Kurban dalam pandangan Teologi Kristiani
29
darah binatang adalah kurban yang mengandung kehidupan dan oleh karena itu, kurban darah menjadi kurban yang paling bernilai serta menjadi milik Tuhan.
Bagi umat Israel, darah tidak boleh dimakan. Darah harus ditumpahkan di kaki altar untuk melambangkan keilahian. Sementara daging kurban itu dibakar di
atas altar entah sebagian atau seluruhnya dan sisanya diberikan kepada pembawa kurban untuk disantap sebagai santapan kurban. Santapan ini melambangkan
persekutuan Yahwe dengan bangsa-Nya dan karenanya mempersatukan umat. Berdasarkan Kitab Keluaran 12: 21-27, Musa memanggil tua-tua Israel
dan menyuruh mereka untuk menyembelih anak domba paskah. Domba paskah merupakan satu-satunya kurban santapan yang termasyur pada waktu itu.
Kurban disembelih di Bait Allah dan dimakan oleh keluarga di rumah dengan mengingat pembebasan dari perbudakan di Mesir berkat kekuatan Allah pada
waktu paskah pertama. Namun pengertian kurban semacam ini ditentang oleh Nabi Amos dan Nabi Yesaya. Kedua Nabi ini mengkritik cara dan sikap orang-
orang yang mempersembahkan kurban, karena menurut mereka kurban yang sesungguhnya adalah syukur. Dalam Kitab Mazmur 50, 23 dikatakan bahwa
“Siapa yang mempersembahkan syukur sebagai kurban, dia memuliakan Allah” Heuken, 2005: 96
Pengertian kurban dalam Perjanjian Baru sama sekali berbeda dengan pengertian kurban dalam Perjanjian Lama. Di sini kurban berarti pendekatan
Tuhan dengan manusia. Bukan manusia yang mendamaikan diri dengan Tuhan, tetapi Allah mendamaikan diri-Nya dengan manusia dalam Kristus.
30
Sindhunata memaparkan bahwa tindakan kekerasan dalam kurban, baik dalam hal pembunuhan binatang atau manusia, mirip dengan tindakan kekerasan
di luar ritus kurban. Dalam praktiknya, kurban harus mempunyai kemiripan dengan apa yang digantikannya. Jika hal ini tidak ada, maka pelampiasan
kekerasan tidak terpuaskan karena merasa tidak menemukan sasarannya. Meski begitu, kekerasan itu menyangkut manusia, maka kurban juga harus mempunyai
kategori- kategori “manusiawi” yang menjamin kemiripan dengan manusia yang
digantikannya. Tidak hanya kurban manusia, kurban binatang juga perlu mempunyai kategori-
kategori “manusiawi” Sindhunata, 2006: 107-109. Kehidupan dalam masyarakat selalu ada konflik keinginan dan
kepentingan antara kelas yang satu dan kelas yang lain, kelompok yang satu dan kelompok yang lain, pribadi yang satu dan yang lainnya. Analisis R. Girard
memaparkan bahwa konflik itu berasal dari saingan antar manusia yang muncul karena dalam diri manusia ada hasrat untuk meniru dan menjadikan model yang
mereka tiru itu sekaligus menjadi rival. Amarah yang membutakan rivalitas memicu timbulnya kekerasan. Dan kekerasan ini tampak sebagai sesuatu yang
pantas ditiru sebagai tanda hidup yang berhasil Banawiratma, 1986: 55-56. Pada kehidupan masyarakat-masyarakat sederhana semula ada seseorang
yang menjadi kambing hitam, dibunuh sebagai peluapan kekerasan seluruh kelompok. Melalui pengosongan kolektif tersebut kambing hitam
sekaligus menjadi sakral. Dia nampak sebagai yang terkutuk sekaligus mendatangkan keselamatan. Dari kambing hitam itu muncul suasana
sakral yang menakutkan-mengerikan sekaligus menarik-mempesonakan. Di sekitar kambing hitam itu lahirlah tabu dan tata sosial baru. Kambing
hitam yang asli itu selanjutnya menjelma dalam situasi kurban; yang dikurbankan misalnya tawanan, budak, anak kecil atau binatang atau
barang-barang alam yang dirusak. Pengosongan kekerasan secara kolektif yang pertama diulangi dalam kurban-kurban dengan kerangka
31
ritual yang ketat. Dengan demikian, agresi timbal balik intern diluapkan keluar dan dihindari kehancuran hidup bersama. Kurban hanya efektif
kalau mekanisme kambing hitam itu tetap tersembunyi, tidak disadari. Begitu dalam masyarakat sederhana institusi kurban menjamin hidup
damai bersama. Dalam masyarakat modern dengan institusi-intitusi yang kompleks kambing hitam dan kurban masih ada dan semakin kompleks
juga; selalu ada orang, kelompok, kelas tertentu, yang dijadikan kambing hitam dikambinghitamkan, dijadikan kurban, tempat meluapnya
penindasan dan kekerasan Banawiratma, 1986: 56-57.
Kutipan di atas menerangkan bahwa kurban dapat muncul karena ia dikambinghitamkan. Kambing hitam inilah yang nanti pada akhirnya akan
dikurbankan demi keselamatan masyarakat atau kelompok tertentu. Mekanisme kambing hitam banyak muncul tidak hanya di lapisan masyarakat sederhana,
namun juga mencapai tingkatan yang tinggi pemerintahan. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa mekanisme kambing hitam dapat muncul di manapun.