Pandangan Ahli tentang Kewajiban M emelihara Lingkungan

2. Pandangan Ahli tentang Kewajiban M emelihara Lingkungan

Pandangan kalangan Ilmu Ushuluddin menyatakan semua ciptaan baik makhluk hidup atau mati, semua itu makhluk bersujud kepada Allah SWT, termasuk kedalam golongan manusia, diciptakan, (An-Nahl: 3-8). Ia ikut bersama manusia dalam kafasitasnya memuji pada Allah, menaati perintahNya dan patuh terhadap semua hukum yang berlaku bagi semua makhluk (Al-Hasyr: 1, at- Taghabun:1 dan al-Isra’: 44) Akan tetapi karena manusia berikrar menyanggupi memikul amanat (al-Ahzab:72), berarti manusia itu menerima amanat kekhilafahan Allah Swt di muka bumi, (al-Baqarah: 30, al-An’am: 165). Khalifah berarti wakil/ pengganti. Dalam konteks ini manusia adalah wakil Allah Swt yang memiliki kewajiban moral menjabarkan segala kehendak Allah Swt di muka bumi ini agar bumi tetap dalam kondisi nature-nya (QS. Hud: 61), sebagai pengayom/ memelihara alam ini.

Sedangkan kalangan Ilmu Fiqih menyatakan, sesuai dengan ilmu fiqh yang mengatur hubungan manusia dengan TuhanNya, sesamanya dan lingkungan. Menyebutkan Perhatian terhadap lingkungan, mengatur dan memeliharanya adalah wajib. Di antara kaedah-kaedah yang keras tentang menjaga lingkungan berbunyi, “ Keadaan darurat tidak boleh dijadikan alasan untuk menganggu hak- hak yang lain” (al-idhtiror la yabthil haqqa al-ghair), ini merupakan prinsip yang dipakai untuk menetapkan hukum yang berkaitan dengan pemeliharaan dan kelestariaan lingkungan. Tokohnya yang berkut at adalah, As-Syuyuthi yang bermazhab Syafi’i dan Ibnu Najim bermazhab Hanafi.

Dari kaedah diatas, kita bisa menetapkan hukum zaman sekarang, terutama terhadap mereka yang sering menganggu ketertiban lingkungan, dan melampau batas, seperti dilakukan oleh Industri-industri, Perusahaan yang tidak peduli dampak yang menimpa masyarakat, mereka ini jelas salah dan menciptakan malapetaka bagi orang umum. Mereka di ibaratkan ”Seperti kaum yang mendayung perahu yang kemudian saling menabrak mereka yang di at as dan dibawah. M ereka di bawah apabila minum dari air akan berjalan di at asnya. Lalu mereka berkat a kami buat lubang di bawah past i t idak akan menyusahkan yang di at as, sekiranya yang di at as membiarkan mereka di bawah, maka semuanya mat i t et api jika mereka mencegahnya maka semuanya selamat ” (HR. Buchori).

Kemudian dari kalangan Ushul fiqih, orang yang pertama kali meletakan pondasi terhadap bangunan yang membahas kepentingan masyarakat, Abu Hamid Al-Ghazali dengan bukunya “al-M ustashfanim ilm ushul”, setelah itu Izuddin dengan bukunya “Qawaid al-Ahkafi fi Mashalihil al-Anam” yang memuat tentang kaidah hukum bagi kemaslahatan manusia. Semua syariat mengandung unsure Kemudian dari kalangan Ushul fiqih, orang yang pertama kali meletakan pondasi terhadap bangunan yang membahas kepentingan masyarakat, Abu Hamid Al-Ghazali dengan bukunya “al-M ustashfanim ilm ushul”, setelah itu Izuddin dengan bukunya “Qawaid al-Ahkafi fi Mashalihil al-Anam” yang memuat tentang kaidah hukum bagi kemaslahatan manusia. Semua syariat mengandung unsure

Upaya perbaikan lingkungan dan pemeliharaan dapat dilakukan denga dua pijakan: 1). Metode solutif dan positif atau metode eksestensi menrurut istilah Asy- Syatibi 2). Metode pragmatis atau negative. Dua kerangka inilah dalam bukunya “Pemeliharaan” yang tersirat kata “ perlindungan” dalam aplikasinya mencakup perlindungan terhadap keberadaannya dan sisi penjagaan dari kepunahannya. Pemeliharaan lingkungan berarti: 1). Menjaga lingkungan sama dengan menjaga agama. 2). Menjaga lingkungan sama dengan menjaga jiwa. 3). Menjaga lingkungan sama dengan menjaga keturunan. 4). Menjaga lingkungan sama dengan menjaga akal. 5). Menjaga lingkungan sama dengan menjaga harta.

Dari paparan teologi lingkungan di atas, kalau kita tarik benang merahnya berarti jelaslah bahwa manusia dituntut menjaga dan memelihara lingkungan baik itu meliputi alam (Thabi’ah) diciptakan Allah seperti manusia, bintang, laut, matahari, bulan, bumi, tambang, mineral dan sebagainya, serta begitu juga alam industri (shina’iyah) yang diciptakan manusia seperti bangunan-bangunan, hasil karya, pohon yang ditanam dan lain-lain. Dan perlu dipahami kewajiban menjaga, memelihara dan menggunakan atau mengelola serta mengayomi lingkungan dengan baik bukan tuntutan dari norma adat dan negara akan tetapi merupakan perintah dari Allah SWT.[]