Ali Syariati dan H umanisme I slam

1. Ali Syariati dan H umanisme I slam

Ali Syariati adalah seorang sarjana muslim yang disebut -sebut sebagai seorang ideolog revolusi Islam di Iran. Ia melahap habis pemikiran filsafat dan ilmu-ilmu sosial modern, dan secara cerdik menggunakan hazanah tersebut secara kritis untuk menganalisis kondisi sosial polit ik umat Islam. Usaha besar Syariati terletak pada upayanya untuk membeberkan kekhususan ideologi dan kebudayaan Islam, yang dengan demikian menunjukkan terdapat beberapa asas pokok pembebasan dalam agama Islam.

Ali Syariati menganalisis bahwa sesungguhnya dalam diri manusia terdapat nilai-nilai humanisme sejati yang bersifat ilahiyah sebagai warisan budaya moral dan keagamaan. Manusia adalah makhluk yang sadar-diri, dapat membuat pilihan- pilihan dan dapat menciptakan, sehingga di sepanjang sejarah umat manusia berusaha merealisasikan nilai-nilai humanisme tersebut meski yang didapatinya adalah kegetiran dan petaka saat melawan kekuasaan jahat dan penindas. Mengenai hal ini Syariati menyajikan tokoh-tokoh simbolik Kain dan Habel untuk menjelaskan dan menganalisis sejarah kekuasaan.

Menurut Qur’an Kain dan Habel mempersembahkan kurban kepada Allah. Hanyak kurban Habel yang diterima, sementara Kain, karena iri hati, membunuh Habel. Kain adalah petani dan Habel adalah gembala. Syariati melihat hal ini sebagai munculnya monopoli produksi pert anian dan hak milik pribadi yang menyebabkan munculnya ketidaksamaan ekonomis dan adanya dominasi kekuasaan. Dalam pandangan Syariati figur simbolis Kain dan Habel ini hadir di tengah sejarah kita dalam tiga bidang: uang, kekuasaan dan agama. Fir’aun adalah tokoh simbolis yang melambangkan kekuasaan, Croesus melambangkan kekayaan, dan Balaam memerankan kaum rohaniawan dan agamawan yang memonopoli agama sebagai sistem upacara ritual. Ketiganya tak henti-hentinya berkolaborasi satu sama lain dalam membangun dan melestarikan kecenderungan sejarah.Di abad Pertengahan, manusia dikurung oleh Gereja Abad Pertengahan dan sistem Menurut Qur’an Kain dan Habel mempersembahkan kurban kepada Allah. Hanyak kurban Habel yang diterima, sementara Kain, karena iri hati, membunuh Habel. Kain adalah petani dan Habel adalah gembala. Syariati melihat hal ini sebagai munculnya monopoli produksi pert anian dan hak milik pribadi yang menyebabkan munculnya ketidaksamaan ekonomis dan adanya dominasi kekuasaan. Dalam pandangan Syariati figur simbolis Kain dan Habel ini hadir di tengah sejarah kita dalam tiga bidang: uang, kekuasaan dan agama. Fir’aun adalah tokoh simbolis yang melambangkan kekuasaan, Croesus melambangkan kekayaan, dan Balaam memerankan kaum rohaniawan dan agamawan yang memonopoli agama sebagai sistem upacara ritual. Ketiganya tak henti-hentinya berkolaborasi satu sama lain dalam membangun dan melestarikan kecenderungan sejarah.Di abad Pertengahan, manusia dikurung oleh Gereja Abad Pertengahan dan sistem

Kapitalisme telah menciptakan kebudayaan materialis yang seragam dan dalam proses melucuti akar-akar kebudayaan dan keagamaan rakyat, melucuti jati diri dan kemanusiaan mereka sehingga menjadi objek-objek yang mudah dieksploitasi. Dan celakanya dominasi budaya Barat ini dilestarikan secara sukarela oleh para intelektual setempat tanpa memahami hakikat baru penjajahan atas negara-negara dunia ketiga ini. Dalam pandangan Ali Syariati semua ideologi dunia ini telah gagal membebaskan manusia dan sebaliknya menciptakan bentuk-bentuk ketidakadilan baru dan penindasan baru pula dalam ungkapan dan sarana yang berbeda. Karenanya unt uk mengatasi problem sosial ini harus dicari jalan baru, sebuah jalan ketiga yang menurut Ali Syariat i bisa diperankan oleh Islam.Dalam konteks ini Ali Syariati nampaknya memimpikan lahirnya nabi-nabi baru. Nabi- nabi baru yang diperankan oleh para pemimpin spiritual atau intelektual sebagai para pemikir bebas yang telah memperoleh pencerahan.

Menurut hemat penulis, gagasan Ali Syariati ini sangat dekat dengan gagasan Gramsci yang memberi arti penting bagi keberadaan intelektual organik. Sebagaimana Gramsci, Ali Syariati menggambarkan nabi-nabi baru atau para pemikir bebas ini sebagai pemimpin spirit ual atau intelektual yang mampu berbahasa selaras dengan bahasa rakyat pada zamannya, juga mampu merumuskan pemecahan-pemecahan masalah sesuai dengan suara-suara dan nilai-nilai budaya masyarakatnya. Mereka membimbing dan bekerja demi keadilan, serta berjuang demi pembebasan umat manusia dari ketidakadilan, penindasan, pemiskinan dan penjajahan. Inilah makna kesyahidan menurut Ali Syariati, yang harus dijalani oleh para Nabi yang dalam tradisi Syiah pernah dihadapi oleh Imam Husayn (Michael Amaladoss, 2000: 238-240).

Ali Syariati membubuhkan spirit pembebasan Islam dalam sebuah bait doa dalam Martyrdom berikut ini: Ya Allah, Tuhan orang-orang yang terampas! Engkau hendak merahmati, Orang-orang yang t erampas di dunia ini, Orang kebanyak yang bernasib t ak berdaya, Dan kehilangan hidup, Orang yang diperbudak sejarah,Korban-korban penindasan, Dan penjarahan wakt u, Orang-orang celaka di at as bumi ini, M enjadi pemimpin-pemimpin umat manusia, Dan pewaris-pewaris bumi, Sekarang sudah t iba wakt unya, Dan orang-orang t erampas di at as bumi ini, M erupakan pengharapan akan janji-Mu.