Kajian Intertekstual Kajian Fiksi
23
kebenaran yang dapat dibuktikan secara empiris, bukan juga kebenaran yang dengan sendirinya jelas karena masuk akal, melainkan kebenaran yang diterima
dalam iman berdasarkan wahyu Allah. Manusia menerima wahyu Tuhan karena iman dan karena manusia percaya kepada Tuhan itu. Kepercayaan ini
merupakan anugerah sendiri dari Tuhan. Anugerah ini jauh melebihi kemampuan yang dimiliki manusia demi kodratnya untuk mengetahui. Karena
anugerah iman bersifat adikodrati, maka teologi yang merupakan refleksi ilmiah atas iman itu bersifat adikodrati juga Dister, 2007: 33.
Sifat ilmiah
teologi tampak
dari cara
teolog mengadakan
penyelidikannya. Secara metodis dicarilah kebenaran mana yang diwahyukan dan apa wahyu itu sebenarnya. Terdapat sistem karena diadakan susunan dari
kebenaran tersebut. Para teolog juga mengusahakan objektivitas, sebab ingin mengenal dan mengetahui objeknya sebagaimana adanya dan bukan hanya
sebagaimana dibayangkan oleh manusia. Namun, landasan pembuktian bukanlah pengalaman inderawi seperti dalam ilmu empiris dan pembuktiannya
juga tidak berlangsung malalui budi belaka seperti dalam filsafat. Dalam teologi pembuktian terjadi melalui budi yang diterangi oleh iman kepercayaan berkat
wahyu Allah. Dengan budinya manusia mencoba memahami hal-hal yang diwahyukan, lalu berusaha untuk mengambil kesimpulan darinya. Karena
semuanya itu dilakukan sambil memperhatikan tuntutan pekerjaan ilmiah, teologi adalah betul-betul sebuah ilmu iman Dister, 2007: 33-34.
Teologi sebagai ilmu iman mempelajari wahyu Allah, maka objek material teologi ialah apa yang diwahyukan Allah. Namun isi iman tergantung
24
pada agama yang dianut oleh orang yang bersangkutan. Oleh sebab itu, teologi juga memiliki perbedaan sudut pandang yang ditentukan oleh masing-masing
agama. Perbedaan sudut pandang inilah objek formal masing-masing teologi Dister, 2007: 34.