160 miskin. Tanpa pendekatan yang integral dan terpadu, akan sulit bagi
pemerintah untuk bisa memastikan bahwa seluruh anak dari keluarga miskin bisa mengakses pendidikan dasar.
Hal itu juga sesuai dengan tesisnya Amartya Sen yang peraih Nobel Ekonomi tahun 2004 itu, bahwa dalam kemiskinan itu selalu melekat
kemiskinan secara total, miskin secara ekonomi, miskin pengetahuan, miskin kesehatan, dan bahkan miskin kesadaran. Di situlah pula arti
pentingnya mengintegrasikan program Wajar Dikdas 9 tahun dengan program pembangunan lainnya, terutama dengan program pemberdayaan
ekonomi keluarga.
3. Implikasi Bagi Masyarakat
Dari hasil penelitian juga terungkap bahwa salah satu penyebab dari kurang efektifnya pelaksanaan Wajar Dikdas 9 Tahun di Kabupaten Cianjur
selama ini adalah karena masyarakat ternyata belum banyak dilibatkan, baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi serta pengendaliannya.
Peran apa yang bisa disumbangkan masyarakat dalam mendukung keberhasilan Wajar Dikdas 9 tahun, adalah pertanyaan mendasar yang
selama ini belum terjawab. Padahal melalui potensi yang dimilikinya, kehadiran partisipasi mereka dalam mendukung program Wajar Dikdas
akan sangat membantu dalam menutupi keterbatasan yang dimiliki pemerintah. Bukan saja keterbatasan dalam penyediaan dukungan dana,
tetapi mungkin juga keterbatasan dalam merumuskan gagasan atau pemikiran.
161 Bukan hanya itu, melalui keterlibatan masyarakat maka rasa
tanggung jawab bahkan rasa memiliki mereka terhadap pembangunan pendidikan bisa dibangun. Memadukan kekuatan yang dimiliki pemerintah
dengan potensi yang dimiliki masyarakat, itulah agenda strategis yang harus jadi pertimbangan ke depan. Itu pun jika semua pihak punya komitmen
untuk meningkatkan efektivitas implementasi sebuah kebijakan. Bahkan dalam konteks pembangunan yang berpusat kepada
kepentingan manusia – poeple centered development sebagai paradigma baru pembangunan yang sering disuarakan belakangan ini, maka adalah
kekeliruan besar jika keberadaan masyarakat diposisikan hanya sebagai obyek pembangunan, atau bahkan hanya sebagai pelaku pembangunan.
Lebih jauh lagi, dalam paradigma baru pembangunan ini, masyarakat tidak hanya dijadikan semata sumber energi yang cenderung hanya dijadikan
subyek atau pelaku pembangunan, melainkan mesti diposisikan sebagai ”sumber informasi” tempat banyak gagasan lahir. Singkatnya, dalam
paradigma baru pembangunan ini – pembangunan yang berpusat pada kepetingan manusia – people centered development, adalah manusia, bukan
yang lainnya, yang harus jadi sentral, dan karenanya harus menjadi tujuan pembangunan.
C. Rekomendasi