22
namun suatu karya baru itu tetap mengandung dan mencerminkan sifat kepribadian pengarangnya karena pengarang mengolah dengan pandangan dan
daya kreativitas dengan konsep estetika dan pikiran-pikirannya sendiri. Sebuah teks yang dihasilkan dengan cara kerja demikian dapat dipandang sebagai karya
yang baru Burhan, 2007: 51-53. Prinsip utama kajian intertekstual adalah prinsip memahami dan
memberikan makna yang bersangkutan. Karya itu diprediksikan sebagai reaksi, penyerapan, atau transformasi dari karya-karya yang lain. Hubungan
intertekstual dapat dikaitkan dengan teori resepsi. Penunjukan terhadap adanya
unsur hipogram pada suatu karya dari karya-karya lain pada hakikatnya merupakan penerimaan atau reaksi pembaca. Dengan prinsip utama itu,
pembacalah yang berperan memecahkan masalah intertekstual dengan memperoleh makna sebuah karya secara penuh dalam kontrasnya dengan karya
yang lain yang menjadi hipogramnya Burhan, 2007: 54.
C. Teologi
Teologi dapat diartikan sebagai keseluruhan pengetahuan adikodrati yang objektif lagi kritis dan yang disusun secara metodis, sistematis dan
koheren; pengetahuan ini menyangkut hal-hal yang diimani sebagai wahyu Allah atau berkaitan dengan wahyu itu. Pengetahuan iman bersifat adikodrati
karena didasarkan pada wahyu Allah yang mengatasi daya kemampuan insani. Sifat adikodrati ini berlaku juga bagi teologi yang berbentuk ilmiah. Kebenaran
yang dicari oleh teologi, yang direnungkan dan diuraikan olehnya bukanlah
23
kebenaran yang dapat dibuktikan secara empiris, bukan juga kebenaran yang dengan sendirinya jelas karena masuk akal, melainkan kebenaran yang diterima
dalam iman berdasarkan wahyu Allah. Manusia menerima wahyu Tuhan karena iman dan karena manusia percaya kepada Tuhan itu. Kepercayaan ini
merupakan anugerah sendiri dari Tuhan. Anugerah ini jauh melebihi kemampuan yang dimiliki manusia demi kodratnya untuk mengetahui. Karena
anugerah iman bersifat adikodrati, maka teologi yang merupakan refleksi ilmiah atas iman itu bersifat adikodrati juga Dister, 2007: 33.
Sifat ilmiah
teologi tampak
dari cara
teolog mengadakan
penyelidikannya. Secara metodis dicarilah kebenaran mana yang diwahyukan dan apa wahyu itu sebenarnya. Terdapat sistem karena diadakan susunan dari
kebenaran tersebut. Para teolog juga mengusahakan objektivitas, sebab ingin mengenal dan mengetahui objeknya sebagaimana adanya dan bukan hanya
sebagaimana dibayangkan oleh manusia. Namun, landasan pembuktian bukanlah pengalaman inderawi seperti dalam ilmu empiris dan pembuktiannya
juga tidak berlangsung malalui budi belaka seperti dalam filsafat. Dalam teologi pembuktian terjadi melalui budi yang diterangi oleh iman kepercayaan berkat
wahyu Allah. Dengan budinya manusia mencoba memahami hal-hal yang diwahyukan, lalu berusaha untuk mengambil kesimpulan darinya. Karena
semuanya itu dilakukan sambil memperhatikan tuntutan pekerjaan ilmiah, teologi adalah betul-betul sebuah ilmu iman Dister, 2007: 33-34.
Teologi sebagai ilmu iman mempelajari wahyu Allah, maka objek material teologi ialah apa yang diwahyukan Allah. Namun isi iman tergantung