Teori Hasrat Segitiga Teori Hasrat Segitiga dan Teori Kambing Hitam

62 tindakannya terlihat ia meniru mesdiator. Sementara mediator yang dikagumi penirunya itu lama-lama takut tersaingi, sehingga murid yang belajar padanya kini dibencinya, jadi musuhnya. Kebencian mediator ini memecahkan perasaan subjek, menjadi benci dan kagum terhadap mediator. Perasaan seperti ini disebut hatred, dengki. Dalam kedengkian itu, yang pertama kali muncul adalah rasa kagum terhadap mediator. Namun rasa kagum itu disembunyikan hingga berakibat subjek hanya melihat mediator sebgai penghalang. Dengan demikian terjadi pembalikan peran oleh subjek terhadap mediator yang tadinya sebagai panutan untuk ditiru menjadi penghalang. Karena kedengkian ini pula, terjadi pembalikan proses terjadinya hasrat. Bagi subjek, kini mediator adalah rival karena ia menghalangi hasrat subjek yang menurutnya hasrat itu timbul asli dari dirinya, spontan, padahal hasrat itu timbul dari dan karena mediator Sindhunata, 2007: 25-26. Menurut girard, fenomena kedengkian pada zaman modern ini mengarah pada pengertian keirihatian. Hakikat keirihatian adalah kegagalan dan kelumpuhan. Pengertian iri hati itu akan komplet jika kita tidak melupakan mediasi intern dari hasrat segitiga yang menjadi sistem masyarakat modern. Emosi-emosi yang melanda masyarakat modern kini adalah buah hasil vanity hasrat yang ikut-ikutan Sindhunata, 2007: 26-27. Mencintai dengan mencemburu muncul kemudian setelah keirihatian. Subjek menjadi budak orang yang ditirunya padahal orang yang ia tiru itu dibencinya setengah mati. Mediator tidak disembunyikan lagi. Maka kebencian dan keirihatian tidak tertutupi lagi Sindhunata, 2007: 30-34. 63 Hasrat segitiga itu satu, tapi ia bisa menciptakan dua ujung korban karena mediasi ekstern dan mediasi intern. Hasrat segitiga adalah satu dan sama. Subjek peniru yang menurunkan keirihatian, kesombongan, cinta dan cemburu, hingga pada cinta dan benci. Kedengkian, iri hati, dan ketidakberdayaan diri adalah hasil ilusi akan spontanitas individu yang sebenarnya ada dalam cengkraman tirani mediator Sindhunata, 2007: 37. Hasrat segitiga adalah suatu sistem yang metafisik, karena ia merupakan struktur dasar pengalaman manusia yang menjelma dalam gejala-gejala pengalaman konkret yang satu sama lain sebenarnya satu dan seragam. Sistem itu menentukan pola hubungan manusia yang diceritakan para novelis. Perbedaan secara individual watak, pribadi, kualitas para tokoh maupun secara sosial- historis kehidupan para tokoh dalam masyarakat dan kurun waktu tertentu tidak bisa meniadakan kemiripan pola tingkah laku mereka, karena mereka bersumberkan pada sistem metafisik yang satu dan sama, yaitu hasrat segitiga Sindhunata, 2007: 39. Hasrat segitiga membuat orang mentransfigurasikan objek-objek yang abstrak seakan-akan konkret. Dalam artian ini memaksa diri agar objek-objek itu sungguh-sungguh ada secara konkrit. Mediator adalah surya yang memancarkan cahaya misterius, yang membuat objek-objek bersinar terang. Padahal itu adalah suatu bentuk hasutan dan tipuan moderator agar subjek menganggap keinginan akan objek-objek itu adalah spontan yang orisinil passion. Passion dapat muncul juga dalam suatu novel, namun pasion itu mandul. Passion tidak pernah bisa mengubah objek. Pada akhirnya karena desakan mediator, vanity menjadi 64 berkuasa karena vanity muncul dari tokoh-tokoh yang disebut paling passionate sehingga passion itu tidak dapat lagi disebut passion Sindhunata, 2007: 41-43. Hasrat segitiga Girard pada akhirnya dapat disebut sebagai teori literer Rene Girard yang menjadi isi dari pengertian “mimesis”. Dalam karya-karya Girard kemudian, ia tidak ragu-ragu lagi menyebut hasrat segitiga sebagai mimesis. Dan teori hasrat segitiga atau mimesis Girard ini mengandung dua pokok pikiran berikut: Pertama, hasrat manusia itu tidak pernah otonom secara sempurna. Mediator menjadi jalan bagi subjek untuk menuju kepada objek. Jadi, hasrat itu mengikuti pola segitiga. Subjek menghasratkan objek lewat mediator. Kedua, hasrat segitiga itu, mau tidak mau menyimpan rivalitas. Mediator yang semula adalah model untuk ditiru, lama-lama dianggap menjadi rival yang menghalangi hasratnya. Hubungan subjek dan mediator sungguh kompleks dan ruwet. Ketika persaingan mereka semakin ketat, makin model dianggap rival yang menghalangi, makin subjek menginginkan rival yang penghalang itu jadi modelnya Sindhunata, 2007: 85-86. Teori Girard tentang mimesis adalah semacam structural geometry, yang sangat rasional. Mimesis adalah suatu status metafisik yang dinamis, yang mendahului individu dan masyarakat, dan menjerat individu, dan masyarakat. Mimesis bisa dianggap irasional negatif, tapi sebagai suatu status, ia sangat sistematis dan rasional positif. Mimesis Girard menyediakan dan mencakup kemungkinan perpaduan antara model dan peniru. Girard tidak menghindarkan 65 kemungkinan konflik antara keduanya. Konflik itulah yang menjadi salah satu unsur yang dinamis dalam mimesis Sindhunata, 2007: 87-90.

b. Teori Kambing Hitam

Teori kambing hitam adalah fase kedua teori Girard setelah teori hasrat segitiga atau mimesis. Girard memperluas rivalitas dalam teori mimesis yang bersifat individual ke arah luar, yaitu rivalitas mengenai relasi-relasi sosial dalam masyarakat. Di sinilah ia menemukan bahwa mimesis hasrat itu mau tidak mau membuahkan mekanisme kambing hitam. Berikut adalah kilas balik perkembangan pemkiran Girard, mulai dari teori mimesisnya sampai ke teori kambing hitam dalam bentuk butir-butir ringkasan Raymund Schwager dalam Sindhunata, 2007: 204-205: a Hasrat manusia pada pokoknya tak terarahkan pada sebuah objek yang spesifik. Hal ini karena adanya hasrat segitiga atau mimesis. b Hasrat yang lahir karena mimesis itu mau tak mau mengakibatkan konflik. Makin hasrat meningkat, makin orang memfokuskan dirinya pada rival yang harus dilawannya. Rivalitas ini mau tidak mau mengarah pada kekerasan untuk memperjuangkan hasratnya dan mempertahankan hidupnya. c Karena semua manusia itu mencenderungi tindakan kekerasan, hidup damai dalam masyarakat tidak dapat diandaikan akan terjadi dengan sendirinya. Akal sehat maupun maksud baik tidak menjadi jaminan bagi kedamaian itu. Namun peluang bagi kedamaian itu tetap ada dengan cara mengalihkan agresi yang saling bermusuhan itu ke dalam kekerasan yang satu dan seragam, kekerasan 66 dari semua melawan satu. Maka semua orang lalu mengerahkan permusuhannya dan kekerasan pada kambing hitam, yang dipilih mereka secara sewenang-wenang. Sekarang kesalahan ada pada pihak kambing hitam, bukan pada mereka. Itulah mekanisme kambing hitam. d Mimesis mengakibatkan hasrat mereka berbenturan satu sama lain mengakibatkan konflik dan rivalitas, juga melahirkan kekerasan. Sedangkan kambing hitam meredamkan rivalitas, menghilangkan konflik dan kekerasan, dan masyarakat kembali ke dalam ketenangannya. Lewat pengosongan kolektif terhadap hassrat mimetis yang saling menghancurkan itu, kambing hitam yang tadinya dianggap jahat dan penyebab kekerasan, kini disakralkan dan dianggap sebagai pembawa keselamatan. Karena dialah lahir kekerasan sakral yang dipraktekkan dalam ritual. e Dalam praktik korban, kekerasan kolektif yang asali dialihkan menjadi kekerasan pada kambing hitam. Hal itu diatur dan dikontrol dengan ketentuan dan aturan ritus yang ketat dan keras. Dengan demikian, agresi internal dikosongkan keluar , dan masyarakat dipulihkan dari kehancuran diri.

F. Teknik Analisis

Penelitian dalam skripsi ini menggunakan teknik analisis hermeneutika Paul Ricoeur sebagai acuan untuk melakukan analisis novel “The Devil and Miss Prym”. Teknik analisis dengan menggunakan paradigma teori hermeneutika Paul Ricoeur mencakup tiga langkah kerja analisisnya dalam Ikhwan, 2010: 163-164, yaitu: 67

1. Langkah objektif

Langkah objektif penjelasan, yaitu menganalisis dan mendeskripsikan unsur-unsur pembangun karya sastra. Unsur-unsur pembangun sebuah karya sastra terdiri atas tema, fakta cerita, dan sarana cerita. Fakta cerita terdiri atas alur, tokoh, dan latar. Sedangkan sarana cerita terdiri atas sudut pandang, gaya bahasa dan suasana, simbol-simmbol, imagi-imagi, dan cara-cara pemilihan judul. Dalam penelitian ini, penulis tidak akan mendeskripsikan seluruh unsur- unsur struktur pembangun novel “The Devil and Miss Prym” mengingat model pendekatan yang penulis gunakan adalah resepsi sastra – postrukturalisme, maka penulis akan menganalisis unsur struktur pembangun novel, yaitu analisis tokoh dan penokohan.

2. Langkah Reflektif

Langkah Reflektif pemahaman, yaitu menghubungkan dunia objektif teks dengan dunia yang diacu referrence.

3. Langkah Filosofis

Langkah Filosofis yaitu langkah pemahaman pada tingkat being atau keberadaan makna itu sendiri.

Dokumen yang terkait

Good and Evil in Human Behavior Found in the novel The Devil and Miss Prym by Paulo Coelho.

0 70 56

Upaya meningkatkan semangat persaudaraan siswa-siswa SMA Seminari Santa Maria Immaculata Lalian Atambua Nusa Tenggara Timur, melalui katekese umat model shared Christian Praxis.

0 6 198

Upaya peningkatan pendampingan iman remaja putri di Asrama Dharmawati Sintang Kalimantan Barat dengan katekese model Shared Christian Praxis.

3 22 162

Usaha meningkatkan pelaksananaan pembinaan iman mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala Tangerang Keuskupan Agung Jakarta melalui katekese model Shared Christian Praxis (SCP).

0 1 119

Belajar dari Kitab Ayub: menemukan makna dibalik penderitaan manusia dan aplikasinya melalui katekese pembebasan model Shared Christian Praxis (SCP).

0 4 185

Belajar dari Kitab Ayub menemukan makna dibalik penderitaan manusia dan aplikasinya melalui katekese pembebasan model Shared Christian Praxis (SCP)

0 29 183

SKRIPSI BELAJAR DARI MAZMUR 13: MEMAKNAI PENDERITAAN ORANG BENAR DAN APLIKASINYA MELALUI KATEKESE MODEL SCP (SHARED CHRISTIAN PRAXIS)

0 1 125

Usaha meningkatkan efektivitas pelayanan para suster Puteri Kasih Indonesia terhadap orang miskin melalui katekese model Shared Christian Praxis - USD Repository

0 0 170

Katekese model SCP (Shared Christian Praxis) dalam pembinaan iman remaja Katolik di Paroki St. Maria Assumpta Tanjung, Ketapang Kalimantan Barat - USD Repository

0 2 161

Sumbangan katekese umat bagi prodiakon melalui model shared christian praxis di Paroki Roh Kudus Kebonarum, Klaten, Jawa Tengah - USD Repository

0 4 178