65
f. Upaya Peningkatan Akses Melalui Jalur Pendidikan Non Formal
Deskripsi hasil penelitian terhadap sejumlah kasus berikut ini barangkali bisa dijadikan salah satu illustrasi untuk menggambarkan tentang bagaimana
kontribusi penyelenggaraan pendidikan dasar jalur non formal dalam membantu meringankan beban anak dari keluarga miskin dalam mengakses pendidikan
dasar yang menjadi haknya. Muhamad Husaeni 18 tahun, anak ke 3 dari 6 bersaudara yang lahir
dari orang tua dengan pekerjaan hanya sebagai buruh di Bandung itu, adalah salah satu anak yang cukup beruntung. Bukan semata karena ia telah berhasil
menamatkan pendidikan setara SMP atau Paket B pada tahun 2007 yang lalu, namun karena motivasinya yang tinggi, ditambah karena tidak ada pungutan
biaya yang membebani orang tuanya, saat ini ia juga sudah nyaris berhasil bisa menyelesaikan pendidikan setara SLTA pada program Paket C PKBM
”Mandiri Bersemi” yang beralamat di Desa dan Kecamatan Karangtengah Cianjur.
Saya ingin pintar, punya ijazah dan bekerja. Bahkan saya ingin jadi pengusaha sukses seperti orang lain, ungkapnya ketika ditanya mengenai
alasannya yang mendorong ia mengikuti program pendidikan non formal. Waktu itu, pada tahun 2007, saya juga terpaksa mengikuti jalur pendidikan non
formal mengingat tidak ada beban biaya yang harus dikeluarkan orang tua, disamping lokasinya tidak jauh dari tempat tinggalnya di Rt 02 Desa
Hegarmanah Kecamatan Karangtengah. Ditambahkannya pula, mengikuti jalur pendidikan non formal sangat didorong orang tuanya, Parhan Silmi 48, karena
66 bisa dilakukan si anak sambil membantu pekerjaan rumah tangga orangtuanya
di rumah. Hal yang hampir sama juga dialami oleh anak bernama Tati Setiawati
16 yang kini duduk dibangku kelas 3 program Paket B pada PKBM Ciimbangsari. Putri dari pasangan Suryana 40 dan Siti Chadijah 35 yang
sehari-harinya bekerja hanya sebagai buruh tani itu mengaku bangga kalau dirinya bisa mengikuti pendidikan setara SMP sambil bisa mengikuti
pendidikan ngaji di Pesantran yang tidak jauh dari tempat tinggalnya di Kampung Cijerah Sukasari.
Hoyong gaduh ijazah kanggo neraskeun sakola ka SLTA Ingin punya ijazah dan bisa melanjutkan ke SLTA, ungkapnya ketika ditanya tentang cita-
citanya dikemudian hari setelah lulus dari Kejar Paket B yang diikutinya sejak tahun 2006 itu. Mung hanjakal guruna para tutornya sering tara sumping
namun sayangnya, para guru atau tutornya sering tidak hadir, disamping kadang sulit membagi waktu antara kegiatan belajar di PKBM dengan
pesantren, tegasnya ketika ditanya tentang kendala yang sering dihadapinya dalam kegiatan belajar di PKBM.
Sedikit berbeda dengan Tati Setiawati adalah apa yang dialami Siti Fatimah 15. Saat ini, putri dari pasangan Sahmudin 38 dan Ibu Eeng 35 ini
berkesempatan bisa mengikuti program Paket B yang diintegrasikan dengan pendidikan agama ngaji yang sedang dijalaninya di Pesantren. Paket B
Pontern, itulah sebutan program yang sedang dijalani anak bernama Siti Fatimah ini. Jika anak bernama Tati Setiawati merasa terganggu karena harus mengikuti
dua program pendidikan ; PKBM dan Pesantern, maka Siti Fatimah justru
67 merasa lebih beruntung karena bisa mengikuti program Paket B secara
terintegrasi dalam pengajaran di pesantren yang menjadi pilihannya setelah menamatkan SD pada tahun 2007 lalu.
Hoyong gaduh ijazah sareng dipiwarang pa Ustadz sareng teu kedah mayar ingin punya ijazah dan disuruh pa Ustadz, disamping tidak harus
membayar, tegasnya ketika ditanya motivasi yang mendorongnya si anak mengikuti program kesetaraan Paket B di pesantren Al Hikmah yang tidak
jauh dari lokasi tempat tinggalnya di Kampung Caringin Desa Sukasari. Orang tuanya yang bekerja sebagai buruh tani itu mengaku kalau anaknya terpaksa
masuk pesantren karena tidak memiliki biaya untuk bisa melanjutkan ke SMP sebagaimana dilakukan teman-teman yang lainnya.
Lain yang dialami oleh kasus tiga anak di atas, lain pula yang dialami oleh anak yang bernama Ela Susilawati 16, anak ke 3 dari lima anak dari
pasangan Bapak Usep 40 dan Ibu Dedah 38 yang sehari-harinya bekerja sebagai buruh tani itu. Anak yang pernah mengikuti pendidikan melalui jalur
SMP Terbuka ini dipaksa orang tua dan lingkungannya untuk melanjutkan pendidikan dasarnya melalui program Paket B yang tidak jauh dari Rumahnya.
Namun baru saja menjalaninya sampai kelas 2 smester I, ia keluar alias drop out dengan alasan malas belajar. Bosan sekolah, disamping malu, tegasnya ketika
ditanya tentang alasannya tidak mau melanjutkan sekolah. Hal senada juga diungkapkan oleh orang tuanya yang berpendidikan SD
itu. Menurutnya, meskipun banyak pihak yang memotivasi dan sekaligus menggiring anaknya supaya bisa menamatkan pendidikan melalui program
Paket B, namun karena anaknya yang memang malas, maka pada akhirnya ia
68 pun harus merelakan anaknya tidak bisa melanjutkan pendidikan sebagaimana
diikuti oleh anak-anak yang lainnya. Tos teu hoyongeun sakola sudah tidak punya minat bersekolah, tegasnya menambahkan.
Itulah beberapa kasus yang berhasil diangkat untuk menggambarkan tentang bagaimana anak dari keluarga yang kurang beruntung, sebut pula anak
dari keluarga miskin, dengan kondisi kehidupan sehari-harinya yang serba pas- pasan, bahkan dengan kesibukannya yang harus membantu orang tua
mempertahankan hidupnya, tetap bisa mengikuti pendidikan dasarnya, kendati hanya melalui jalur pendidikan non-formal.
Tentu saja, beberapa kasus yang diangkat di sini hanyalah bagian kecil dari potret sekian banyak anak usia sekolah di Kabupaten Cianjur yang karena
banyak faktor, umumnya faktor ekonomi dan faktor geografis, atau kedua- duanya, bahkan faktor psikologis dan faktor lainnya, terpaksa tidak bisa
mengikuti pendidikan pada jalur formal sebagaimana yang ditempuh oleh anak- anak yang lainnya. Sebagiannya terdaftar mengikuti proses pembelajaran
melalui Kelompok Belajar Kejar Paket A setara SD atau B setara SMP di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat PKBM yang tersebar disetiap kecamatan.
Sebagian yang lainnya aktif mengikuti program yang sama di beberapa Pondok Pesantren Salafiyah dengan cara mengintegrasikan program Wajar Dikdas
Paket A dan B ke dalam Kurikulum pesantren. Seperti diungkapkan oleh Kasubdin Pendidikan Luar Sekolah PLS,
Drs. Himam Haris MPd, sejak tahun 1994 yang lalu, persisnya sejak Program Wajar Dikdas pertama kali mulai banyak diangkat dan digalakan, banyak upaya
dan langkah yang telah dan sedang dilakukan Bidang PLS dalam mendukung
69 upaya penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun selama ini, termasuk yang dilakukan
atas dasar kerja sama dan koordinasi dengan Kantor Departemen Agama Kabupaten Ciajur.
Wujud konkritnya, jumlah kelompok maupun warga belajar yang aktif berpartisipasi mengikukti program pendidikan kesetaraan, baik untuk jenjang
SD Kejar Paket A maupun SLTP Kejar Paket B yang diharapkan bisa membantu mempercepat sukses Wajar Dikdas 9 Tahun, dari tahun ketahunnya
terus mengalami peningkatan. Peningkatan trend tersebut terjadi tidak saja karena didukung oleh adanya kebijakan pusat yang memang banyak
mendukung, termasuk dukungan anggarannya, tetapi juga oleh adanya komitmen yang kuat dari Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur sendiri,
termasuk komitmen sektor lain yang terkait. Adanya MoU antara Ka Dinas P dan K, BKKBN serta Kantor
Departemen Agama dalam rangka Pembangunan Keluarga Sejahtera Sakinah melalui peningkatan peran PKBM, salah satunya, merupakan bukti bahwa
implementasi kebijakan pendidikan jalur non formal ini memperoleh dukungan yang kuat dari sektor lainnya. Hal yang sama juga ternyata telah dilakukan dinas
P dan K Kabupaten Cianjur dengan Gerakan PKK dalam pemberantasan buta aksara melalui Program Keaksaraan Fungsional, pendidikan berbasis kesetaraan
jender, Kelompok Belajar Usaha KBU, pengembangan program PAUD dan bahkan secara khusus dalam pelaksanaan percepatan pencapaian Wajar Dikdas
9 tahun. Berikut ini adalah perkembangan jumlah kelompok belajar Kejar dan
warga belajar yang aktif dalam pelaksanaan Program Pendidikan Luar Sekolah,
70 sebut pula pendidikan non formal, dalam rangka menunjang program percepatan
Wajar Dikdas 9 tahun, baik yang dikelola melalui jalur Dinas Pendidikan dan Kebudayaan maupun Jalur Departemen Agama sebagaimana bisa ditelaah
dalam figur di bawah ini :
Tabel 4.14 : Perkembangan Jumlah Kelompok dan Warga Belajar Program Pendidikan Luar Sekolah Kabupaten Cianjur
TAHUN
Kejar Paket A Kejar Paket B
Jml Total Lulusan
Paket Kejar A dan B
Jml Kel
Jml WB
Ikut UN
Lulus Jml
Kel Jml
WB Peserta
UN Lulus
2004 2005
2006 2007
2008 13
9 10
10 11
260 268
284 300
409 119
106 165
50 249
94 58
144 27
112 208
336 336
398 367
4.160 6.720
5.180 7.803
8.398 1.362
1.416 2.943
3.420 6.519
877 989
707 1.953
3.497 971
1.047 851
1.980 3.609
Rata- Rata
- 302 138
87 -
6.452 3.132 1.605 1.692
Sumber : Dokumentasi Subdin PLS Dinas P dan K Kabupaten Cianjur
Dari tabel di atas nampak bahwa jumlah kelompok belajar Kejar, baik untuk Paket A Setara SDMI maupun Paket B setara SLTP, dari tahun
ketahunnya menunjukan trend peningkatan, khususnya untuk Kejar Paket B. Demikian pula untuk warga belajarnya WB. Jumlah anak yang mengikuti
program paket A, meningkat dari 260 anak pada tahun 2004 menjadi 302 anak pada tahun 2008. Demikan halnya untuk paket B meningkat dari 4.160 anak
pada 2004 menjadi 8.398 anak pada tahun 2008, meningkat lebih dari 100 persen dalam kurun waktu lima tahun. Semua itu menunjukan bahwa kehadiran
jalur pendidikan non formal nampak merupakan pilihan akhir bagi anak dari keluarga miskin dalam memenuhi kebutuhan pendidikan dasarnya.
71 Namun dari tabel di atas pula nampak bahwa besarnya jumlah warga
belajar WB yang setiap tahunnya terus mengalami peningkatan, ternyata tidak sebanding dengan besarnya jumlah warga belajar yang mengikuti Ujian
Nasional UN, bahkan sangat tidak sebanding dengan jumlah mereka yang lulus UN. Persisnya, dari rata-rata jumlah warga belajar sebanyak 302 anak,
hanya 138 anak yang bisa mengikuti UN, atau sekitar 45 persen, dan hanya 87 anak yang berhasil atau lulus UN, atau sekitar 28 persen dari jumlah warga
belajar. Padahal menurut standar pelayanan minimum SPM yang telah ditetapkan, jumlah WB yang diharapkan bisa mengikuti UN adalah sebesar 95
persen. Demikian halnya untuk Paket B atau setara SLTP, dari rata-rata jumlah
warga belajar sebanyak 6.452 anak, hanya 3.132 yang mengikuti UN, atau sekitar 48,5 persen. Bahkan dari jumlah warga belajar sebanyak itu, 6.452 anak
hanya sekitar 26 persen atau sebanyak 1.692 anak yang berhasil lulus ujian nasional. Angka kelulusan ini sangat jauh dari SPM sebagaimana diatur
Kepmendiknas Nomor 129a Tahun 2004 yang menetapkan angka 95 persen. Itu semua menunjukan bahwa ada masalah yang belum terpecahkan
dalam proses penyelenggaraan program kesetaraan yang berjalan selama ini. Seperti diungkapkan Kasubdin PLS Dinas P dan K Kabupaten Cianjur, Drs,
Himam Haris MPd, proses belajar mengajar di PKBM sering terganggu oleh karena banyak warga belajar yang yang terpaksa tidak bisa mengikutinya hanya
karena mereka harus membantu pekerjaan orang tuanya yang memang miskin. Buat mereka, belajar adalah pemanfaatan sisa waktu luang dari banyak kegiatan
yang harus dijalani untuk berjuang membantu kehidupan keluarganya.
72 Fakta ini diakui oleh Muchtar Arief, salah seorang tokoh masyarakat
penggerak kegiatan PKBM di Kecamatan Karangtengah. Menurutnya, benar bahwa dilihat dari banyak aspeknya, kehadiran Kejar Paket A dan B yang
tergabung dalam PKBM ini sangat membantu anak dari keluarga tidak mampu, termasuk membantu pemerintah, dalam menyukseskan Wajar Dikdas 9 tahun.
Bahkan melalui program Life Skill-nya, pendidikan kesetaraan yang dikembangkan pemerintah selama ini banyak membantu memberi mereka
berbagai keterampilan yang bisa dijadikan salah satu modal hidupnya. Namun karena keterdesakan hidup yang harus dijalaninya, tak jarang
diantara mereka yang tidak bisa mengikuti proses belajar mengajar sebagaimana mestinya, bahkan untuk bisa belajar dari modul yang diberikan. Da karunya ema
soalnya kasihan ibu, ungkap Hasan 14, salah seorang warga belajar di PKBM Mandiri Karangtengah yang terpaksa sering absen karena sehari-harinya
harus membantu berdagang keliling dengan ibunya. Ditambahkan Muchtar Arief, pemerintah daerah pun belum optimal
memperhatikan semua kebutuhan proses belajar mengajar PBM, sebutlah seperti honor para tutor yang selain kecil juga sering terlambat diterima,
disamping juga terhambat oleh ketersediaan sarana yang dibutuhkan untuk mendukung kelancaran proses belajar-mengajarnya.
Kondisi itu diperparah oleh adanya perbedaan perlakukan antara PKBM yang didanai dari sumber APBN dengan PKBM yang didanai APBD kabupaten.
Persisnya, jika penyerlenggaraan program Paket B yang didanai sumber APBN menyiapkan biaya tambahan untuk ATK dan motivasi, maka sumber dari APBD
73 tidak menyediakannya, tegas Drs. Dadang, salah seorang staf pengelola program
kesetaraan dilingkungan Dinas P dan K Kabupaten Cianjur ini. Namun lepas dari semua masalah itu, dari hasil kajian peneliti
menunjukan bahwa kehadiran program kesetaraan ini tetap masih memiliki kontribusi dalam akselerasi penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun. Paling tidak,
program luar sekolah ini telah berhasil membantu mengurangi jumlah anak usia 7-15 tahun yang tidak bisa mengakses pendidikan dasar melalui jalur
pendidikan formal seperti bisa dilihat dalam figur di bawah ini :
Tabel 4.15 : Kontribusi Pendidikan non Formal Dalam Menyerap Akses Pendidikan Anak Usia 7-15 Tahun
No Tahun
Jml Warga Belajar Paket A
dan B Jml Anak Usia
7-15 Tahun Prosentase
Penyerapan 1
2004 4.420
377.737 1,17
2 2005
6.988 393.365
1,77 3
2006 5.464
398.565 1,37
4 2007
8.112 402.918
2,01 5
2008 8.807
407.694 2,16
Sumber : Dokumentasi pada Kasubdin PLS Dinas P dan K Kab Cianjur Hasil Pendataan BKKBN Kabupaten Cianjur
Dari figur di atas nampak bahwa dari total anak usia 7-15 tahun anak usia SDSMP pada tahun 2004 sebanyak 377.737, sebanyak 4.420 atau sekitar
1,17 persen diserap melalui program pendidikan dasar non formal. Prosentasenya kemudian meningkat menjadi 1,77 pada tahun 2005, dan
meningkat lagi menjadi 2,16 pada tiga tahun berikutnya, tahun 2008. Bahkan jika dibanding dengan jumlah total siswa SD SLTP yang ada, maka
prosentase kontribusinya lebih besar lagi sebagaimana bisa ditelaah dalam figur di bawah ini :
74
Tabel 4.19 : Kontribusi Pendidikan non Formal Di banding Jumlah Total Siswa SDSLTP
No Tahun
Jml Warga Belajar Paket A
dan B Jml Total
Siswa SDSLTP
Prosentase Penyerapan
1 2004
4.420 316.755
1,39 2
2005 6.988
341.315 2,04
3 2006
5.464 354.830
1,53 4
2007 8.112
363.867 2,29
5 2008
8.807 377.745
2,33
Sumber : Dokumentasi pada Kasubdin PLS Dinas P dan K Kab Cianjur Hasil Pendataan BKKBN Kabupaten Cianjur
Dari tabel di atas nampak bahwa jumlah warga belajar Paket Kejar A dan B dibanding jumlah total anak yang trertampung dalam bangku pendidikan
SDSLTP meningkat dari hanya 1,39 persen pada tahun 2004 menjadi 2,33 persen pada tahun 2008. Ini semua mengandung arti bahwa tidak sedikit
sumbangan telah diberikan oleh pendidikan jalur non formal ini dalam membantu meningkatkan APK dan APM SD dan SLTP.
g. Peningkatan Akses Melalui Jalur Pendidikan Sekolah Luar Biasa