekor kambing.
Keputusan petani untuk aktivitas produksi ternak yang tidak menjadi solusi dalam pemecahan optimal hanya akan mengurangi pendapatan sebesar nilai
reduced cost. Setiap penambahan aktivitas produksi sapi sebanyak 1 ekor dengan komposisi pakan hijauan 70 persen dari rumput dan 30 persen dari kulit buah
kakao XT1 akan mengurangi pendapatan petani sebesar Rp 1 748.98 ributahun. Demikian pula dengan aktivitas lain yang tidak menjadi aktivitas basis hasil
pemecahan optimal yang memiliki nilai reduced cost tidak sama dengan nol, maka keputusan untuk memasukkan aktivitas tersebut akan mengurangi
pendapatan sebesar nilai reduced cost.
7.2. Alokasi Sumberdaya pada Model Integrasi Tanaman-Ternak