Sejarah Kemunculan Golongan Syi’ah
1. Sejarah Kemunculan Golongan Syi’ah
Syi’ah dalam bahasa Arab berarti ”pengikut”, jadi Syi’ah Ali berarti pengikut Ali. Menurut asrti istilah, yang dimaksud dengan golongan Syi’ah adalah golongan yang beri’tiqad bahwa Sayyidina Ali ra adalah orang yang berhak menjadi khalifah pengganti Nabi M uhammad SAW, karena menurut mereka Rasulullah SAW telah berwasiat bahwa pengganti beliau sesudah wafat adalah Sayyidina Ali ra.
Pada dasarnya Syi’ah sebagai kaum pengikut Ali bin Abi Thalib sudah ada pada saat Rasulullah SAW masih hidup. Adapun konsep dasar pemikiran mereka berlandaskan pada saat turunnya ayat 7 surat albayyinah:”Sesungguhnya orang yang beriman dan beramal saleh.mereka adalah sebaik=baik penghuni bumi”. Sewaktu ayat ini turun Rasulullah meletakkan tangan suci beliau ke pundak Imam Ali seraya berkata:”Hai Ali, Engkau dan syiahmu adalah sebaik-baik penghuni bumi”. Pada saat peristiwa itu berlangsung banyak sahabat Rasul yang menyaksikannya. Dari hal itulah kaum pendukung Ali bin Abi Thalib yakin bahwa hanyalah Ali bin Abi Thalib yang pantas sebagai khalifah setelah Rasulullah SAW wafat. Syi’ah adalah aliran politik tertua dalam islam. Sebagaimana telah kita sebutkan di muka mereka ini memunculkan mazhabnya pada masa khalifah Utsman, lalu tumbuh dan berkembang pada masa kekuasaan khilafah Ali bin Abi Thalib ra. Semakin mazhab ini banyak berkiprah dengan manusia, mereka bertambah kagum dengan kemampuannya, kekuatan agama dan ilmunya. Kekaguman ini mereka manfaatkan untuk menyebarkan pendapat -pendapat mereka baik yang ekstrem maupun yang agak moderat.
Ketika kezaliman terhadap anak cucu Ali memuncak dan banyaknya penyiksaan terhadap mereka, meluaplah rasa kecintaan kepada mereka, karena bagaimanapun mereka adalah anak keturunan Rasul. Apalagi orang-orang banyak melihat mereka menjadi tumbal-tumbal kezaliman. Dari sinilah pengaruh Syi’ah semakin meluas dan pendukungnya semakin banyak. Syi’ah tidak berada pada derajat yang sama. Diantara mereka ada yang ekstrim dalam menyanjung Ali dan keluarganya, dan sebagian lagi moderat, dimana mereka hanya mengagung- agungkan Ali lebih dari para sahabat tanpa mengkafirkan seorangpun dari mereka dan tanpa mendudukan Ali pada tingkatan sakral yang lebih tinggi dari manusia biasa. Syi’ah mulai menampakkan jati dirinya pada akhir masa kekhlifahan Utsman ra. Lalu tumbuh dan berkembang pada masa Ali ra, tanpa dia harus mengembangkannya. Perkembangannya lebih disebabkan oleh kehebatan dari Ketika kezaliman terhadap anak cucu Ali memuncak dan banyaknya penyiksaan terhadap mereka, meluaplah rasa kecintaan kepada mereka, karena bagaimanapun mereka adalah anak keturunan Rasul. Apalagi orang-orang banyak melihat mereka menjadi tumbal-tumbal kezaliman. Dari sinilah pengaruh Syi’ah semakin meluas dan pendukungnya semakin banyak. Syi’ah tidak berada pada derajat yang sama. Diantara mereka ada yang ekstrim dalam menyanjung Ali dan keluarganya, dan sebagian lagi moderat, dimana mereka hanya mengagung- agungkan Ali lebih dari para sahabat tanpa mengkafirkan seorangpun dari mereka dan tanpa mendudukan Ali pada tingkatan sakral yang lebih tinggi dari manusia biasa. Syi’ah mulai menampakkan jati dirinya pada akhir masa kekhlifahan Utsman ra. Lalu tumbuh dan berkembang pada masa Ali ra, tanpa dia harus mengembangkannya. Perkembangannya lebih disebabkan oleh kehebatan dari
Maka pada masa pemerintahan Muawiyah merupakan masa kebangkitan bagi para ekstrim Syi’ah untuk mengangkat nama Ali. Karena Muawiyah ternyata menciptakan tradisi jelek pada masa kekuasaannya dan juga pada masa-masa anak turunnya. Hal itu baru berhenti pada masa Umar bin Abdul Aziz. Tradisi jelek itu adalah mengecam Imam Ali pada setiap bagian akhir khotbah. Hal ini menimbulkan reaksi keras dari para sahabatg dengan cara senantiasa memperingatkan M uawiyah maupun anak turunnya agar tidak berbuat demikian. Orang-orang tahu tentang hal itu, tetapi mereka tidak mampu mengubah keadaan. Mereka menyimpan kemarahan, dendam dan derita. Mereka cenderung untuk berlaku ekstrim kepada Bani Umayyah yang memusuhi mereka.
Syi’ah mulai tumbuh di Mesir pada masa Utsman, yaitu ketika para da’inya mendapatkan tempat basah di sana. Dan berkembang di seluruh Iran, bahkan tempat itu menjadi basis penyebaran Syiah. Jika Mekkah, Madinah dan seluruh kota-kota di Hijaz merupakan pusatbagi para pendukung Bani Ummayah, maka Iran adalah basis bagi aktivis orang-orang Syi’ah.
Mengapa Iran menjadi basisi bagi Syiah? Ada beberapa faktor, diantaranya adalah karena Ali bin Abi Thalib bermukim di sana selama menjabat sebagai khalifah. Di sinilah Ali berjumpa dengan orang-orang yan melihat pada diri Ali sesuatu yang pat ut disanjung. Dan sikap mereka yang sama sekali enggan mendukung Bani Ummayah, maka segeralah Muawiyah mengut us Ziyad, saudaranya untuk memerangi dan berusaha mengikis habis. Meskipun demikian, ternyata akar-akar paham Syi’ah tidak lenyap begitu saja dari diri mereka. Sepeninggal Ziyad, maka putranyalah penerus tugas unt uk menguasai Irak pada masa Yazid bin M uawiyah. Irak akhirnya menjadi pusat perlawanan pertama terhadap Bani Ummayah. Sampai hal itu bisa diatasi paa masa Bani Umayyah mengutus Hajaj untuk membereskan mereka. Maka tekanan dan intimidasi itu semakin gencar. Namun, semakin gencar intimidasi yang dilakukan, mazhab Syi’ah semakin eksis dalam jiwa pengikutnya.
Disamping faktor di atas, Iran juga merupakan tempat pertemuan bagi kebudayaan-kebudayaan lama. Disana terdapat kebudayaan Peersia. Kildania (Iran) dan kebudayaan negeri-negeri lain. Di sanalah bercampur antara filsafat Yunani dan pemiran-pemikiran Hindu. Berbagai peradapan dan pemikiran ini menyatu di Iran. Inilah yang menyebabkan tumbuhnya aliran dalam Islam. Khususnya yang berkaitan dengan masalah filsafat. Oleh karena itu aliran Syi’ahbanyak bercampur dengan berbagai pemikiran filsafat, karena memang sesuai dengan lingkungan pola berpikir di Iran saat itu. Lebih dari itu, Iran merupakan pusat studi Ilmiah. Pendukungnya banyak yang intelek.