Asghar Ali Engineer dan Elemen Pembebasan dalam Qur’an

2. Asghar Ali Engineer dan Elemen Pembebasan dalam Qur’an

Jika Ali Syariati menggali spirit pembebasan melalui pemaknaan atas tokoh-tokoh simbolis dalam hazanah kebudayaan Islam, maka Asghar Ali Engineer, seorang ahli teologi dan aktivis HAM ini, cenderung menggunakan pendekatan tekstual untuk menggali elemen-elemen dan prinsip-prinsip pembebasan dalam Islam yang terangkum dalam penegasannya mengenai persamaan dan keadilan (Michael Amaladoss, 2000: 240-249). Namun demikian rupanya keduanya juga Jika Ali Syariati menggali spirit pembebasan melalui pemaknaan atas tokoh-tokoh simbolis dalam hazanah kebudayaan Islam, maka Asghar Ali Engineer, seorang ahli teologi dan aktivis HAM ini, cenderung menggunakan pendekatan tekstual untuk menggali elemen-elemen dan prinsip-prinsip pembebasan dalam Islam yang terangkum dalam penegasannya mengenai persamaan dan keadilan (Michael Amaladoss, 2000: 240-249). Namun demikian rupanya keduanya juga

Lebih jauh secara doktriner, menurut Asghar Ali, ajaran tawhid yang disampaikan Nabi tidak hanya mengandung makna teologis tentang konsep monoteisme Tuhan, tetapi juga memuat makna sosiologis sebagai kesatuan sosial. Argumentasi ini didasarkan pada firman Allah berbunyi: Hai manusia, Kami telah menciptakan kamu semua dari seorang laki-laki dan perempuan, dan telah membuat kamu menjadi bangsa-bangsa dan suku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang-orang yang t ermulia dari antara kamu semua di mata Allah adalah orang yang paling jujur (dan adil) . Lebih lanjut kesatuan sosial yang diajukan Qur’an ini bukan hanya bermatra rasial dan etnis, tetapi juga meliputi penghapusan ketidakadilan akibat dari perbedaan ekonomis. Argumentasi ini didasarkan pada dua kata yang digunakan dalam Qur’an yang menyatakan keadilan, yakni adl dan qist. Adl bermakna ganda, bisa berarti keadilan juga bisa berarti menyamakan atau meratakan. Lawannya adalah zulm yang berarti penindasan. Sedangkan qist bermakna distribusi yang sama, yang adil, yang wajar, atau pemerataan. Distribusi yang sama ini juga merujuk pada sumber-sumber daya jasmani, yang juga meliputi distribusi kekayaan sebagaimana dikukuhkan dalam Qur’an. Kekayaan tidak boleh hanya beredar di kalangan kamu orang-orang kaya (Qur’an, 59: 7).

Dari ayat tersebut dimaksudkan bahwa setiap orang tidak boleh menyimpan lebih banyak dari yang perlu, apalagi ditujukan untuk hidup berlebihan, bermewah-mewah dan berpamer ria. Karena cara hidup yang demikian itu akan mengantarkan pada kehancuran.Dan bila kami akan menghancurkan sebuah kota, kami mengirimkan perintah kepada penghuninya yang hidup bermewah-mewah, dan kemudian mereka melakukan hal yang menjijikkan di dalamnya, dan dengan demikian dunia (terkutuk) terjadi padanya, dan kami membinasakannya sampai musnah sama sekali. (Qur’an, 17: 16). Selain t eks-teks di atas, Qur’an juga secara eksplisit menunjukkan pembelaannya terhadap orang- orang miskin dan tertindas (kaum mustadh’afin). Berikut ini petikan ayat tersebut:Mengapa kamu tidak mau berjuang demi kepentingan Allah dan orang- orang lemah di tengah-tengah rakyat, dan demi kepentingan kaum perempuan dan anak-anak yang berkata: Tuhan kami, keluarkanlah kami dari kota yang orang- orangnya penindas ini(Qur’an, 4: 75). Juga: Dan kami ingin menunjukkan perkenan kepada orang-orang yang tertindas di atas bumi, dan menjadikan mereka pemimpin dan pewaris (Qur’an, 28: 5). Demikian sentralnya konsep keadilan ini di dalam agama Islam, Qur’an berungkali menegaskan perintah dan ajakan untuk bersikap adil dalam segala urusan ketika berhubungan dengan semua orang dengan latar belakang apapun dan dalam situasi bagaimanapun. Allah berfirman: Hai orang-orang yang beriman jadilah saksi-saksi teguh akan Allah dalam keadilan, dan jangan kamu biarkan kebencian akan orang-orang manapun membujuk kamu sehingga kamu tidak berbuat adil. Berbuat adillah, itu lebih dekat dengan Dari ayat tersebut dimaksudkan bahwa setiap orang tidak boleh menyimpan lebih banyak dari yang perlu, apalagi ditujukan untuk hidup berlebihan, bermewah-mewah dan berpamer ria. Karena cara hidup yang demikian itu akan mengantarkan pada kehancuran.Dan bila kami akan menghancurkan sebuah kota, kami mengirimkan perintah kepada penghuninya yang hidup bermewah-mewah, dan kemudian mereka melakukan hal yang menjijikkan di dalamnya, dan dengan demikian dunia (terkutuk) terjadi padanya, dan kami membinasakannya sampai musnah sama sekali. (Qur’an, 17: 16). Selain t eks-teks di atas, Qur’an juga secara eksplisit menunjukkan pembelaannya terhadap orang- orang miskin dan tertindas (kaum mustadh’afin). Berikut ini petikan ayat tersebut:Mengapa kamu tidak mau berjuang demi kepentingan Allah dan orang- orang lemah di tengah-tengah rakyat, dan demi kepentingan kaum perempuan dan anak-anak yang berkata: Tuhan kami, keluarkanlah kami dari kota yang orang- orangnya penindas ini(Qur’an, 4: 75). Juga: Dan kami ingin menunjukkan perkenan kepada orang-orang yang tertindas di atas bumi, dan menjadikan mereka pemimpin dan pewaris (Qur’an, 28: 5). Demikian sentralnya konsep keadilan ini di dalam agama Islam, Qur’an berungkali menegaskan perintah dan ajakan untuk bersikap adil dalam segala urusan ketika berhubungan dengan semua orang dengan latar belakang apapun dan dalam situasi bagaimanapun. Allah berfirman: Hai orang-orang yang beriman jadilah saksi-saksi teguh akan Allah dalam keadilan, dan jangan kamu biarkan kebencian akan orang-orang manapun membujuk kamu sehingga kamu tidak berbuat adil. Berbuat adillah, itu lebih dekat dengan

Dalam bagian lain Allah berkata: Apakah kamu melihat orang yang mendustakan agama? Dialah yang menyingkirkan yatim piatu dan tidak mendesak orang-orang lain untuk memberikan makan orang-orang yang berkekuarangan. Celakalah orang-orang yang menjalankan shalat tapi tidak perduli dengan shalat mereka: yang pamer kesalehan tetapi tidak memberikan sedekah kepada orang- orang yang melarat (Qur’an, 107: 1-7). Demikianlah prinsip-prinsip dan semangat pembebasan dalam Islam yang dipantulkan melalui berbagai ayat dalam Kitab Suci Qur’an. Kenyataan itu semakin meneguhkan bahwa dalam tradisi Islam sendiri sesungguhnya memuat spirit pembebasan yang potensial menjadi suatu gerakan masif. Yakni suatu gerakan untuk melawan segala bentuk penindasan dan penjajahan yang membuat rakyat miskin dan terpinggirkan. Bahkan di bawah panji-panji keadilan dan kesamaan, teologi pembebasan dalam Islam melampaui berbagai ranah, mulai dari bersikap adil t erhadap kaum perempuan sampai penghormatan dan sikap terbuka serta toleran terhadap agama-agama dan keyakinan lain yang dianut oleh umat manusia.