Perspektif Sosial Politik, H ukum & H AM

2. Perspektif Sosial Politik, H ukum & H AM

Akar permasalahan sosial, politik, hukum dan HAM terletak pada masalah kebijakan (policy). Satu kebijakan seyogyanya berdiri seimbang di tengah relasi “saling sadar” antara pemerintah, masyarakat dan pasar. Tidak mungkin membayangkan satu kebijakan hanya menekan aspek kepentingan pemerintah tanpa melibatkan masyarakat. Dalam satu kebijakan harus senantiasa melihat dinamika yang bergerak di orbit pasar. Dalam kasus yang lain tidak bias jika kemudian pemerintah hanya mempertimbangkan selera pasar tanpa melibatkan masyarakat didalamnya.

Persoalan muncul ketika: 1). kebijakan dalam tahap perencanaan, penetapan, dan pelaksanaannya seringkali monopoli oleh pemerintah. Dan selama ini kita melihat sedikit sekali preseden yang menunjukan keseriusan pemerintah untuk melibatkan masyarakat.2). kecendrungan pemerintah untuk selalu tunduk Persoalan muncul ketika: 1). kebijakan dalam tahap perencanaan, penetapan, dan pelaksanaannya seringkali monopoli oleh pemerintah. Dan selama ini kita melihat sedikit sekali preseden yang menunjukan keseriusan pemerintah untuk melibatkan masyarakat.2). kecendrungan pemerintah untuk selalu tunduk

Kedua kondisi tersebut jika dibiarkan akan menggiring masyarakat pada posisi yang selalu dikorbankan atas nama kepentingan pemerintah dan selera pasar. Dan akan menciptakan kondisi yang memfasilitasi tumbuhnya dominasi dan bahkan otoritarianisme baru.

Kemudian kaitannya dengan Ahlussunnah wal Jama’ah yang juga menjadi nilai dasar (NDP) PMII, dimana substansinya adalah jalan tengah, maka sudah sepatutnya bahwa PMII memposisikan diri di tengah untuk mencari titik temu sebagai solusi. Dengan sikap seperti itu, PM II mengikuti nilai Ahlussunnah wal Jama’ah. Nilai-nilai Ahlussunnah wal Jama’ah seperti tawazun, akan dapat melahirkan nilai Ahlussunnah wal Jama’ah yang ta’adul. Dalam hal ini, yang menjadi titik tekan adalah dengan strategi dapat meruntuhkan kekuasaan dominan dan otoriter yang pada akhirnya bermuara menjadi gerakan revolusiner.

Sekali lagi, cara revolusioner merupakan langkah akhir . ketika ada alternatif lain win win solution atau ishlah bisa ditawarkan, maka cara revolusioner meski dihindarkan. Saat ini kondisi sosial politik Indonesia mengalami degradasi luar biasa. Ada empat variabel yang dapat membantu mencari akar persoalan.

Pert ama, Negara dan pemerintahan. Dalam hal ini belum mampu menjawab tuntutan masyarakat kelas bawah. Dengan adanya kebijakan-kebijakan yang sebtulnya tidak berpihak pada rakyat, seperti adanya kenaikan harga-harga, merupakan salah satu pemicu munculnya ketidak percayaan masyarakat terhadap pemerintah sebagai penyelenggara Negara. Kedua, militer. Pada dasarnya adanya militer adalah karena untuk mengamankan Negara dari ancaman, bukan malah mengancam. Selama 32 tahun masyarakat Indonesia mempunyai pengalaman pahit dengan perlakuan-perlakuan militer. Meski, dalam hal tersebut harus ada pemilihan, secara institusional, institusi dan secara personal. Keinginan menjadikan militer professional merupakan cerminan adanya keinginan militer untuk berubah lebih baik. Namun, penegasan dan upaya ke arah professionalitas militer masih belum cukup signifikan dan menampakkan hasil. Peran militer terutama pada wilayah sosial politik menjadi cataan tersendiri yang harus dikontrol. Bukan berarti mengeliminir hak-hak militer sebagai salah satu komponen Negara yang juga berhak mengapresiasikan kehendaknya. Tetapi karena menyadari betul, militer sangat dibut uhkan pada wilayah dan pertahanan Negara, maka tidak seharusnya menarik-narik militer ke medan politik yang jelas-jelas bukanlah arena militer. Ketiga, kalangan sipil. Ironisnya, ketika ada keinginan membangun tatanan civil society, yang arahnya ingin membangun supermasi sipil, namun kenyataannya kalangan sipil terutama politisi sipil acapkali mengusung urusan Negara (pemerintahan) serta militer ke wilayah politik yang lebih luas. Sehingga yang terjadi adalah ketidakjelasan peran dan fungsi masing-masing.

Fungsi dan peran (pemerintahan) adalah sebagai penyelenggara bukanlah sebagai penguasa tunggal. Oleh karena itu Negara selalu dikontrol. Namun contoh yang semestinya berasal dari masyarakat ataupun kalangan poitisi yang mewakili di parleman kecendrungannya seperti dijelaskan sebelumnya, menyeret -nyeret dan seringkali mencampuradukkan urusan pemerintah dan militer ke dalam wilayaah politik. Oleh karena itu dari ketiga variabel tersebut pada kondisi kekinian yang ada, perlu penegasan dan penjelasan terhadap peran dan fungsi serta posisinya Fungsi dan peran (pemerintahan) adalah sebagai penyelenggara bukanlah sebagai penguasa tunggal. Oleh karena itu Negara selalu dikontrol. Namun contoh yang semestinya berasal dari masyarakat ataupun kalangan poitisi yang mewakili di parleman kecendrungannya seperti dijelaskan sebelumnya, menyeret -nyeret dan seringkali mencampuradukkan urusan pemerintah dan militer ke dalam wilayaah politik. Oleh karena itu dari ketiga variabel tersebut pada kondisi kekinian yang ada, perlu penegasan dan penjelasan terhadap peran dan fungsi serta posisinya